Bulan ini publik dikejutkan dengan berita pembocoran rahasia
dari sejumlah tokoh dunia yang disebut dengan Panama Paper. Kabarnya, dokumen
tersebut lebih tebal daripada pembocoran season sebelumnya yang diungkapkan
oleh Julian Assange melalui Wikileaks dan juga si ganteng Edward Snowden yang
merupakan mantan pegawai di CIA. Pada zamannya, halah, kedua orang itu cukup
sukses membuat negara superpower ( tanpa ranger) mendidih. Sejumlah tokoh
disinggung dalam paper tersebut, tapi.....ah sudahlah ( gaya babe cabiita )
karena itu tidak begitu berpengaruh dalam kelangsungan hidup kita.
yaa...kita.....wong cilik dengan masalah yang pelik. Apalagi kita yang
khususnya bekerja di ranah pendidikan.
Kebetulan, bulan-bulan ini adalah bulan di mana ujian anak
kelas ujung dilaksanakan. Memang, beberapa sekolah sudah menerapkan ujian
dengan komputer, tapi sekolah yang menggunakan paper-exam juga tidak sedikit. Kita
sebagai guru harus memastikan kalau anak-anak bisa mengerjakan karena ini
penting sekali, ya bagi semua pihak. Bagi siswa, tentu, karena exam ini akan
berpengaruh dengan kemana ia akan melanjutkan studi. Dengan mengikuti paper
exam ini, ia mempunyai bukti otentik yang ( Insyaa Allah) akan menunjukkan
kemampuannya. Bagi guru, tentu adalah hal yang membanggakan kalau siswa itu
mendapatkan hasil yang bagus dalam ujiannya. Pasti dong, karena hasil siswa
adalah tolak ukur kualitas guru ( ceileee). Sekolah juga tak kalah pentingnya
karena ini berkaitan dengan promosi sekolah dan masa depan sekolah itu. Kalau
sekolah tersebut memiliki anak-anak yang cemerlang, otomatis publik akan
berlomba-lomba supaya bisa menembus sekolah, te o pe.
Paper-based exam ini dipercaya untuk menjadi penentu
kualitas siswa. Ya....setelah sekolah sekian tahun dengan sekian materi
pelajaran dan untuk mendapatkan sertifikat lulus, siswa menempuh ujian akhir.
Sekolah sihh, maunya, mereka unggul dalam tiap pelajaran, apalagi kalau bukan
untuk mengangkat nama sekolah. Bagi siswa yang cerdas, ini adalah hal yang
biasa, tapi, bagi siswa yang biasa, mungkin mereka menganggap ini sebagai momok
seolah-olah kiamat sugra di depan mereka.
Bagaimana selepas ujian? Beruntunglah para pendidik yang siswanya menyumbangkan seragam layak pakai ke orang-orang yang masih membutuhkan. Yaa...semoga tidak ada siswa yang mencoret-coret seragam, alamakkk jahiliyah sekaliii. Lagi-lagi nama guru digadaikan.
Yahhh...kita doakan saja anak-anak
kita diberi kemudahan dalam mengerjakan soal. Kata mbah Maimun “ Jangan
mengharapkan anak pintar, ujungnya bikin kita emosi, tapi ajarlah dengan ikhlas
dan doakan”, kurang lebih begitu yaaa....( mohon koreksinya)
Panama papers mah, itu urusan
orang-orang kaya, biasa sajalah. Kalau exam paper? Walahhh.............itu
urusan masa depan anak didik kita, masa depan profesi kita, masa depan yayasan
kita, hahahahahhhhaaa....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar