Rabu, 17 Mei 2017

Bukuku Bukan Bukumu

Kau bilang itu Cuma buku
Namun bagiku itu adalah ilmu
Kau bilang itu Cuma buku
Tapi bagiku itu sebuah candu
Kau bilang itu buatmu ragu
Tapi bagiku penghapus jemu
Katamu tak punya waktu
Tapi kau punya banyak untuk membuka aib temanmu

Katamu Go Green, cinta lingkungan
Tapi kenapa pohon pohon itu juga kau tebang
Katamu ini jaman digital
Namun nyatanya menyurutkan mental

Kau bilang Cuma membaca
Tapi bagiku merupakan ladang pahala
Sobat, tidakkah kau ingat ilham pertama
Iqro,Iqro,Iqro dengan menyebut nama Tuhanmu
Semoga kita menjadi generasi pecinta ilmu



( Selamat Hari Buku Nasional, 17 Mei )




Kamis, 04 Mei 2017

FFKamis-Keberhasilan Masa Lalu

Aku adalah salah satu dari kumpulan pecundang. Mereka bilang, aku adalah tumbal sial bagi sekitarku. Dalam hal apapun, selalu saja minus. Di dalam keluarga pun, adik-adikku sudah lebih dulu mempersembahkan cucu-cucu imut kepada orangtua. Satu-satunya pembelaanku akan hal ini adalah karena aku lelaki, lelaki harus punya modal yang banyak.
“Heh Jali, apa tabunganmu belum cukup untuk melamar? Keburu bujang lapuk!” Tegur Emak dengan logat Betawinya.

Huh, aku hanya mendengus sambil menstarter motor. Kadang aku berpikir, satu-satunya keberhasilanku adalah ketika aku jadi sel sperma. Aku yang begitu kuat, bertahan hingga bertemu sel telur yang pada akhirnya menjadi buah cinta orang tua. 

Antara Karangan Bunga dan Karangan Cerita


Orang-orang optimis melihat bunga mawar, bukan durinya. Orang orang pesimis terpaku pada duri dan melupakan mawarnya—Khalil Gibran
jadi inget lagunya siapa ya...???
Ini bukanlah tentang tiga anak kecil yang malu-malu berjalan sebagaimana yang sudah disuratkan oleh Taufik Ismail, pun ini bukanlah pesta valentine apalagi festival musim semi dimana bisa menyaksikan sakura atau gugusan tulip yang merekah. Ini adalah tentang karangan bunga yang tiba-tiba membanjiri balai kota DKI beberapa waktu setelah cagub petahana, Ahok dinyatakan kalah dari pesaingnya. Hahaha....pilkada Jakarta memang unik dan berisik hingga publik seIndonesia Raya ikut panik. Kalau saya mah golput.....wong ktp saya Bekasi, xiixixxiiii.

Beragam ucapan tertulis di karangan bunga tersebut yang pada intinya sama, ucapan terima kasih dan rasa cinta dari para fans-nya, prikitiew....meskipun belakangan, muncullah karangan bunga yang bernuansa politis, beuh,....baunya mulai nggak sedap ini. Layaknya bunga sedap malam yang tak pernah berjumpa dengan malam.

Seperti biasa, akan ada suara sumbang dan merdu dari sebuah fenomena (halah, berat mbakbro bahasanya). Bagi fans berat, ini mungkin suatu hal yang membanggakan, wow ternyata banyak juga yaa (terlepas dari kebenaran isu tentang rekayasa ). Bagi pengacau, the nyinyiers, kaum grassroot pasti akan menganggap bahwa karangan bunga itu adalah hal-hal yang sia-sia, mengotori balai kota, hahaa. Bagi kaum yang cerdas dan berpikir, tentu tak akan ambil pusing, itung-itung rejeki tukang bunga,  toh banyaknya karangan bunga tak akan mempengaruhi hasil penghitungan suara atau pemakzulan gubernur terpilih. Eit, dan satu lagi, bagi kaum alay, pasti mereka girang karena menemukan spot baru untuk selfi, mana gratis lagi haahaaa.....

Anyway, pesta sudah usai, ini bukanlah akhir tapi justru awal dari sebuah perjuangan setelah pilkada yang berlangsung cukup aman, tak ada kerusuhan yang wow seperti reformasi beberapa tahun lalu. Tak ada doa yang lain selain menjadi lebih baik. Lebih baik untuk semuanya. Tak usah lihat sisi gelap dari karangan bunga yang tak mencela apapun,  suka ya di-like, nggak ya abaikan (emang medsos???). Buat pak Anies, saya yakin he is a wiseman, lebih tahu bagaimana dalam bersikap. Adem sajalah yaa...Bukankah dibalik karangan bunga itu ada rejeki tukang bunga dan pasukan orange.

Semoga hasil pilkada adalah kebenaran dari ungkapan “vox populi vox Dei”, suara rakyat adalah suara Tuhan. Kalau Cuma sekadar karangan bunga mah, nggak jadi masalah, yang lebih masalah itu adalah karangan cerita fiktif di meja hijau, hahahahaa......Haayuuu ah move On dong.....


Rabu, 03 Mei 2017

Adakah Etika Menolak Hadiah???

Yesterday is history, tomorrow is a mystery, today is God's gift, that's why we call it the present. Joan Rivers
 “Saling menghadiahilah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai “( HR. Bukhari)

Aih, mau bahas apa si di tulisan ini??? Nggak serius sih sebenarnya, hahahaaa.....
Oh ya, akhir-akhir ini mulai marak dengan jargon “ modus dan tulus beda tipis”, ada pula yang lebih panjang “ tulus dikira modus, care dikira kepo” , adakah yang berprinsip begitu?? (nyengir kuda...)
Kembali ke kepala tulisan ini, menolak pemberian orang, bijakkah??? Sebentar, sebentar......Memang kenapa dengan pemberian orang, ada yang salahkah?
Iya, memang harus diakui, slogan modus dan tulus ada sedikit benarnya, sedikit lho ya. Apalagi fikiran dan kepentingan manusia semakin beragam. Memberi sesuatu karena sesuatu sudah umum. Bingkisan bertebaran, mulai dari ulang tahun sampai hari raya. Alasan pun variatif, dari yang hanya simbol kasih sayang sampai mengincar jabatan.
Soal urusan menerima atau menolak, kita memang perlu sense yang ciamik, apalagi kalau itu tumben, nggak biasanya gitu. Hemmm.....ada niat terpendam nggak ya, ada udang di balik bakwan nggak nih. Apabila si penerima merupakan orang penting, pejabat atau semacamnya, mungkin perlu difikir lagi. Eh, tapi mah sekarang ada peraturan pelarangan pemberian bingkisan di kalangan pejabat ding yaaa apapun alasannya.
Kembali ke hadist di atas, kalau tak ada maksud apa-apa, kenapa harus menolak??? Apalagi yang memberi hadiah termasuk yang dipercaya kredibilitasnya. Apalagi target penerima memang layak untuk dihadiahi, seperti dedikasi tinggi,sedang ulang tahun atau mungkin lagi butuh, ea ea eaa.....berhuznudzon, berprasangka baik. Tulus atau tidak seseorang bisa kelihatan kok.
Anggap saja sebagai rejeki, wujud rasa syukur terhadapNya. Dipikir-pikir, kalau kita menerima gift, pastilah yang memberi juga kan ikut senang lah yaaa....Sekecil apapun itu, pasti ada sebuah pengorbanan dibaliknya. Lha malah win-win solution kan, kita mendapat berkah sekaligus orang lain berseri-seri.
Bagaimana kalau kita tak suka atau tak butuh??? Sepanjang barang yang diberikan masih layak, bukan busuk, remuk kenapa harus memaksakan ego pribadi atas nama ketidaksukaan yang berpotensi menyakiti. Kita bisa membagikannya lagi kan kepada yang membutuhkan, sstt...tapi asal jangan ketahuan si penerima hehehe.....sah sah aja sih asal jangan dibuang, kalau begitu justru sama sekali nggak menghargai.
So, jadi, kalau menerima hadiah itu berkah dan membuat hati merekah kenapa harus menolak? Kecuali kalau diiringi dengan syarat, misalnya, dapat nilai baik, masuk PNS, atau bebas dari tuntutan ea ea eaaa.
“Penuhilah undangan, jangan menolak hadiah dan janganlah menganiaya muslimin”(H.R Ahmad)


English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...