“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun
dan Maha Penyayang.....”
***
“ Kenapa lagi?”
“Aku agak
gimana gitu, nggak sreg aja.’
“Ada masalah
lagi?”
“Enggak si.
Malah belum berinteraksi sama sekali.”
“Yeee.....biasa
aja lagi, kalian kan dah bermaaf-maafan.”
“Tapi masih
inget aja..”
“Huffttt....”
***
Hayooo....siapa yang punya pengalaman yang sama dengan ilustrasi di
atas??? Yaah, adalah manusiawi jika seseorang punya salah. Ada kalanya orang
lain berbuat salah terhadap kita yang memicu naiknya tensi, tapi ada saatnya
kita berbuat salah, entah itu hanya verbal atau aksi tertentu.
Memaafkan berkaitan dengan kesejahteraan mental. Kalau belum
memaafkan, bisa dikatakan bahwa mentalnya masih terbebani. Memaafkan memang
nggak mudah, apalagi kalau masih mengandalkan hati daripada logika. Dari ranah
religius, sudah banyak tentu terapi untuk mendinginkan pikiran mulai dari
dzikir mengingat Allah, sholawat hingga ibadah-ibadah yang lain. Pun agama lain
pasti mengajarkan hal yang sama, memaafkan, mengampuni.
Menurut pendapat Doris Donneley dalam Putting Forgiveness into
Practice, ada beberapa langkah untuk memaafkan yaitu :mengenali luka batin
kita, memutuskan untuk memaafkan, menyadari kesulitan dalam memberi maaf dan memikirkan
efek negatif seandainya tidak ada kata maaf.
Sebagaimana firman yang dikutip di awal, bahwa memaafkan adalah perbuatan yang baik,
perbuatan yang diharuskan demi kedamaian semesta. Kalau perkara lupa ingat, itu
adalah perkara lain. Apalagi kaum hawa yang dicap sebagai ahli sejarah yang
baik (hehehhee). Ada timing yang membuat kita lupa akan kesalahan orang tapi
ada momen dimana tiba-tiba kita jadi ingat kesalahan mulai dari kelas teri
sampai kakap. Biasanya perlahan lupa ketika berkurangnya waktu dalam
berinteraksi, menyibukkan diri dengan kegiatan positif lainnya. Apabila
kesalahan orang lain tiba-tiba berkelebat, ingat-ingat kebaikannya. Masa iya
orang buruk terus? Masa iya nggak pernah melakukan kebaikan apapun? Bukankah
motto di mana-mana nobody’s perfect???
Lha, terus bagaimana kalau kelewat benci??? Hahahaaa,.....maafkan,
normalisasi hati, batasi interaksi,
daripada situ baper lagi.....jiahhhh.....huznudzon, tetaplah berprasangka baik
lhah yaa..... Kalau memaafkan membuat batin lebih tenang, kenapa tidak? Kalau
menyimpan kekesalan itu justru merusakkan sel-sel tubuh, mengurangi imunitas,
meredupkan rona dan membekukan hati, kenapa masih saja dipertahankan??? Allah
saja maha Pemaaf lho, bahkan pintu maaf Allah itu jauh lebih lebar daripada
hambaNya.
“The first to apologize is the bravest. The first to forgive is the
strongest. The first to forget is the happiest.”
Aaah, mungkin nggak sih kalau memaafkan dan melupakan itu satu
paket???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar