Senin, 10 Desember 2018

Simple Ideas for English Games

Background of the study

       Learning process is sometimes boring. Therefore, teacher needs to refresh the students so that they can enjoy the class for example by doing games or challenges. Fun activity can be simply done, just by paper, board or marker. In this writing, the writer only provide old, simple games which doesn’t need more property.
        Here, the writer provides some games which is usually applied in her classroom
          1. PANTOMYME CHALLENGE
        This challenge mostly related to verbal learning. Here, the teacher must provide small scrolling paper which written verbal words such as run, sing, drink, fly and so on.  
           First, choose one of student to take a scrolling paper and act is written on the paper. Then, other  students have to guess about the activity that has been shown. Both, the actor and guesser get reward. For the next, the actor has right to choose other student to be the actor.
         2. GUESSING PICTURE
            Here, the teacher needs to provide picture just like flash cards. It is very easy and simple. To make it challenging, the picture may a bit harder. The teacher may give clue by describing the picture.
           3. ANAGRAM
          This game can be done in a group. The teacher will write words and the group should make new word from those letters, yes, just use alphabet that given by teacher. The students will write on board one by one.
            Then, at last, the teacher counts how many words they make. For more challenging, the teacher must limit the time. Those who doesn’t have turn to write, must sit down nicely.
      
       4. TAILED WORDS
            This make the students to write on the whiteboard. They make new word from the last letter, so , it is done spontaneously. Again, the teacher must limit the time and rules : no less than three alphabet ( So, noone will write “no, in, at, he, up etc”.)If the students can’t write a new word in certain time, make consequence such as put sticker on cheek hahahaa...
            Class---Sword---Duck---Key---Yesterday


        5. Whisper Challenge
            Okey, surely, this challenge will test your listening skill. The teacher will make a group of students. One of students must go to the teacher and read the sentences given by the teacher. Then, the student will whisper to his group.The last student will write the sentences given.
 Example of sentences:
 The mosquito make me mad every night
 My brother buy big book in bookstore
 My sister play sand at the sea every Sunday
      6.  Simon says
            It is a common game. This game is actually to test students’concentration and recognition of noun. However, it can be simplified such as part’s of body.
 First, give instruction to the students “ Do my instruction it started with the words Simon Says”.
 Then, the teacher will give instruction whether started by Simon Says or not.
 For those who break the rules, the teacher can make consequences such as by giving simple question.
 cONCLUSION
      There are many ways to attract the students’ interest by creating games. To make them in line with our learning, we need to create games which has relation to our study

Senin, 29 Oktober 2018

Alergi Hasil Evaluasi



“Miss, nilai Aci kok jelek ya?”
“ Ini bunda, bisa cek hasil pekerjaan Aci ya.”

“ Miss, ini bener nilai Uci segini.?”
“Iya miss, sudah diotak-atik nih, gimana lagi ya”

Salah satu tugas pokok guru adalah memberi nilai, mulai dari nilai harian, ulangan hingga raport. Tentu saja, penilaian itu harus sesuai dengan materi yang telah diajarkan. Ya begitulah, materi dan evaluasi adalah satu paket.

Lagi-lagi, karena beda zaman, beda kebijakan, pendidikan jadi seperti horror, entah bagi siswa maupun pendidiknya. Pada dekade terakhir, populer dengan istilah KKM. Apabila ada nilai di bawah KKM, maka dianggap aib. Dokumen hitam di atas putih yang berwujud deretan angka juga menjadi kebanggaan sendiri bagi orang tua. Dokumen itu pula sebagai pendukung marketing, dengan bagusnya nilai, berarti proses pendidikan luar biasa tak peduli betapa kerasnya pertarungan di dapur raportan.

Sebenarnya esensi pendidikan itu apa si? Begitu banyak meme ataupun anekdot yang meniyindir. Mulai dari fabel yang mengajar semua jenis hewan untuk terbang hingga anekdot guru matematika pun belum tentu bisa mengerjakan soal bahasa Arab.

Ya memang, belakangan ini. sekolah memang jadi ladang bisnis. Meskipun sifatnya seperti penyediaan jasa, tetap saja berbeda dengan lini bisnis lainnya. Objek dari sekolah adalah para manusia dengan segala karakternya. Tak hanya itu, kita menawarkan proses transfer ilmu dan itu tak hanya sehari dua hari seperti orang seminar, tapi enam tahun pemirsa, kalau cepat ya tiga tahun, pada jenjang lebih tinggi. Dalam kurun waktu tersebut, para pendidik berjibaku dalam “melayani “ customer dalam membagi ilmu, menata pola pikir dan perilaku.

Jujur saja, masih banyak yang beranggapan bahwa proses “penggodogan” yang berlangsung berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun itu, bermuara pada sertifikat dengan daftar angka. Di sinilah kualitas guru dan sekolah dipertaruhkan. Dengan perolehan nilai yang bagus, maka di mata masyarakat akan di cap “ bagus “. Memang, tak bisa dipungkiri juga, bahwa kualitas input juga ikut andil dalam proses ini. Input dengan latar belakang yang bagus, ya memang sudah bagus dari sononya, gampang dipoles, tentu akan meningkatkan kualitas sebuah institusi pembelajaran.

Apabila input bersifat heterogen, dengan kemampuan yang berbeda, mungkin tingkat pencapaiannya bisa jadi berbeda. Seperti pada anekdot sekolah hewan yang diceritakan sebelumnya. Dengan usaha yang sama-sama berdarah-darahnya, anak yang “berbakat” matematika akan mudah mendapat nilai tuntas daripada anak yang lebih menyukai drama. Intinya, standarisasi nilai yang tinggi itu terlalu memaksa untuk kelas dengan passion, minat dan bakat yang beragam.

Pada akhirnya, angka-angka sebagai hasil evaluasi itupun keluar. Sebuah kegembiraan bagi murid dan juga guru apabila nilai di atas batas ketuntasan. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka merupakan PR tersendiri bagi guru khususnya. Perasaan bersalah sudah tentu menghantui, apakah saya tidak bisa mengajar? Apakah tes ini terlalu sulit? Sementara memojokkan siswa tentu bukan suatu pilihan. Tak pandang bulu, apakah siswa itu memang sedang malas, sakit, ada masalah atau kemampuan pemahamannya memang kurang, pokoknya nilai harus standar ketuntasan. Serentetan tugas pun menggelayut agar nilai merangkak...sim salabim bim......tak seperti jaman saya yang mengenal “kebakaran” di raportnya hahaaa.....

However, kabar baiknya.... nilai yang berupa angka itu bisa dikatrol dengan sikap positif dari siswa tersebut. Ayolah, cari titik positif dari kepribadiannya,Insya Allah ada jalan.
Dan satu pertanyaan sebagai pamungkas dari tulisan ini ; dengan passion siswa yang beragam, soal yang sama, ketuntasan yang sama....siswa dituntut untuk jujur dalam mengerjakan tapi sudahkah guru jujur dalam memberikan nilai??? Aaah......alergi kini tak hanya karena makanan ataupun situasi, kini mulai merambah ke nilai evaluasi hahahaaa......


Senin, 24 September 2018

Menetralkan tensi, Gemilang Prestasi


“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”

Ya , hadist di atas menggambarkan betapa luasnya samudra ilmu dan pentingnya belajar. Bukankah kelak derajat kita ditinggikan oleh Allah apabila kita berilmu.

Pun, kita sebagai guru, selain memberi ilmu, hendaknya juga senantiasa mengup-grade pengetahuan kita ( ini bahasa sudah kelihatan intelek belum nih). Yang namanya ilmu pengetahuan itu makin hari makin berkembang, nggak mau juga kan kita dibilang kuper. Contohnya saja, yang dekat dengan dunia pendidikan deh, kurikulum saja berkembang ( atau lebih tepat berganti ya hahhaa....). Bisa jadi begitu kita keluar dari kampus, ternyata kurikulum yang dipakai berbeda, yes..yess..yes....

Tak hanya cukup sekali. hampir di tiap tahun para pendidik diberikan pelatihan kurikulum sepaket dengan administrasinya, itupun kadang tak cukup sekali, dari sumber yang berbeda pula. Pusing? Enggak kok, cuma jadwal piknik kemungkinan nambah hahahaa......

Atau, sebagai alternatif untuk menetralkankan suhu, bisa dipilih dengan pelatihan training yang lain, yang nggak terlalu redaksional, yang tidak njlimet dengan segala berkas seperti kala bimbingan skripsi itu. Yang simpel, tapi ya cukup bermanfaat seperti berikut ini :

    Desain

Hahahaaa....bagi pemilik kecerdasan visual, ini lebih menantang. Kita bisa bermain dengan warna dan gambar. Untuk apa si pelatihan desain? Ya, bagi sekolah yang punya banyak kegiatan seperti sekolah tetangga, kan hampir selalu membuat banner, backdrop atau baliho sekalian. Nah, dengan ketrampilan desain ini, kita bisa unjuk gigi bahwa banner itu bukan monopoli guru seni atau ICT misalnya heheheee......Kan itung-itung mengurangi jasa desain ke percetakan juga. Selain itu, bisa jadi usaha sampingan atau pokok ( kalau sudah tidak ngajar lagi hehehee). Coba, mana yang lebih sering, jasa membuat RPP atau mendesain...hahahaaa.....

   Public Speaking

Beberapa pendidik kadang kurang pede untuk tampil di depan public kecuali siswanya sendiri ( ini saya ding). Tak jarang mengalami demam panggung, keseleo lidah hingga speechless ( sekali lagi, itu menunjuk ke saya hahaaaa). Tentu saja, ini mengurangi performa guru. Apalagi kaum pendidik yang identik dengan segala workshop, seminar dan lain-lain. Itu nilai lebih lho. Berbagai kompetisi selalu berujung pada sebuah presentasi kan...huhuuu........melambaikan tangan......Kalau public speakingnya bagus, ladang kan bisa makin luas, jadi motivator misalnya...ngek-ngok.......

   Menulis/jurnalistik

Nah, ini ni, kata Al Ghozali ( Ulama mas dan mbak, bukan anaknya Dani Maia) “ Kalau kamu bukan siapa-siapa, maka menulislah”. Ya iya, apalagi menulis dibukukan dan laris manis di pasaran, kita mati pun masih dikenang. Yang tadinya Cuma remah rengginang bisa jadi raincake atau brownies Amanda...hahahaha....Apalagi yang namanya pendidik itu kan memang akrab dengan kertas dan pena.

     Berkreasi dalam membuat APE

Nah, ini cucok untuk teman-teman yang cepat bosan dengan kertas dan tulisan. Dengan modal seperti triplek, board, foam atau apalah itu yang bisa untuk alat peraga sederhana. Memang cukup menguras tenaga sih, tapi kan nggak sia-sia juga. Belajar untuk terampil bareng-bareng, siapa tahu bisa jadi pengisi waktu kelak di masa pensiun nanti, bisa membuatkan sesuatu untuk anak cucu nanti.

Humm......Cuma segitu doang? Sebenarnya banyak si, untuk menumbuhkan kecintaan baru, yang ringan-ringan saja seperti knitting, origami ( ini penting nggak sih), bikin kue ( siapa tahu dapat pesanan), tapi itu kan kayaknya sexist yak, cenderung ke female. Atau, mau yang berat dan manly, laki gitu seperti tambal ban, servis tipi, atau servis AC biar kalau error nggak perlu panggil teknisi lagi, lama dan nguras duit hahahaaa......Anyway, itu Cuma ide untuk memperkaya ilmu dan biar nggak terlalu sepanneng, yang penting tupoksinya jalan, Insya Allah.....sik penting yakin 





Kamis, 20 September 2018

Insta: Mengabadikan tak berarti menyebarluaskan


“ Ouh My Gosh.....ternyata dia udah jadian “
“ Errr....tahu dari mana?”
“ Instagram dia.......” Njedhugin kepala ke tembok.

“ Huhuhu...hang out nggak ngajak-ngajak, udah nggak mau jadi temen aku?”
“ Kok tahu?”
“ Ya tahulah, enoh si X post di instastory....?” Ngeloyor, ngegrundel muka asem.

“ Kamu.....Veronica?”
“ Iya, emang kenapa?”
“ Eh, enggak, Cuma.....kok beda dengan yang di foto biasa ya..., “
“ Ah , masa sih, editannya nggak banyak kok”
“Makanya, punya muka dirawat, bukan diedit” ....lelaki itu pun pergi dengan rasa kecewa.

Ya.....begitulah, riset terkini membuktikan bahwa Instagram adalah media sosial paling tidak sehat. Dibalik kata-kata indah “gambar punya berjuta cerita”, ada sisi suram, apalagi orang dengan self-control yang rendah.

Instagram, suatu media sosial yang mengedepankan tentang gambar yang kini laris manis di kalangan muda maupun tua. Bukankah pandangan mata itu selalu lebih menarik, pemilik kecerdasan visual sepertinya lebih banyak daripada yang audio hahaa.....maka dari itu, penikmat pun berlomba-lomba agar terlihat menawan. Berbagai foto selfie yang bisa jadi harus taken berkali-kali untuk bisa diposting, menambahkan ritual memfoto makanan sebelum dimakan ( entah pakai doa atau tidak), atau merekam segala kejadian yang bagi empunya sendiri begitu mengesankan dan menoreh memori.

Kemunculan instagram pun ternyata membawa sejumlah masalah kejiwaan bagi mereka yang lemah syahwat, eh, maksudnya lemah iman. Memang, ia tak langsung membuat manusia berdarah-darah tapi lebih menyerang ke kesehatan mental. Alih-alih menuai pujian dari gambar yang dishare, malah dapatnya bullyian dari para haters. Emang ada mak? Ya adalah, maha benar netizen gitu lho.

Beberapa riset menyebutkan efek terlalu mencintai media sosial ini mulai dari narsistik hingga lupa waktu, depresi, tekanan mental karena perbedaan level ; si A yang travelling kesana kemari, si B yang mengenakan produk branded, sampai dengan Body Dysmorphic Disorder. Apaan si itu yang terakhir??? Ya intinya si sesorang yang berfikiran bahwa ada yang salah dengan tubuhnya, kurang sempurna, kurang tinggi, kurang langsing and nde brew and nde brew.

Bagi pengguna cerdas, instagram bisa menjadi lahan mengais rejeki, seperti jualan barang atau sekedar menerima endorse, bintang iklan dunia maya ( ya ujung-ujungnya jualan juga siyyy).

Ya, memang, setiap hal yang berlebihan itu tidak baik. Beware and be wise dalam menggunakan media sosial. Tidak semua yang kita punya harus dishare. Mengabadikan tak berarti harus menyebarluaskan. Apalagi menyebarluaskan yang masih di awang-awang, abu-abu, fana....contohnya, seperti liburan dengan pacar, hahaaaa........jejak digital itu bisa jadi menyakitkan jenderal!!!

Medsos-medsos gue......hahahaaa....memang betul sih, semua orang bebas mengekspresikan segala hal di medsos masing-masing. Yah, semoga bukan tergolong narsistik yang segalanya harus diposting. Kadang ada suatu masa dimana momen indah itu cukup dikenang dengan orang yang terlibat saja.

Pintar-pintarlah juga dalam menjaga hati dan cerdas dalam mengelola hati, ea.....yang terakhir itu adalah kata lain dari baper. Jagalah kesehatan mentalmu dengan banyak membaca firmanNya, bukan dengan ngulik instagram olshop, selebgram apalagi mantan.  





                                                                                                                     

Senin, 13 Agustus 2018

Karena Kemerdekaan itu dekat dengan pengorbanan


Bulan Agustus telah tiba. Beragam pernak-pernik bernuansa merah putih menyeruak di sudut-sudut kota. Kidung nasionalisme berkumandang memuji tanah air dan pahlawan. Semuanya menyambut gempita kemerdekaan mulai dengan ziarah makam pahlawan, upacara bendera hingga sejumlah perlombaan yang mengundang tawa.

Masyarakat terpelajar pun larut dalam diskusi tentang cara mengisi kemerdekaan, memajukan bangsa hingga nasib akhir hayat pembela bangsa. Segala haru tatkala mendengarkan kumandang lagu kebangsaan, menyaksikan veteran yang tegak hormat saat upacara dan semangat adik-adik paskibra dalam mengibarkan sang Saka.

Memang, kemerdekaan adalah salah satu hal yang patut kita syukuri apalagi dengan melihat bagaimana usaha para pendahulu  kita dalam memperjuangkannya. Ditambah lagi dengan segala cerita tentang tragisnya kehidupan di masa penjajahan. Sungguh, kemerdekaan adalah hadiah terindah setelah sekian ratus tahun tertindas.

Di bulan Agustus tahun 2018  ini, ternyata tak hanya menyambut hari kemerdekaan. Khususnya umat Islam, mereka juga menyambut Hari Raya Idul Adha atau yang lebih populer dengan sebutan hari Raya Kurban. Mungkinkah ada maksud tersembunyi dengan menakdirkan hari kemerdekaan beriringan hari Raya Kurban, entahlah. Yang jelas, keduanya memiliki persamaan. Semuanya tentang ketaatan, ketaatan terhadap pemimpin, ketaatan terhadap Allah dan Rasulnya. Ya, ketaatan dengan pemimpin yang mencita-citakan kemerdekaan yang dilandasi keyakinan serta manisnya iman membuat rakyat rela berkorban demi merebut kemerdekan. Coba kalau tidak taat , mending jadi jongos penjajah, kalau tidak yakin, tidak usah ikut-ikutan berjuang kalau akhirnya hanya mati bersimbah darah. Pun dengan ketaatan dan keimanan seorang Ibrahim dan Ismail yang diuji dengan sebilah pisau yang mana di akhir riwayat diganti dengan kambing. Kalau mereka tidak beriman, ayah mana yang tega menyembelih anaknya sendiri, begitu juga dengan Ismail, pasti sudah kabur lebih dulu.

Yah, betul, akan selalu ada pengorbanan untuk sesuatu yang indah. Mungkin saja di momen ini, kita diprogram untuk mengingat pengorbanan. Bukan tentang mengungkit jasa yang berbuah kesombongan, tapi penghargaan atas pengorbanan. Berbagai cerita veteran para pejuang kemerdekaan yang lebih berurai air mata daripada gelak tawa. Mereka yang konon berjuang di masa muda tapi terlunta-lunta di hari tua. Ah, bukankah bangsa yang besar itu adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan? Pahlawan pun kini tak hanya didefinisikan mereka yang angkat senjata. Marilah tengok diri masing-masing, sudahkah menghargai para TKI sebagai pahlawan devisa, menghargai para guru sebagai pahlawan ilmu, petani sebagai pejuang nasi dan lain sebagainya?

Semoga di momen ini, memang sesungguh-sungguhnya kemerdekaan yang kita rayakan. Merdeka dari segala belenggu, merdeka yang bertanggungjawab, merdeka dengan masih memperhatikan nilai dan norma yang ada. Begitu pula dengan hari Raya Kurban, semoga semakin meningkat iman dan Islamnya, saling peduli, saling berbagi dan saling menghargai. Yah, memang, sesungguhnya, kemerdekaan itu dekat dengan pengorbanan.

Kamis, 02 Agustus 2018

Ketika Merasa Asing di Tempat yang Lama



“Huhuhuuuu.....kenapa pada resign......,aku kan belum tahu ngapain kalau resign, mana tanggungan banyak...”
 ( Nggak perlu ditangisi keuleusss)

Membuka lembaran baru setelah liburan berlalu. Yah, yang namanya hidup mah, emang kadang manis kadang pahit, asem kecut, kadang bisa bareng, kadang sendiri-sendiri, ada yang tetap bertahan, ada yang mengundurkan diri. Nggak penting sih mencibir kenapa stay ato kenapa left, cukup saling menghargai dan jaga silaturrahmi saja si sebenarnya.

Tak jarang seorang individu memilih untuk bertahan karena beberapa alasan, sementara sebagian besar memilih untuk berhenti ( itu siapa yahhh hahahaaaa). Rasanya biasa saja ketika masih dalam suasana libur, however, ketika romansa kerja di depan mata, saatnya back to rutinity, kok ada something different gitu ya. Merasa jadi orang baru, bukan karena kita newcomer tapi justru kita yang old member dan mager. New people are hired while the previous are out. Masih “meraba”  orang baru, eh, maksudnya mengenal orang yang baru. Ya kali kalau mahasiswa mah kita OSPEK, kalau di dunia gawe mah, jaim dong hahhaaaa....

Okey lah, sedikit trik untuk membetahkan diri di lingkungan yang sebenarnya kita adalah yang mbaurekso, hohoho.......stay calm beib....;

·          Banyak membaca atau menulis di laptop.
Kegiatan apalagi coba, demi menjaga maruah diri, menahan bicara, menghindari  keceplosan, rubbish talk dan sebagainya. Dengan membaca setidaknya kita lebih tampak intelek daripada Cuma update status, main tik-tok apalagi tidur. Nah, serangkai dengan membaca, menulis tampaknya bisa jadi pilihan. Entah itu di diari, document atau meramaikan wattpad.Yah sesekali, tengok kiri-kanan, lamat-lamat mendengarkan esensi obrolan mereka, dipikir-pikir, connect nggak dengan isi otak kita wakakaaaakaa.....
·         Menawarkan bersantap bareng
Wah, ini ini, sebagai orang yang dianggap lebih tua, eh lama, nggak ada salahnya menawarkan keripik atau biskuit sebagai teman nge-teh. Percayalah, hal itu tidak akan sia-sia. Bukankah kodratnya itu yang tua menyayangi yang muda dan yang muda respect kepada yang lebih tua...hahahaaaa......
·         Berbicara seperlunya
Maksudnya di sini adalah menghindari yang namanya overacting. Tidak terlalu lebay berbicara dan hindari topik-topik sensitif seperti rekan kerja, atasan maupun yayasan, eh....Bisa jadi kita itu malah dicap sebagai racun, kompor, provokator, aligator, kondensator dan sebagainya. Lebih amannya mah bahas acara semalam seperti The Comment, Show Karma atau sitkom-sitkom yang lain yang lebih layak dibincangkan.
·         Ringan tangan
Ya, sebagai tetua di tempat kerja, adalah tabu dengan jawaban tidak tahu. Mnecoba untuk membantu kan nilai plus, tabungan amal dan image diri yang positif. Kalau ada rekan yang bertanya, minta tolong, responlah dengan sebaik mungkin.
·         Jaga kekompakan
Entah dia orang baru, orang lama, yang jelas kalian sudah jadi team. Tak peduli senior, yunior, tua, muda, single atau double, yang penting tetap kompak, saling tolong-menolong, saling support. Yah, yang namanya bekerja di dalam kapal yang sama, kan bisa oleng kalau bocor didiamkan saja ( eh, ini ngomong apa coba hahaaa....)

Anyway....hidup itu dinamis, atas bawah, cepat lambat, datang dan pergi. Emosi negatif seperti dengki iri, pelit, julid( eh, ini bukan ya) itu Cuma mengikis nilai kita entah dimata sesama maupun sang Pencipta. Selow boss, let it flows, bercanda hayuk, baper jangan, prestasi yes oke.  Keep up the good work ( ini nasehat buat aku sendiri sih). Eh, kira-kira ada yang yang mau menambahkan trik di atas ga?







Rabu, 04 Juli 2018

Pudarnya Pesona Sekolah (Negeri) Idola


Pertama-tama, mumpung masih bulan syawal,saya ingin sungkem, meminta maaf pada sahabat semua. Permintaan maaf juga buat Kang Abik yang nyatut kata-kata dari karyanya untuk judul di atas, hehehee...peace.

Pada momen ini memang semua nampak sibuk. Tak hanya perkara hari raya tetapi juga bertepatan dengan pergantian tahun ajaran. Sebagian bersyukur dengan kenaikan kelas, sebagian lagi deg-deg ser dengan hasil ujian akhir dan hunting sekolah baru.

Jargon “ ganti menteri, ganti kebijakan “ memang masih terpatri dalam hati ( bahasa opo iki rekkk). Ada yang berbeda dengan penerimaan siswa baru sekarang ini. Sejumlah umat disibukkan dalam perbincangan sebuah kebijakan; ada yang pro adapula yang kontra.

Adalah kebijakan zonasi which is menjadi trending topic baik di kalangan pendidik maupun orang tua murid. Why? ?? Betul bila alasannya menghindari macet. Apalagi untuk daerah metropolitan yang memang penuh drama, entah polusi, macet atau segala entah yang lain. Jadi, pendek kata, sekolah yang dekat sajalah. Akan tetapi, kebijakan ini juga menuai kontra dimana saat ini memang ada kasta-kasta di sekolah mulai dari favorit, menuju favorit hingga (maaf) cap sekolah buangan.

Kebijakan zonasi ini memang memprioritaskan siswa yang paling dekat. Beberapa berpendapat bahwa jalur zonasi ini bisa memicu menurunnya kompetisi apalagi untuk kalangan sekolah favorit yang dikenal dengan standar input yang tinggi. Bisa jadi, dengan kebijakan zonasi, anak yang dibawah standar bisa masuk ( mungkin lho ya, tidak memukul rata pengguna zonasi).

Lain di kota, lain juga di desa. Di daerah daerah tertentu, dengan lalu lintas yang lengang, jarak tempuh yang pendek ( tempat asal saya dulu), saya pikir nggak terlalu berpengaruh. Apalagi biasanya di daerah, sekolah-sekolah berdiri di pusat kota, lha kalau orang-orang yang di pelosok artinya melalui jalur yang lain saja, oopssss. Bahkan, dari dulu akrab dengan teman-teman yang rela kos karena memang rumah mereka jauh, demi apa coba, ya demi sekolah yang lebih berkualitas lagi berfasilitas.

Kebijakan zonasi ini sebenarnya bukan hal yang baru di beberapa negara, terutama negara maju. Pemerintah mendukung penuh pendidikan dengan menyediakan segala sarana dan prasarana yang sama sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial antar siswa. Kelengkapan suatu fasilitas kan salah satu daya tarik siswa baru, seperti wi-fi, AC, laboratorium dan lain-lain.

Yah, sebagai pelaksana kebijakan, hendaknya berlapang dada ( sheila on7 hahahaaa)....Selalu ada konsekuensi di tiap keputusan. Untuk guru-guru sekolah favorit, percayalah kalian akan lebih pintar dalam mengolah strategi karena bisa jadi input siswa bisa beragam, tak bisa kau pilih hanya berdasarkan nilai ujian. Seperti apapun input, yang penting outputnya kan? Semoga prosesnya baik dan berkah ( duuuh, sok adem banget yey). Semoga dengan kebijakan ini membuat pemerintah untuk menyegerakan untuk menyamaratakan fasilitas semua sekolah( ribet amat bahasanya mbok). Bagi yang punya usaha kos untuk memfasilitasi siswa jarak jauh, yah semoga diganti dengan para mahasiswa yang butuh tempat berteduh. Eh, mahasiswa nggak kena sistem zonasi kan?

Jumat, 01 Juni 2018

Bersiap untuk selamat ; karena alam adalah kawan


source : viva.co.id
Sebagai negara yang dilintasi Sirkum Pasifik, tak ayal, bahwa Indonesia mempunyai banyak gunung berapi. Patutlah bersyukur, dengan adanya gunung-gunung berapi tersebut turut menyumbang keindahan alam dan kesuburan tanah. Sebagaimana yang dilantunkan oleh Koes Plus, tanah kita adalah tanah surga, tongkat, kayu dan batu jadi tanaman.

Namun, selain keindahan dan kesuburan, gunung berapi juga menyimpan misteri, ibarat bom waktu yang bisa meletus, kapan saja. Tercatat letusan maha dahsyat berhasil membawa nama Indonesia ke penjuru dunia melalui abunya. Beberapa gunung gagah itu seperti Krakatau yang abunya sampai Astralia, Tambora mencapai Eropa, dan ribuan tahun sebelumnya, ada gunung purba Toba yang konon abunya mencapai GreenLand.

Sampai sekarang pun, gunung berapi di Indonesia nampaknya silih berganti menampakkan seringainya. Dalam dua dekade terakhir, tercatat beberapa gunung yang terbatuk-batuk seperti Sinabung, Lokon, Soputan dan yang terakhir adalah gunung Merapi. Beberapa ada yang kehilangan nyawa, luka-luka atau harus rela lahan pertanian tertimbun untuk sementara waktu.

Yah, ada kalanya alam menunjukkan taringnya. Ibarat berkawan, kadang terjadi perselisihan, ngambek, marah. Itu adalah tentang bagaimana kita mencari celah untuk memahami sehingga korban bisa diminimalisir bahkan tidak ada.

Dengan pengetahuan tentang gunung api dan didukung dengan kemajuan transportasi dan informasi, hal ini bisa meringankan dalam menghadapi bencana gunung meletus. Begitu pula dengan  mengenali bahayanya, mengenali gejalanya sehingga bisa mengurangi resikonya . Ketika gunung itu meletus, lahar panas menerjang meluluhlantakkan semua. Ditambah dengan awan panas dengan pergerakan begitu cepat, memanggang apapun yang ia lewati.

 Biasanya, masyarakat setempat dengan kearifan lokalnya dapat melihat gejala alam sebagai tanda-tanda gunung meletus, antara lain :suhu di sekitar gunung meningkat, mata air mengering, sering terdengar gemuruh, kadang-kadang gempa kecil dan terjadinya migrasi hewan-hewan dari gunung.
Kalau sudah begini, sudah pasti gelombang kepanikan menyebar.  Tetap tenang dan stay alert.

Beberapa hal berikut ini disarankan ketika terjadi letusan :
Menghindari daerah rawan bencana, daerah dimana dilalui lahar, lereng gunung dan lembah.
Menjauhi daerah angin di gunung berapi. Hal ini untuk menghindari hujan abu
Memakai baju yang melindungi tubuh seperti baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lain-lain.
Memakai kacamata, bukan lensa kontak.
Jangan lupa memakai masker.
Ikuti petunjuk dari tim penyelamat

Untuk poin yang terakhir, ini penting karena beberapa orang masih ada yang suka menempati rumahnya kendati bencana makin memburuk. Mereka beralasan dengan harta khususnya ternak yang mereka tinggalkan. Ayolah, harta bisa dicari tapi nyawa hanya satu. Memang betul, kematian adalah takdir tapi setidaknya kita sudah berusaha.

Sebagai informasi terkini, untuk membantu masyarakat terkait gunung api, baru-baru ini bnpb meluncurkan aplikasi cek posisi untuk gunung Merapi. Adapun fungsi dari aplikasi ini adalah untuk memetakan daerah sekitar gunung Merapi berdasarkan statusnya. Melalui aplikasi ini kita bisa tahu daerah mana yang aman, rawan maupun berbahaya. Semoga dengan adanya aplikasi ini mempermudah dalam mengevakuasi ketika sesuatu yang buruk terjadi.

Bersahabatlah dengan alam bukan menzaliminya. Letusan yang terjadi belum apa-apa dibandingkan karunia pesona alam dan kesuburan tanahnya. Gunung meletus memang kehendak alam. Bertakwa dan bersabarlah atas kehendakNya. Sungguh, dunia ini penuh keseimbangan, ada sedih, ada senang, ada karunia ada bencana. Dengan datangnya bencana, disitulah kita dites kualitas beragama kita. Sebagai pamungkas mari bersama-sama menjadi masyarakat melek bencana, mengetahui gejala, penyebab, akibat dan bagaimana bertindak dalam menanggapi bencana.


Minggu, 29 April 2018

Guru ;hidup mulia, menyemai surga




“Pelajarilah adab sebelum ilmu lainnya” (Imam Malik)

Sebagaimana kata-kata bijak di atas, bagi para penuntut ilmu, adab adalah yang lebih dahulu dipentingkan. Ulama Yusuf bin Al Husain pun setali tiga uang dengan menyatakan bahwa dengan adab, orang bisa dengan mudah mempelajari ilmu. Hal ini berarti semakin adab kita kurang, makin sedikit pula ilmu yang kita serap.

Tanpa embel-embel pahlawan tanpa tanda jasa pun, Allah sudah memuliakan guru dengan menjamin pahala yang terus mengalir atas ilmu yang disampaikan meskipun guru sudah tiada. Kata pak guru ketika saya masih di bangku SD, ilmu yang bermanfaat termasuk amal jariyah, sebanding dengan sedekah. Dilogika sajalah, orang-orang boleh bercita-cita sebagai dokter, pengacara atau bahkan presiden. Namun, itu semua mustahil tanpa keberadaan guru.

Sadar akan pentingnya profesi guru, sejumlah negara menempatkan profesi guru sebagai pekerjaan yang bergengsi, tak kalah dari pekerja kantoran. Di negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand, para guru digaji yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. Data dari sebuah laman online menyebutkan bahwa gaji di negara-negara tersebut di atas lima juta rupiah. Bahkan, konon di Singapura, tetangga kecil kita, gaji guru bisa mencapai ratusan juta per tahunnya.

Berbeda dengan negara tetangga, kehidupan guru di Indonesia memang kurang memuaskan. Bahkan di sejumlah daerah bisa dikatakan memprihatinkan. Tak jarang kita mendengar berita kerasnya kehidupan guru di pelosok, tantangan alam yang tak sebanding dengan gaji yang ia terima. Tak hanya itu, akhir-akhir ini merebak berita tentaang penganiayaan terhadap guru. Entah itu mengakibatkan cedera raga, masuk penjara bahkan hilang nyawa. Betul juga kata-kata di meme di media sosial “ guru sekarang tak hanya menguasai ilmu pelajaran tapi perlu juga dibekali ilmu hukum dan ilmu bela diri.” Untuk para orang tua, mari panjangkan sumbu, dinginkan kepala, semua pasti ada solusinya".

Di perkotaan sendiri, guru-guru mulai sedemikian kreatifnya dengan sambilan seperti menitipkan snack di kantin, les hingga malam bahkan ada yang nyambi ojek online. Alasannya, sudah tentu karena himpitan ekonomi.

Memang, beberapa sekolah sanggup untuk menggaji guru dengan jumlah yang layak, tapi berapa persen dibandingkan dengan gaji yang menggenaskan tersebut? Selain disibukkan dengan rangkaian tupoksi guru, faktanya, guru juga diribetkan pemberkasan tetek bengek entah itu untuk tunjangan, PPG, UKG , UKG, sertifikasi atau entah itu namanya yang tentu saja syaratnya cukup menguras tenaga dan waktu.

Pemerintah pusat tak sepenuhnya buruk memang. Anggaran pendidikan sudah ketuk palu, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya tapi entahlah, kadang implementasinya sedikit mengecewakan. Nominal sertifikasi dan berbagai tunjangan yang cukup meleleh tapi diimbangi dengan birokrasi yang membuat emosi sunat sana-sunat sini. Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa anggaran tersebut tidak hanya melulu untuk guru tapi juga berbagi untuk pembangunan infrastruktur juga. Tapi lagi-lagi, soal pelaksanaannya, kadang keinginan yang di atas dan yang di tingkat bawah berbeda. Tak hanya itu, serangan psikis karena perbedaan kasta, antara guru PNS dan honorer kadang muncul. Mentang-mentang honorer kinerjanya harus begini harus begitu, capeknya sama, gaji aduhai tak kunjung tiba.

Kita tidak bisa berharap dengan pemerintah untuk menggaji semua guru dengan jumlah yang sama sementara tanggungan pemerintah begitu beragam. Marilah tetap berjuang, menyuarakan aspirasi dengan aksi yang berkelas juga. Tidak saling merugikan diri sendiri maupun orang lain ( siswa). Mengutip dari nasihat kyai Maimoen Zubair : “ kalau jadi guru, dosen ataupun kyai, kita harus punya usaha lainnya. Dengan adanya usaha sampingan, kita tidak perlu megharap pemberian orang lain”. Aah, ada benarnya juga pak Kyai.

Yah, mau jadi apa kita, itu adalah  pilihan masing-masing. Semua memang ada konsekuensi yang diterima. Berjuang tak mengapa tapi dengan cara yang elegan juga, malu sama ijazah. Orang Jawa bilang, “ guru itu digugu dan ditiru” dipatuhi dan diteladani. Perilaku dan tutur kata dijaga karena menjadi teladan para siswa. Untuk mendapatkan hal yang baik, tentu saja dilakukan dengan cara yang baik pula.

Sahabat guru, jalan di dunia pendidikan memang tak selalu mulus. Bersyukur jika bernaung di sekolah keren atau pegawai negeri sipil. Tetap jaga dalam berperilaku, berbahasa dan berbusana. Adapun saudara-saudara yang masih menempuh jalan terjal berliku, tetaplah semangat. Jadikan pengajaran kita sebagai tabungan amal di surga nanti. Tetap ikhlas dan bersyukur sebagaimana yang telah tertuang di Q.S At thalaq :4 : Barang siapa yang bertakwa, maka Allah akan mudahkan urusannya.” 

Tetaplah menjadi pribadi yang positif sambil berdoa ,” Duh Gusti, paringono sedan. Kalau kekecilan, Alphard pun tak mengapa.”

catatan : tulisan ini pernah diikutsertakan dalam lomba menulis yayasan alfitra Bekasi

Selasa, 17 April 2018

Dimana Anak Guru Bersekolah???


Yang jadi guru angkat tangannya.....!!!!

Kata sejumlah kolega, mengajari anak sendiri berbeda dengan anak orang lain. Aku pikir-pikir dan rasain, ya memang begitu. Ada kalanya justru tidak sabar menghadapi anak sendiri. Segala teori edukasi tidak begitu diaplikasikan LOL.

Dengan alibi anak-anak sendiri, kita lebih bebas untuk ngomel-ngomel tanpa ada komplain sebagaimana di sekolah ( mentoknya ya kakek nenek turun tangan dengan segala petuahnya, yee kan). Lalu, bagaimana ketika memilih sekolah, apakah di sekolah tempat kita ngajar atau di tempat yang lain? Berdasarkan riset fiktif , beberapa hal berikut mungkin bisa jadi pertimbangan ; yay or nay yaaa....:
1. Ngirit Ongkos

Masa si??? Ya jelas to. Sekalian kerja, sekalian nganter anak sekali jalan. Biasanya, sekolah menerapkan adanya diskon khusus untuk penduduk asli. Nikmat mana yang kau dustakan. Satu-satunya yang nggak bisa diirit adalah jajan ( mungkin ya). Biasanya, mentang-mentang ada emaknya/bapaknya, jadi bebas minta jajan.
2. Mengontrol emosi

Nah, ini buat yang mudah meledak-ledak, mungkin perlu olah emosi, jaim, sabar kalau si ucil ngambek. Gunakan teori parenting untuk meredam gejolak yang ada.
3. Mengurangi tendensi 

Ini sih intinya menyamaratakan. Dari hal sepele, membiasakan anak untuk membedakan rumah dan sekolah. Membedakan kapan bunda, kapan bu guru. Uji tendensi juga terjadi ketika mengajar di kelas anak kita. Entah ia jadi trouble maker atau saat ujian. Jangan sampai buta hati mentang-mentang anak sendiri yeee.

Sebenarnya, kita tak harus menyekolahkan anak di tempat yang sama dengan kita. Sebagai contoh ; tempat kita lebih jauh, ada yang lebih murah dan sebagainya. Nggak salah sih, ada beberapa hal yang (mungkin) bisa diperoleh dari tempat yang berbeda ini. Tapi ini mungkin ya, jadi nggak bisa dipukul rata untuk semua warga:


1. Lebih mandiri

Mandiri di sini maksudnya tidak mengandalkan orang tua.Tidak bisa gelendotan yang dikit-dikt “mah...pah...” jadi mamah papah juga tenang bekerja...peace...


2. Bisa bercermin terhadap sekolah lain


Tentu saja ini bukan dengan niat yang buruk. Kita bisa lihat dari kegiatan-kegiatan, contoh soal ulangan, peraturan dan sebagainya. Yah, seperti berbagi pengalaman gitu deh. Kalau ada yang bagus, kenapa tidak kita ikuti. Bahasa kerennya sih, ATM, amati, tiru dan modifikasi.
Anyway, mau sekolah di mana, ya monggo. Kalau saya mah, kalau bisa ya murah, dekat baik pula haahaaa.....yang jelas sih, harus tetap sekolah karena bisa dapat ijazah. Nggak ada ijazah=nggak bisa kerja=nggak dapat duit=miskin=lapar=penyakit=mati. Duhhh.....lebay nggak sih

Kamis, 05 April 2018

Ulang Tahun Kagome

Kagome berseri-seri. Ia mengutarakan niatnya untuk pulang kampung. Inuyasha pun mengiyakan berangkat sore harinya. Katanya ia akan mencari rempah-rempah untuk oleh-oleh.

“Baiklah, tapi jangan kulit siluman lagi kau sertakan,”katanya. Inuyasha pun berlalu menghilang ke hutan.
***
Di rumah Kagome, ibu memasak kesukaan Kagome dan menantunya. Seperti biasa, tanpa lada dan cabai. Sementara itu, Sota sedang kuliah dan kakek sedang memilah bawaan cucunya. Barangkali ada yang berkhasiat lebih dan bernilai ekonomi tinggi.

“Sepertinya ibu sudah mempersiapkan bahan makanan sejak jauh-jauh hari,”ujar Inuyasha.
“Yaa, ibu kan tahu kalian pasti kesini.”
“Kok bisa? kan tidak ada telepon di tempat kami.”
“Ahaa....besok kan ulang tahun Kagome. Biasanya kami makan bersama, “ jawab ibu.
“ Aihh....ibu bikin kue tart segala.” Kagome tiba-tiba bergabung di dapur. Tak elok rasanya
membiarkan ibu memasak sendiri.

“Iya sayang, kebetulan ibu tak terlalu sibuk. Oh iya, ini lilin angkanya bisa kau pasang.”
“Lilin angka?”
“Iya, lilin itu menandakan usia kita. Oh iya, ngomong-ngomong, Inuyasha, berapa usiamu?”

Dengan muka ceria ia menjawab, “ masih 25 tahun “
“Ditambah masa tidur Inuyasha ketika disegel Kikyo selama 50 tahun. Jadi usianya 75 tahun,”jawab Kagome enteng.

Dengan mata dingin dan muka kecut, Inuyasha pun membalas, “ meski aku seusia kakekkmu, tampangku masih seusia cucunya kaaann...”

Rabu, 28 Maret 2018

Bagi Kalian yang Tak Pandai Menawar




“Eh kamu beli ini berapa?”
“ Lima ratus ribu”
“Mahal amat, aku kemarin tiga ratus dapat” (Nelen dompet)

***
Makin ke sini keinginan manusia makin beragam dan hasrat belong to something makin kuat. Ditambah dengan maraknya kios entah di dunia nyata maupun fana, eh maya, mata kita seakan dimanja. Apalagi nonton berita Syahrini, Gigi atau Nia Ramadhani, duuuhh.......sungguh, ingin sekali menuliskan hobbi shopping di kolom data diri.

Karena saya tahu diri, shopping bukan hobi sih, Cuma memang butuh, butuh untuk dipakai, untuk dimakan, bukan untuk pajangan sebagai koleksi. Itupun masih banyak yang dipertimbangkan, kira-kira urgent tidak, masih ada nggak yang jadi akar daripada beli rotan, habis beli masih ada amplop cadangan akhir bulan nggak, and ndebrew and ndebrew. Apalagi saya ini tipikal orang yang tak pandai menawar, bawaannya nggak mau bersilat lidah sampai berdarah-darah (lebay). Kalau kejadian seperti percakapan tadi di awal sih, sebenarnya agak nyesek juga ya.

 Nah, biar nggak nyesek di kemudian hari, di sini akan disajikan beberapa petuah meski Cuma remah-remah. Bagi yang punya waktu luang bolehlah membaca sampai akhir, tapi kalau sibuk ya abaikan saja. Sungguh, tak elok menghabiskan waktu beberapa menit hanya untuk membaca tulisan ecek-ecek ini say.

1. Ajak emak-emak pandai menawar

Kalau habis gajian, bolehlah ya ajak emak-emak yang militan ke tanah abang. Demi apa coba selain untuk mendapatkan harga yang ndlosor. Kuncinya adalah sabar dan jangan ikut campur dalam ia mendiskusikan harga. Emak-emak jenis ini sudah kebal dengan drama penjual. Prinsipnya adalah dengan uang sekecil-kecilnya, kita bisa mendapatkan barang sebanyak-banyaknya. Emak model ini nggak mempan dengan wisdom “ biar jadi rejeki penjualnya” hahhaaaa.....tapi perlu dipertimbangkan bahwa ngajak orang berarti menanggung ongkos dan akomodasi. Siapkan untuk tiket kereta bolak-balik plus soto ayam kalau perlu ke pijat refleksi. Ingat, jangan sampai pengeluaran lebih mbludak daripada jalan sendiri ya...

2. Belanja di fixed price

Nggak punya teman ahli menawar? Tipikal orang solitude? Introvert? Mlipir saja ke fixed price. Kalian nggak perlu buang ludah untuk menawar, paling dijawab, “harga pas” mbak. Yang perlu dipersiapkan tentu saja fulus dan mental kalau ternyata tetangga sebelah bisa juga menawar di fixed price itu.

3. Giat Bekerja

Ini adalah solusi yang tepat dan reasonable. Mau belanja? Males menawar? Mau dapat banyak? Ya kerja giat kalau perlu lembur untuk mendapatkan pemasukan lebih. Karena, pada intinya, barang-barang itu dibeli dengan uang bukan daun apalagi hanya senyuman manis.

4. Tawakal sebagai bukti cinta Illahi

Ini adalah titik di mana kalian mencapai ketenangan batin. Nggak perlu nyesek lihat orang lain mendapatkan harga yang lebih murah. Dengan prinsip “sudah jadi rejekinya penjual” membuat hati lebih nyesss. Berbekal dengan dalil “ mempermudah rejeki orang lain sama dengan mempermudah rejeki kita sendiri” sudah cukup membuat kita tidur lebih pulas yee kan.

Anyway, tawar-menawar adalah sesuatu yang biasa dijumpai hanya saja memang ada beberapa yang enggan atau malah sebaliknya. Bagi yang pencari harga murah garis keras, mbok ya jangan sadis-sadis amatlah ya kalau menawar. Para penjual kan nggak hanya modal duit tapi tenaga, belum lagi kalau modalnya masih ngutang. Woles sajalah ya. Untuk penjualnya ya kasih harga yang reasonable ya, win-win solution gitu. Rasulullah kan juga sudah mencontohkan bagaimana menjadi pedagang yang baik, seperti dalam hal mengambil keuntungan, menakar barang dan lain-lain. Jadikan muamalah dalam jual-beli menjadi tabungan amalan nanti, yee kaaan, salam.......



Kamis, 22 Maret 2018

Pekerjaan yang Cocok untuk Eks-Guru


Kok judulnya terdengar visioner atau gimana ya...hahaaaa........Anyway, yang namanya jenuh itu merupakan hal yang pasti brosis, termasuk dalam hal pekerjaan sekalipun. Ada yang memutuskan untuk keluar ada pula yang memutuskan untuk bertahan karena beberapa alasan. Ada yang berpendapat bahwa yang suka gonta-ganti adalah jiwa para petualang, sedangkan yang settle bertahun-tahun adalah jiwa-jiwa susah move on, entahlah.
Biasanya si ya, meskipun sudah  resign, karena sudah terbiasa dengan kesibukan, target dan sebagainya, sejumlah orang pun nggak bisa berdiam diri di markas kebesaran. Beberapa ada yang mencari pekerjaan yang sama dengan yang terdahulu, namun adapula yang memulai hal baru. Nah, di sini saya akan kasih ide buat teman-teman yang baru resign terutama yang berasal dari rumpun pendidikan.

1. Les privat
Ya, guru itu kan dekat dengan ilmu. Mungkin menjadi guru privat bisa jadi pilihan pengalih kesibukan. Nggak jauh beda dengan di sekolah yang mentransfer ilmu, hanya waktunya bisa lebih fleksibel, nggak perlu melaporkan RPP, PROMES apalagi analisis nilai yang menjemukan itu. Beruntunglah yang siswanya banyak, sudah pasti pundi-pundi rupiah cukup melimpah. Apalagi kalau rajin membuat modul, tentu saja bisa menambah nilai ekonomi.

2. Membuka toko ATK dan fotokopi
Sebagai mantan guru, pasti lebih tahu alat-alat yang sering digunakan berikut dengan merknya dan musim-musim dibutuhkannya. Mesin fotokopi? Yeah, bagi yang bekerja di sekolah besar biasanya sudah dilengkapi dengan mesin fotokopi. Nah, dari situlah kita belajar.

3. Juru ketik
Nah, kalau yang ini pintar-pintar  nyari celah  orang yang malas tapi banyak laporan yang harus dibuat. Tetapi jangan yang terlalu beresiko seperti laporan ilmiah yang harus eksperimen dahulu. Yang safe ajalah seperti ketik ulang dari modul  atau mungkin ngetikin skripsi. Biasanya usaha ini menjamur di sekitaran kampus. Eh, tapi kan sekarang kan zaman semua pegang laptop ya, kira-kira masih laku nggak ya

4. Motivator
Nggak ada kampus yang membuka jurusan motivasi. Nah, guru itu kan pinter motivasi siswa-siswanya agar menjadi lebih baik, naahh....ditambah dengan kemampuan publik speaking yang sip, sim salabim, nggak ada salahnya mencoba peruntungan ini. Mario Teguh sebelum melanjutkan pendidikan di AS, ternyata beliau pernah mengenyam di IKIP Malang lho.

5. Buka OlShop
Nah, ini ni, dengan bekal smartphone ditambah dengan banyak kenalan, memungkinkan anda- anda ini mempunyai pelanggan setia. Bagaimana tidak banyak, pertemanan dari teman kerja, teman kuliah hingga orang tua murid. Wah wah, sungguh mberkahi kan, jadi guru ini. Menebar ilmu sebagai amal jariyah ditambah persaudaraan yang luas. Bukankah silaturrahim itu memperbanyak rizki? Begitu kan?

Sebenarnya masih banyak lapangan lain mengingat passion masing-masing individu berbeda pula. Itu semua yang di atas kan Cuma ide, barangkali ada yang berkeinginan lebih daripada itu, ya monggo. Atau ada yang lebih inovatif lagi seperti ingin jadi Nia Ramadhani, kan lebih nyaman dan enak ya. Sik sebentar.....ambil kaca dulu....

Senin, 19 Maret 2018

Tayo : Keceriaan Sepanjang Jalan

Setiap sore si ucrit sudah duduk manis di depan layar kaca ditemani dengan malkist kesukaannya. Apalagi kalau tidak untk menonton kartun kesayangannya di channel  swasta. Sungguh, betapa kreatifnya RTv menggaet pemirsa militan dengan menayangkan kartun dari sore hingga waktu tidur malam tiba. Daan karena televisi sudah dimonopoli, mau tak mau, kami golongan tua ikut nonton. Yah, nggak apa-apa si daripada nonton sinetron yang isinya iri, dengki atau berita hoax tendensius yang hanya menyulut emosi .

Salah satu kartun favorit adalah Tayo, dengan lagunya “hai Tayo, hai Tayo, dia bis kecil ramah”. Dari lagunya saja sudah ketahuan kalau Tayo adalah sebuah bis. Dia tak sendiri, masih ada teman sesama bis seperti Ghani, Rogy, dan Cito.

Diceritakan bahwa mereka adalah sekumpulan bus yang mengangkut penumpang di suatu kota. Tidak perlu heran apalagi bertanya-tanya tentang logika di sini. Jelas, kartun ini di luar nalar manusia, bis bisa ngomong dan melaju tanpa adanya sopir. Kalau di dunia nyata sudah pasti itu adalah bis setan yang disempurnakan dengan diamnya penumpang dan pakaian yang serba putih.

Kembali ke Tayo, tontonan ini mengajarkan kita saling tolong-menolong, menghargai dan jauh dari dengki. Di situ tak terlihat bus yang menerjang kejar setoran melainkan bus ramah, saling menyapa yang selalu ditunggu-tunggu oleh anak TK. Sinergi yang bagus antara bus dan penumpang karena sadar akan saling membutuhkan. Karena ini memang untuk anak-anak, tentu saja tidak terdengar kata-kata umpatan seperti brengsek, sialan, kampret dan lain-lain layaknya sopir metro mini. Sungguh gambaran yang indah agar anak-anak cinta dengan transportasi publik, eaaa.

Selain itu, dengan adanya tokoh Hanna, kita jadi tahu bahwa profesi tak hanya melulu pilot, pramugari, dokter ataupun suster. Ya, Hanna adalah montir yang selalu ceria, ramah dan ringan tangan. Dia adalah sosok pekerja keras yang tak hanya mengandalkan dan mengeksplore body seperti di kisah “ montir-montir cantik”.

Tayo begitu safe untuk pemirsa anak-anak. Tak hanya bicaranya yang sopan, suka menolong tapi juga (sepertinya) jauh dari yang katanya konspirasi. Tidak ada bentuk yang nyleneh seperti sosis, tak bercelana kayak si pooh atau hanya kemben seperti Ariel Tatum eh Mermaid maksudnya.
Hanya saja, karena buatan asing, jelas tidak ada dakwah seperti ucapan Assalamualaikum atau doa naik kendaraan.

Selasa, 02 Januari 2018

Yang Terbelah, Yang Menggores Kisah

Menikah sejatinya tak hanya sebatas legalitas yang dibuktikan dengan dua buku kecil

Jagad dunia sosial heboh dengan pernikahan seumur jagung si cantik salmafina dan taqy Malik. Memang, keduanya bukan artis televisi yang wira wiri di sinetron maupun film, tetapi mereka adalah artis dunia Maya.

Salmafina, sebagaimana yang sudah publik ketahui, adalah seorang putri pengacara terkenal (pernah ada black record dengan menjalin hubungan dengan artis sinetron, kononnya). Sedangkan Taqy tercatat sebagai mahasiswa di Mesir. Dia adalah seorang hafidz dan dan tak jarang ia mengupdate kehidupannya di media sosial.

Di media banyak beredar alasan yang melatarbelakangi jatuhnya talak, apapun itu alasannya, saya memilih jadi tim rujuk nih, sayang ah, masih muda, cantik dan ganteng.
Dari kejadian yang dialami dua sejoli, ada beberapa hal yang bisa saya ambil hikmahnya, seperti :

Bersabar. Yah, sekalipun pilihan kita dikode melalui istikharah pun, tidak berarti bahwa biduk rumah tangga akan selalu mulus. Apalagi jika memang dari awal kita tahu bahwa kita tidak sekufu. Harus banyak-banyak belajar dan bersabar. Tidak sekufu bukan berarti tidak bisa bersatu. Banyak kita lihat pasangan yang salah satunya mualaf tapi tetap bertahan. Apabila kita merasa pasangan kita dinilai belum baik, anggaplah sebagai lahan amal dalam menjadikannya lebih baik. Sebagaimana yang tertuang di Ali Imran :146 :”Dan Allah mencintai orang yang sabar”. Dear ukhti, tetap bersabar, tetap belajar. Namanya juga hidup, penuh ujian, ehm.....

Curhat pada orang yang benar. Memang, kadang kita butuh seseorang untuk menumpahkan rasa, tapi sebaiknya cek kualitas tempat curhat kita. Orang yang cocok untuk dijadikan tempat curhat seperti bisa menjaga lisan agar tak keceplosan, berilmu ; dimana bisa menanggapi suatu masalah dengan jernih, dengan akal dan sesuai kaidah agama. Curhat dengan orang yang membuat lebih adem ayem, bukan tambah runyem. Jadilah AC, bukan kompor ya.

Bijak dalam bermedsos. Zaman medsos, bukan berarti harus semuanya disampaikan di medsos apalagi aib, pertengkaran, underestimate dan hal-hal yang bersifat negatif lainnya. Kadang publik hanya sebatas kepo tanpa urun solusi. Please, jangan apa-apa yang terjadi pada kita justru menjadi ladang dosa bagi orang lain ( ngomongin orang, uhukkk)

Yah, selama belum menyimpang, masih bisa diperbaiki, hayuklah ya. Setan itu bertepuk tangan kalau ada orang berpisah. Jangan percaya dengan kata orang nikah muda itu bla bla blaaa.....Usia boleh muda tapi dewasa ya dalam pemikiran, jempol dah. Para orang tua, hayuuklahh.....doakan anak-anakmu ini meraih sakinah, mawaddah, warrahmah.


English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...