Rabu, 26 November 2014

#bahagiaku-bahagiamu



# bahagia itu sederhana
Yuppp...,last Sunday, tanggal 23 November, tumben sekali si bapaknya bocah ngajakin jalan-jalan. Ya, setelah aku resign dari kerjaan sebelumnya, yang notabene lokasinya di tengah kota, nyaris tidak pernah kemana mana. Fokus kerjaan sama ngurus anak (ceileee). Itu mah alibi doang, alasan sebenarnya yang sesuai fakta adalah...tidak punya kocek lebih haish. Apalagi kerjaan baru dekat rumah, mana full day, huffttt,. Lha, terus weekend ngapain? Weekend aku mah di rumah saja. Istirahat, menghimpun tenaga buat hari Senin. Yuhuuu. Weekend, itu, waktunya ngurus anak, nyuci baju, nyetrika ( wow, berlagak inem ).
Okay-okay, stop it. Jadi ngelantur begini.
Kemarin itu ceritanya, kami bertiga, dengan motor puter-puter sekitar. Some changes ternyata. Mall yang semakin ramai, CFD alias car free day. Tak hanya lewat jalanan umum, kami juga lewatin jalan gang-gang perumahan yang tak biasa aku lewati. Lapar? Tentu saja. Aku kira dia bakal berhenti di warung makan (ngarep), eee....Cuma beli gorengan 10.000 rupiah, huuuu..... Makannya bagaimana? Olala, ternyata kita masih meneruskan “perjalanan “ ini. Kita, eh, kami, bermotor bertiga, lewat gang-gang, jalanan yang jarang aku tempuh. Dan akhirnya, tarraaa...sampai juga di kompleks yang cukup elit juga. Kami menyusuri jalanan yang mulai panas. Di taman kecil, suami mengajak berhenti. Taman? Yaa begitu, lumayan teduh, disampingnya, tak jauh dari situ terdapat restoran cepat saji. Lagi-lagi, PHP, huhuuuuu, kirain bakal mampir kesitu ternyata Cuma di taman. Jadilah, Minggu pagi kita habiskan di taman mungil dengan menikmati gorengan (tanpa minuman). Dirinya tertawa, lepas. Yaaa...bahagia itu sederhana. Tidak perlu hiburan mewah, yang penting hati kita nyaman, tidak ada ganjalan. Ya, aku tahu, mungkin di hatinya, dia sebenarnya ingin membahagiakanku dengan cara lebih, tapi terhalang oleh biaya. Tidak apa-apa, melihatmu bekerja, rajin, itu sudah cukup.(hikshikshiksss)
 


Selasa, 25 November 2014

animal folk



Lebah dan Nyamuk
Pada suatu hari,si lebah, Shilla dan Shilli sedang mencari madu. Mereka bernyanyi bersahut-sahutan dengan riangnya. Memang betul, di taman itu bunga-bunga memang sedang mekarnya. Jadi, tidak salah kalau mereka mencari madu di taman tersebut.
“ Shilla, wow, lihat, madunya, manis dan legit.”
“ iya Shilli, bunda ratu pasti menyukainya, mmmm....lezat. Bunga-bunga disini juga indah. “
Keduanya melanjutkan ritual menghisap madunya dengan ceria. Apalagi matahari masih hangat, mereka berdua masih bersemangat.
Sementara itu, di sudut taman, ada makhluk hitam tak berdaya.
“ Shilli, lihat apa itu? Sepertinya ada yang sedih. Bagaimana kalau kita dekati.”
“ Iya Shilla, siapa tahu dia butuh bantuan.”
Dengan secepat kilat mereka berdua menghampiri sesososk makhluk itu.
“ Hai kamu siapa? Aku Shilla.”
“Siapa namamu? Aku Shilli. Kenapa kamu disini? Ada yang bisa kami bantu?”
“ Na-ma-ku Quita, si nyamuk. Aku lapar.”
“ Ohh... Kami ada makanan. Kami bisa bagi kalau kamu mau.”
“ Apa yang kamu Shilla?”
“ Lihat, kami punya segentong madu. Aku bagi sedikit ya.”
“ Madu? Apa itu?”
“ Memangnya kamu tidak tahu madu. Madu itu kan manis.” Seloroh Shilla.
Quita mencoba sedikit dengan menjulurkan moncongnya.
“ Haish, apa ini, aku tidak suka.”
“ Ayolah, coba sedikit Quita, biar kamu tidak merasa lapar.”
Quita membungkam mulutnya sambil menggeleng kepala.
“ Kalau kamu tidak mau madu, kamu biasa makan apa? Jarang lho, orang yang tidak suka madu.”
“ Shilla, Shilli, aku biasa menghisap darah...........”
“ Apa??? “
“ Wah, maaf, kami tidak bisa membantumu Quita. Kami tidak tahu cara mencarinya. Kami harus pulang.”
“ Shilla, bagaimana kalau kita tinggalkan sedikit madu untuk Quita. Siapa tahu, dia mau memakannya.”
“ Boleh juga Shill.” Mereka menaruh secawan madu di dekat Quita, berharap ia akan memakannya. Mereka lantas terbang, jauh, jauh, menembus cakrawala.
***
Keesokan harinya, Shilli dan Shilla kembali mencari madu di taman yang sama.
“ Shilla, kamu ingat teman baru kita kemarin?”
“ Quita maksudmu?”
“Iya. Mari kita cari. Siapa tahu dia sudah sehat.”
Mereka terbang ke sudut taman sambil menggeleng kepalanya. Dan akhirnya............
“ Quita, kamu kenapa?”
Shilla, lihat, Quita tidak bernafas lagi. Quita sudah meninggal. Madunya utuh.”
Shilla dan Shilli terdiam. Mereka tampak merasa bersalah.
Tiba-tiba, Pupa, ulat kepompong, datang, merambat dari dahan pohon.
“ Memang, Quita, nyamuk tetaplah nyamuk. Meski kalian beri madu yang paling manispun, tentu, dia tidak akan memakannya.”
***:  apa yang kita anggap bagus untuk diri kita, belum tentu bagus untuk orang lain................................

Senin, 17 November 2014

odha


Silahkan kalian berkata, berfikir apapun itu, itu adalah hak kalian. Apakah aku ini sombong, pemalas, atau apapun itu,....
Aku sendiri mulai jijik dengan kondisi seperti ini. Andai saja....andai saja....kalau saja  aku tidak memasuki rumah sakit itu, kalau saja aku bisa lebih berhati –hati, tidak ceroboh di setiap aktifitasku...dan kalau saja mereka bisa bekerja lebih profesional. Kesalahan adalah wajar,..everybody makes mistake. Tapi tidak..tidak untuk sekarang. Meludahi diri sendiri? Meludahi mereka..para perawat? Inginku caci mereka terkait keteledoran yang mereka buat, inginku tuntut mereka karena malpraktik ini,....tapi...huh, itu semua tidak akan mengubah keadaan. Aku akan tetap seperti ini, atau bahkan lebih buruk.
“ abang, abang...sudah jam 7. Abang kan harus kerja. ” suara gadis kecil itu memecahkan lamunanku. Nedja, adikku satu satunya. Setidaknya, dengan mendengar suara cemprengnya, kegelisahanku sedikit teratasi. Bocah tujuh tahun itu....Orantuaku yang sibuk bekerja, tidak mungkin aku curahkan kepada mereka,meski sedikit. Mbok Yem??? Halah, tahu apa dia. Cukuplah memasak dan bersih bersih kerjanya.
Aku beranjak dari kasurku. Fyuh...kasur, bantal, selimut, apeeekkk.
Aku bawa semuanya ke belakang, tentu saja, minta dicuciin mbok Yem. Begitulah kesehariannya. Cukup menjenuhkan memang. Ayah ibu...tak kelihatan, Mbok Yem sibuk dibelakang, dan Nedja...gadis kecil itu sedang asyik nonton tivi sambil mengayunkan pensil di atas bukunya. Masuk siang...alasan paling tepat kenapa jam segini masih bersantai. Tak perlu kutanya lagi, pikirku. Bergegas aku menuju kamar mandi. Aku ingat ingat lagi...mana sabun, pasta gigi dan sikat gigiku. Individualistis? Ya...mengasingkan diri dari orang-orang yang seharusya di dekatku.
***
Kantor yang sebenarnya cukup nyaman, bersih, ramah dan untuk orang pemalas seperti aku, mungkin bisa jadi alternatif. Kantor baru buka jam 9. Mungkin itu untuk mengatasi karyawan yang telat karena rush hour, jadi sekalian disiangkan. Pernah ada teman yang datang sampai kantor pukul 8, tapi malah kena semprot atasan. Alibinya, perusahaan tidak mau membayar uang lembur. Hahaa....lucu sekali.
“ Galang, kamu dipanggil bos tuh,” seru sekretaris kepadaku. Bergegas aku menuju kantornya dengan perasaan berdebar, berharap kabar baik kuterima.
“ Galang, ini hari terakhir kamu kerja. Ini pesangonmu. Semoga kamu lebih baik.” Bibirku terkatup, bingung, kaget.
“ Tapi pak,”
“ Sudahlah, terima saja. Carilah yang lebih baik dari sini.”
Apa maksudnya ini. Percuma juga berdebat dengannya. Segera saja kukemas-kemas. Tak kupedulikan manusia-manusia yang menatapku curiga. Diskriminasi. Itu yang ingin aku teriakkan. Tenang saudara-saudara, aku cukup tahu diri. Kalian tidak akan tertular kalau hanya sekedar berbagi handuk. Kalian akan mengalami seperti aku kalau aku menggauli kalian atau darahku bercampur, merasuk ke tubuh kalian.
 Sejauh aku berjalan dan berjalan, hanya debu jalanan yang seakan menyapaku. Panas matahari tak terperi, tak kupedulikan lagi. Aku tetap melangkah, menjauh-jauh, hingga matahari berganti gelap, peluh berganti selang infus, kerasnya jalanan berganti dengan empuknya ranjang.
November, 17, 2014
Highland

Sabtu, 15 November 2014

mendadak scientist



Ada yang bertanya tanya dengan judul di atas? Seperti judul filmnya Titi Kamal itu ya.
Jangan berfikir yang kalau saya jadi scientist beneran, memakai jas putih, bekerja di lab ditemani dengan mikroskop, tabung reaksi, dengan background simbol simbol kimia itu hohoohoo nononono...
Ehm ehm...maksud sayah disini, mengajar science, wakwaw.  Lulusan pendidikan Bahasa Inggris, parahnya lagiii..saya juga bukan dari jurusan IPA waktu SMA. Tapi tenang pemirsah, yang bikin saya aman, karena saya hanya ngajar tingkat elementary, masih tingkat SD lah,  cukup ingat ingat IPA waktu SD sampai SMP, saya kira engga malu-maluin bangetlah di depan murid-murid. I’m not totally amnesia, thanks God.
Science itu, ya IPA, Cumaaa dalam bahasa Ingggris. Ga enaknya ya itu. It takes more time. Tetap saja saya juga harus dengan ikhlas menjelaskan dengan dwibahasa untuk memahamkan mereka. Secara, you know lah, para siswa ini kan tumbuh di Indonesia, otomatis mereka berbahasa Indonesia kan? That’s my own challenge, I think. Ini tantangan sodara-sodara. Saya jadi lebih sering browsing kesana kemari untuk mendapat informasi yang lebih ( amunisi cadangan untuk siswa siswa yang genius itu), download video, biar feels sciencenya dapet. Selain itu, apalagi kalau bukan buka kamus lagi, terutama kamus science. Yaa,,memang agak berbeda bahasa Inggris umum dengan science, makanya itu, ya ga ada salahnya dong, review lagi. Saya juga jadi suka berdiskusi dengan teacher yang lulusan science beneran ( saya bohongan dong), heheheheh I’ve told you before yaa, where i come from.
Anyway, I enjoy this. Banyak kok hal-hal baru yang saya dapat. Informasi yang dulu saya dapat hanya secuil, kini, karena curiousity saya, jadi lebih dalam ilmunya. Tak ada kata terlambat untuk belajar. Never too old to learn....

Rabu, 12 November 2014

miss hometown

hummm....wherever you go away...hometown, will always be the best place to go home. yoi tepat sekali. seenak-enaknya perantauan, masih lebih enak tanah kelahiran, yang setuju, manaa suaranyaaa? sudah hampir lima tahun di perantauan, however...tetap saja, bawaannya kangen terus. Kalau bukan karena ngikutin suami, halah...pasti dah kaboorrr, emaaakkkk....kejam sekali tanah perantauan ni lah mak hiks hiks hiks (lebay)alamakkk... sadis sekali sepertinya. Tinggal disini itu seperti ya, kalau level lokal, seperti menonton suzanna lah, kalau import mungkin seperti the conjuring, atau excorcist gitu, gilaaaa... panas, polusi debu, uhuk uhuk. Mana panas siang sama malam, jadi pengen naked, oopss
Tu foto diambil, yakkk bisa ditebak, di kampunglah. Adem ayem tentrem udara sueger. Jadi bikin betah, nafsu makan bertambah, sedikit begadangnya. Mungkin karena dingin, jadi bawaannya makan mulu, jadi endut deh. Melek malam juga berkurang, secara di kampung itu sepi, remang-remang atau lebih banyak gelapnya, dan dingin, seperti uji nyali kali ya.
Ngomong-ngomong, dikota sih, ada enaknya, enaknya ya itu, peluang kerja lebih banyak, makanya itu ya kali yang bikin urbanisasi. Fasilitas umum lebih banyak tersedia, apalagi yang namanya hiburan ( meski juga itu nguras kocek).
Apapun itu, akan ada positif negatifnya ya, be wise. Di kampung dan di kota, nikmati saja hahahaha


English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...