Menikah bukan hanya menyatukan dua individu melainkan dua keluarga.....
Salah satu hal yang membuat kita mengerutkan badan ketika sudah menjalin hubungan dengan lawan jenis adalah ayah ibu dari pasangan alias mertua. Entah karena kebanyakan nonton sinetron atau mengkonsumsi micin, stigma bahwa mertua dan menantu mengalami crash adalah suatu hal yang umum terjadi. Dalam bahasa Jawa, mertua mempunyai kepanjangan “moro-moro, wes tuwo” yang mana maksudnya adalah datang-datang pas sudah tua). Dalam bahasa Inggris malah diplesetin, mother in law or monster in law, huahahaaaa.....
Memang, tak semua hubungan mertua vs menantu itu seperti yang digambarkan di sinetron. Masih banyak cerita-cerita indah tentang keharmonisan mertua menantu.
Mengingat judul ini adalah untuk mertua, jadi saya menulisnya berdasarkan kacamata menantu ya, sekali-kali yang muda yang bersuara( ini mah dah biasa yaakk).
Pertama, menantu bukan pembantu. Empat huruf terakhir memang sama, tapi percayalah, mereka berbeda. Jangan mengharapkan menantu akan menggantikan semua tugas rumah ( untuk yang serumah mertua menantu), sementara anak anda sendiri juga tipikal orang yang santai, (baca:malas). Bukankah sudah digariskan, yang baik untuk yang baik?. Apalagi kalau menantu adalah wanita karier. Mungkin dia mengerjakan apa-apa yang lebih ringan ataupun kalau sempat. Sungguh, bagaimana bisa mengharapkan Fatimah sementara sang lelaki masih jauh dari sosok Ali.
Kedua, lebih baik menegur anak sendiri. Ini bukan berarti membedakan tapi ya gimana yaaa.....Kalau ada sesuatu yang kurang pas, lebih baik tegurlah yang jadi suami. Bukankah seorang istri berkewajiban tunduk pada suami selagi syar’i? Kadang suasana hati juga berpengaruh si yaa....., menantu baru capek kerja, mertua main kritik saja, waduuh yang ada malah memantik api.
Then, anak lelaki memang milik ummi, tapi perlu disadari bahwa ia juga mempunyai anak istri. Sudah hal yang biasa sebagai seorang anak memberi jatah kepada orang tuanya. Akan tetapi, apabila setelah menikah jatahnya berbeda, ya dimaklumi dan disyukuri saja, nggak usah konferensi pers sama tetangga. Tinggal doakan, semoga rejekinya bertambah, anak mantu makin sayang, jatahnya tak berkurang.
Next, beda generasi, beda solusi. Di dunia yang serba melek teknologi dan informasi, sering-seringlah bertukar pikiran tanpa memaksakan atas nama pengalaman. Contoh : “kasih makan saja anaknya, dulu anak ibu umur seminggu sudah diberi pisang.” Pak, bu, sekarang jamannya ASI eksklusif je.
Anyway, nobody’s perfect. Kalau hanya lihat yang buruk-buruk saja, hati nggak bakal tenang. Perselisihan itu biasa, jangankan sama orang yang lain darah, sama saudara kandung saja kadang bertengkar. Keep calm dear. Memang, rumah tangga yang bagus itu yang tidak menyatu dengan orang tua, tapi kalau keadaan memang harus seatap bagaimana?everyone has their own background and reason ya. Semoga tetap harmonis, samara. Kata nasyid, langit memang tak selalu cerah. Ingat, sayur sop juga tidak nikmat tanpa lada.
Bener banget Bun. Pelajaran juga ya buat kita kalau nanti jadi mertua jangan begitu. Karena digituin itu ga enak ya ��
BalasHapusiya bun, balik lagi ke kitanya ya bun
BalasHapus