Duapuluh sembilan tahun....seperempat abad lebih ternyata.
Aku selalu menginginkan kalau hari esok cepat datang, begitu juga dengan
perjumpaan tahun yang baru. Tapi kalau ingat batang usia yang mulai meninggi,
kok rasa-rasanya pengin berlama-lama, jangan cepat berlalu. Usia yang menua
tapi belum banyak berkarya hikshikshiks....
Yaa ...duapuluh
sembilan tahun yang lalu....daku hadir dalam keluarga yang sederhana di pelosok
desa. Aih....kita memang tidak bisa memilih dari keluarga mana kita dilahirkan.
Kalau bisa, tentu semua ingin dilahirkan di tengah keluarga kaya, bahagia
layaknya raja. Kata ibunda tercinta, masa itu memang hidup pas-pasan. Kami
tinggal di rumah kakek-nenek, orang tua dari bapak. Untungnya kami tinggal di
kampung di mana banyak saudara, apalagi ayah ibu satu kampung. Jadi ya....bawa
hepi aja.
Tidak banyak hal menarik dari masa kecilku. Seperti anak
kampung jaman dahulu, masa-masa kaum 90an masih berjaya. Bermain pasir, mandi
di sungai seharian sampai ibunda keluar tanduk, mengaji selepas magrib dan
bermain-main kotor-kotoran lainnya. Alat-alat elektronik termasuk barang wah
waktu itu. Iya, betul, jadi ingat waktu pertama punya tivi ketika sudah kelas
dua SD, weleh. Diantara teman-teman, memang aku sih yang lumayan katrok. Aku
hanya bisa meminjam mainan gimbot ketika yang lain mampu membeli. Ketika
teman-teman mempunyai foto masa kecil, terutama foto khas bayi telanjang, aku
cukup menggunting-gunting untuk gambar
kliping saja. Anyway....tetaplah aku nikmati.
Nyatanya aku masih bisa tertawa dengan teman-teman. Hari
kemarin ledek-ledekan, hari esok udah lupa, main bareng lagi. Mainannya
surat-suratan. Lha iya, jaman dulu kan enggak ada hape buat sms-an. Tapi justru hiburan kita lebih banyak dan
mendekatkan teman-teman, daripada smartphone yang cenderung individualistis.
Ingat dulu bareng-bareng nonton acara tivi yang dipandu Agnes Monica, Maissy
Pramaishilla. Meski sekolah sampai Sabtu, tapi di hari Minggu kita serasa
dimanja matanya. Mulai jam tujuh pagi disuguhi Chibi Maruko Chan, Kobo Chan,
Doraemon hingga serial kartun hero lainnya. Dibanding sekarang, tivi kok
tontonannya alay mulu, ruang untuk anak-anak jadi samar bahkan tidak ada.
Menginjak usia lima tahun, aku dimasukkan ke TK. Itu awalnya
karena ikut-ikutan kakak yang diajari belajar tulis. Maklumlah, kami dua
bersaudara yang Cuma selisih satu tahun. Katanya sih, aku masuk TK di semester
dua. Karena sudah bisa sedikit-sedikit mengenal huruf, aku bisa masuk SD.
Sekolah Dasar waktu itu lebih menyenangkan. Pelajarannya tidak terlalu berat.
Masih ingat, dulu belajar membaca di kelas satu. Tidak seperti sekarang ya,
masuk SD sudah bisa membaca, pelajaran juga nampaknya makin berat. Jadi merasa
bersyukur menjadi generasi jaman dulu, 90an. Jaman dulu memang akademik yang
dikejar. Apalagi di sekolah ndeso yang rata-rata tekstual dengan guru yang
cukup sangar. Pernah juga dijewer karena
kepergok teriak-teriak pas kelas ditinggal guru. Tapi itu di-keep, kalau coba
lapor ke orangtua, malah ditambahin. Bukan hanya itu saja, di sekolah aku juga
punya teman yang spesial. Spesial, karena sudah tiga kali tinggal kelas, bahkan
ada yang kebalap adiknya sendiri. However, it’s normal, biasa. Memang faktanya
begitu adanya, halahh... Guru tidak nambah-nambahin nilai. Alhamdulillah, aku
sih enggak pernah ngalamin, malah beberapa kali juara ( uhukkk).
Selepas Sekolah Dasar, kami mulai hunting Sekolah Menengah.
Sekolahnya memang cukup jauh, sekitar lima kilometer. Dibilang jauh sih iya,
karena kami tempuh dengan bersepeda dengan medan yang cukup menantang. Jalannya
sudah halus, tapi itu lho, naik turunnya. It takes 45 minutes. Itung-itung
olahraga yaa. Ya , selama tiga tahun aku bersepeda bareng rame-rame meskipun
beda sekolah. Kan jadi enggak terasa
kalau jauh. Yang ban bocor, yang kehujanan, yang remnya blong, pokoknya asem
manis sekolah udah deh. Cuma urusan asmara memang seret ( ihik). Siapa coba
yang mau ngelirik bocah kampung, enggak bisa dandan gini, huhuuhuu.....
Masa-masa bersepeda masih berlanjut sampai sekolah atas.
Enggak terlalu jauh dari SMP dulu dan agak lebih pede juga siy. Karena berbekal
ijazah yang nilainya enggak malu-maluin dan tentunya lebih tenang. Dikata capek
si capek tapi mau gimana lagi. Mau pakai motor? Enggak berani dan Cuma ada satu
motor di rumah. Mau ngangkot? Please deh, angkot di kampung nggak semudah di
kota besar. Mungkin dua jam sekali baru ada. Atau, kami harus berjalan lebih
dari satu kilometer ke kampung tetangga supaya dapat angkot. Wow. Daann....itu
masih berlanjut sampai sekarang lho. Dikarenakan keterbatasan transportasi itulah
orang-orangmemberanikan untuk kredit motor.
Masa SMA biasa-biasa aja sih. Memang karena pasif dan tidak
pede, jadi cukup di kelas, nguplek buku aja. Tapi bukan berarti kuper. Aku
masih bisa membuat tersenyum ayah ibu dengan nilai yang masuk sepuluh besar,
bahkan di akhir sekolah, ayah tersenyum karena naik panggung.
Lagi-lagi, karena sesuatu dan lain hal, aku kuliah di kota
sendiri. Bosen? Bisa jadi. Pengalaman travelling kurang terasah. Hal ini juga
yang bikin aku nggak punya nyali kalau pergi sendiri, bahkan sampai sekarang.
Apalagi saat ini aku sudah berdomisili di kota besar, diboyong suami.
Ya...setelah empat tahun lebih kuliah nyambi ngajar ke sana kemari, aku
berhasil keluar dari zona ini. Ya...enggak pernah pergi jauh, sekalinya pergi
jauh, itu ngikut suami. Memang, agak sedikit menyesal karena siklus hidup yang
begitu monoton sebelumnya. Tapi apapun itu, tetap bersyukur karena masih bisa
menatap dunia untuk hari ini.
Tulisan ini diikutkan dalam bundaafinaufara's1stgiveawayhttp://www.bundafinaufara.com/2016/03/bundafinaufara-1st-giveaway.html
Sama mbak..aku juga anak kampung kok..hehehe..
BalasHapusterima kasih sudah ikut Bundafinaufara Giveaway ya..
iya makk. jadi kangen masa-masa itu sebenarnya..
HapusAku juga anak kampung yg kebetulan hijrah ke ibukota krn ikut suami hehe
BalasHapusyg penting bersyukuuuuurrr :D
iyaa bener makk. tapii makkk...nyali pergi pergi baru sampai tempat kerjaan doang hahahhhhaaa
BalasHapusJadi inget ci luk ba ada maissy, ah sama nontonnya chibbi maruko ampe semua kartun sampe jam 12 siang full, bener2 kenangn masa kecil yang tak terlupakan ya hihi
BalasHapushahahaaa iya nit. skarang tinggal cerita, mungkin cm bebrp tipi yg bertahan dg acara kartun-kartun gituu yak
BalasHapusIyak, buat bahan dongeng anak cucu ni
BalasHapusSalam juga riby....makasih kunjungannya
BalasHapus