Atas nama
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, beragam informasi pun mudah
didapat. Mulai dari fakta, hoax, kabar baik, kabar buruk, kriminalitas maupun
gosip selebritis, senantiasa menghiasi layar, entah tivi, entah laptop.
Salah satu
berita yang yang cukup awet, karena seperti cendawan di musim hujan adalah
kasus korupsi. Pada awalnya, korupsi seringkali terjadi di antara pejabat wakil
rakyat yang cukup menyayat. Akan tetapi, kasus memalukan ini seperti fenomena
gunung es. Faktanya, kini, tindak korupsi menyerang segala lini. Mulai dari
jajaran paling atas sampai dengan elemen paling bawah seperti pedesaan. Mulai
dari dana pengadaan kitab suci, identitas diri, sampai dengan pembangunan desa
pun masuk ke beberapa kantong pribadi.
Pelaku korupsi
pun bervariasi, meski harus diakui bahwa sebagian besar penjahat yang
berjulukan tikus kantor itu mrupakan pekerja berkerah putih. Mereka
berpendidikan tinggi, rajin beribadah ( Insya Allah) dengan standar gaji yang
tinggi.
Sebagai
masyarakat bawah, kadang-kadang heran, bagaimana bisa mereka melakukan hal
nista semacam itu padahal secara ekonomi, mereka sudah berkecukupan. Mungkin
ini yang dimaksud sebagai harta itu layaknya air laut. Semakin ditelan justru
semakin haus.
Memang ironi,
ketika beragam acara tivi yang menayangkan beragam derita rakyat, para pejabat
justru menyelipkan lembaran rupiah dari uang negara ke kantong pribadi mereka.
Celakanya,
kejahatan ini dilakukan secara berjamaah dan rapi. Yah, namanya juga
orang-orang pintar, kalem sajalah nggak perlu brutal meski intinya ya kriminal
juga. Sebuah komitmen untuk tutup mulut begitu dijunjung tinggi agar terhindar
dari jeruji.
Lantas, bagaimana dengan sikap kita jika menyaksikan tindak negatif
tersebut?Apa hanya cukup berdiam diri? Sekedar mencari-cari alasan ketika
diajak rembugan? Tunggu dulu....sahabat Ali pernah berkata : “ Kezhaliman
akan terus ada bukan karena banyaknya orang-orang jahat tetapi karena diamnya
orang-orang baik.”
Nahhh lhoooo....benar juga si ya kalau dipikir-pikir.
Nahhh lhoooo....benar juga si ya kalau dipikir-pikir.
Apabila menemui
sesuatu yang curang, sesuatu yang timpang hendaknya tidak usah ikut-ikutan.
Ingatlah keluarga, bagaimana bisa tega memberi nafkah haram kepada istri dan
buah hati. Bukankah sudah dijelaskan dalam Al Baqoroh :188 yang mana artinya "Dan janganlah sebahagian kamu
memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.
Jadi, sebagai umat yang taat, say no to corruption adalah sebuah harga mati.
Jadi, sebagai umat yang taat, say no to corruption adalah sebuah harga mati.
Meski
tugas menindak kejahatan itu adalah aparat, tetapi, sebagai orang yang cinta
agama dan negara, seharusnya tak hanya diam, melainkan turut serta dalam memberantas
tindak kejahatan ini.
Sebagai
contoh, tidak segan-segan untuk melapor apabila ada indikasi korupsi. Hal ini
memang tidak mudah apalagi jika nilainya cukup besar dan dilakukan oleh
orang-orang yang berpengaruh. Berisiko? Sudah pasti, apalagi di zaman yang
sudah mulai gila, orang tak segan-segan menghilangkan nyawa demi harta.
Akan
tetapi, agaknya kekhawatiran akan resiko tersebut tak perlu didramatisir.
Sekarang di negeri kita tercinta ini sudah ada LPSK. Apa sih LPSK itu? LPSK
merupakan singkatan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Sesuai namanya,
lembaga ini bertugas untuk melindungi saksi dan juga korban dari segala ancaman
dan intimidasi. Lembaga ini bertujuan agar proses penegakan hukum bisa
berlangsung lurus, jujur dan adil. Saksi dan korban tidak perlu was-was dalam
mengungkapkan suatu kasus. Yah, mungkin orang-orang belum begitu paham karena
memang lembaga baru. Weits...tapi kan sekarang jaman internet, coba deh
googling kata LPSK, mungkin bisa membantu.
Sebagai
wujud cinta negara dan umat yang beragama, sudah seharusnya kita menyisingkan
lengan. Menegakkan kebenaran adalah hak dan kewajiban setiap insan. Sebagaimana
hadist Rasulullah : “ Barang siapa di antara kalian menyaksikan suatu
kemunkaran, maka hendaklah is merubah dengan tangannya, jika tidak mampu maka
dengan lisannya, maka jika ia tidak mampu, maka dengan hatinya dan itulah
selemah-lemahnya iman.”
Nah, kira-kira kita termasuk insan yang mana
ya, kalau dengan tangan dan lisan masih mampu, kenapa hanya duduk manis???
yuppp....betul mbak
BalasHapusHmmm... sebenarnya bukan diam karena berpangku tangan. Tapi terlalu banyak yg bikin miris lantas memilih apatis. Memastikan yg masuk ke mulut kita dan keluarga berasal dari yg halal akhirnya menjadi fokus utama.
BalasHapusbetul ms fat, jadi cape sendiri lihat yang buruk, efeknya "yabg penting saya ga gitu aja". btw, ini yg nulis kemana ni
BalasHapus