"Setiap perubahan, meskipun perubahan yang lebih baik, pasti ada ketidaknyamanan. Dan ketidaknyamanan itulah yang harus diubah menjadi kenyamanan." (Anonim)
Perubahan adalah suatu keniscayaan. Adalah suatu hal yang lumrah,
bahwa perubahan zaman diikuti dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seiring dengan perkembangan teknologi, beragam teori di dunia
parenting pun bermunculan. Ada yang pro, ada yang kontra. Begitulah, Ibarat
perabotan, IPTEK layaknya pisau dengan mata yang tajam di kedua sisinya.
Di era modern seperti sekarang, segala sesuatunya memang
dipermudah. Alat-alat makin canggih yang merupakan buah kecerdasan manusia
pula. Salah satu produk dari intelegensi manusia adalah gadget.
Jaman sekarang, siapa sih yang tidak kenal gadget, smartphone, atau
yang juga bisa disebut telepon pintar???
Kemunculan telepon pintar itupun bak cendawan di musim hujan.
Pabrikan elektronik berlomba-lomba mempersembahkan karya terbaiknya untuk
segenap umat manusia. Hal inipun seirama dengan meningkatnya kesejahteraan
masyarakat yang bisa dilihat dari daya beli yang meningkat. Gadget dianggap
bukan barang yang mewah lagi melainkan kebutuhan primer yang membentuk pola
pikir bahwa salah satu item must-have adalah smartphone. Dengan piranti ajaib
itu orang-orang menghabiskan waktu senggang tanpa harus kemana-mana. Tak hanya
orang yang bekerja, anak-anak pun sekarang makin akrab dengan alat ini. Padahal
kalau dipikir-pikir, memiliki smartphone juga konsekuensinya harus mengisi
pulsa ataupun kuota.
Atas nama kesibukan dan kemudahan pula lah, orang tua lebih memilih
gadget sebagai mainan baru anak-anak mereka. Ketika tuntutan kerja yang makin
penat sementara orang tua tidak ingin direpotkan dengan kerewelan anak, maka
pilihan pintas adalah dengan memfasilitasi anak-anak dengan smartphone.
Apa sih yang tak bisa didapat dari smartphone? Ada banyak ragam
game baik online maupun offline. Selain itu, keberadaan media sosial yang menawarkan
segala kekreatifannya membuat anak makin betah menggenggamnyaberlama-lama,
istilah jawanya “anteng”.
Lalu, apakah semua akan baik-baik saja? Apakah tidak ada efek-efek
baik jangka pendek atau jangka panjang? Tunggu dulu, perlu diketahui bahwa teknologi
tidak datang tanpa konsekuensi. Sebagai contoh, penemuan kantong plastik yang
dibuntuti dengan kandungan zat karsinogen sebagai penyebab kanker, kemunculan
pestisida DDT justru menimbulkan masalah kesehatan pada anggota rantai makanan,
pemakaian AC dan kulkas yang belakangan disinyalir sebagai salah satu pemicu
global warming, dan masih banyak yang lain.
Begitu juga dengan kemunculan gadget. Sejumlah penelitian
menyebutkan bahwa penggunaaan gadget dengan durasi yang cukup lama dapat
menimbulkan masalah baik fisik maupun mental.
Pada sisi mental, penggunaan gadget bisa menumbuhkan sikap
antisosial. Seorang anak menjadi cuek, tidak peduli dengan keadaan
lingkungannya karena terlalu asyik bermain gadget. Bisa dikatakan bahwa gadget
menimbulkan candu. Bahkan di media sosial sendiri sering kita lihat kata-kata
sarkas “ smartphone menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh.”
Ada istilah baru tentang phobia yaitu Nomophobia ( No mobile phone
phobia), suatu ketakutan yang disebabkan karena kehilangan smartphone. Sebuah
penelitian di Inggris mengemukakan bahwa 66% dari 1000 responden menyatakan
merasa takut kehilangan atau terpisah dari ponsel mereka. Di Indonesia sendiri
memang belum ada data yang pasti, tetapi gejala apatis, antisosial itu sudah
biasa kita lihat. Banyak sekarang yang lebih suka mengurung di kamar dengan
bermain smartphone daripada bersosialisasi dengan tetangga. Ngobrol via media
sosial dirasa lebih asyik daripada berkomunikasi secara langsung.
Adapun fakta lainnya yaitu artis luar negeri, Selena Gomez,
diberitakan harus berkunjung ke psikolog karena tekanan mental akibat gadget.
Kabarnya sang artis mengalami ketergantungan yang membuat dirinya berulang kali
menatap layar smartphonenya, mengecek media sosialnya. Hal ini cukup menyita
waktu seolah-olah hidupnya dikendalikan oleh beragam media sosial, melihat yang
sebenarnya hanya bersifat sepele bagi kehidupannya.
Pada sisi fisik, ternyata riset kesehatan juga mengungkapkan
sejumlah fakta. Dibalik asyiknya bermain di depan layar smartphone, ternyata
ada ancaman kesehatan yang perlu diperhatikan seperti :
- Kegemukan. Tentu saja hal ini disebabkan karena biasanya orang-orang yang tengah asyik juga ditemani dengan cemilan tinggi kalori pemicu obesitas. Sudah tahu kan efek berantai yang diawali dengan kegemukan?
- Nyeri punggung. Hal ini bisa disebabkan karena sikap duduk yang monoton. Seorang ahli persendian Australia mengingatkan akan gejala “text-neck”. Karena terlalu lama menunduk, seseorang bisa mengalami ketidaknormalan tulang belakang.
- Efek radiasi. Ya, ketika terlalu lama menatap layar yang memiliki gelombang elektromagnetik, maka efek radiasi bisa sampai titik kulminasi yang bisa mengakibatkan kerusakan otak, gangguan tidur, sakit kepala berulang, bahkan berpotensi alzheimer.
Dan masih banyak efek buruk lainnya. Masih kurang? Pakar parenting
kenamaan, Ely Risman S.Psi mengatakan bahwa gadget berpotensi mengancam masa
depan anak. Beragamnya konten yang disertai dengan kemudahan dalam mengaksesnya
bisa berujung pada berbagai kasus seperti pornografi, pedofil, kriminalitas,
permainan tidak aman dan perilaku buruk lainnya.
Lantas, apakah kita sebagai orang tua harus menghentikan penggunaan
gadget? Apakah pilihan yang baik untuk menyuruh anak-anak selalu bermain diluar
atau terus-terusan bergumul dengan buku pelajaran?
Ada banyak petuah tentang pemakaian gadget terhadap anak-anak.
Tidak bijak kalau harus benar-benar menjauhkan dari benda itu. Sahabat Ali
pernah berkata, “ didiklah anakmu sesuai zamannya.” Ini berarti bahwa dalam
pengasuhan, pendidikan anak tidak boleh disamakan dengan orangtua dahulu. Beda
zaman sudah tentu beda tantangan, beda treatment.
Beberapa pakar menyebutkan akan pentingnya aturan-aturan mengenai
gadget sehingga tetap sehat dalam berinternet. Diantaranya yaitu :
- Batasi waktu
Manajemen waktu tak hanya milik para pekerja tapi bermain gadget
pun ada idealnya. Riset mengungkapkan bahwa durasi anak-anak bercengkrama
dengan kotak ajaib tidak boleh lebih dari dua jam. Untuk ukuran anak sekolah
yang banyak tugas dan sejumlah ujian, maka durasinya sebaiknya diperpendek.
Untuk mendisiplinkan memang harus ada pengawasan dari orang dewasa. Orang tua
atau kakak, selaku kendali, diharapkan senantiasa mengingatkan batas waktu dan
tidak segan-segan mengambil gadget yang ada di tangan.
- Dampingi anak-anak
Tak hanya sekedar menggenggamkan gedget, tetapi juga sesekali
mendampingi buah hati untuk memastikan bahwa konten-konten yang dilihat aman
bagi mereka. Jangan sampai anak anteng tapi diam-diam menyaksikan video porno,
kekerasan atau aksi negatif lainnya.
- Edukasi
Sebagai orang tua yang bijak, sudah seharusnya tidak mendadak lepas
tangan begitu anak-anak ceria bermain gadget. Berilah contoh-contoh konten yang
baik untuk anak seperti video tentang craft, website ilmu pengetahuan dan
teknologi, soal-soal online dan berbagai laman positif lainnya. Selanjutnya,
anak-anak bisa diajari untuk mengupload ketrampilannya di situs youtube seperti
mengaji, berkreasi DIY(Do It Yourself) atau bahkan menyanyi. Berawal hanya
sebagai penonton, selanjutnya menjadi subjek atau pelaku dalam video yang
bermanfaat. Tidak menutup kemungkinan jika kelak ia bisa menuai rupiah dari
video yang ia upload.
Gadget adalah simbol perkembangan zaman. Apabila anak-anak dijauhkan, bisa jadi malah timbul yang bernama gegar teknologi, kagetan, mudah terheran-heran. Tidak bijak juga membiarkan anak layaknya katak dalam tempurung. Atau mungkin ingin mendidik dengan gaya Bill Gates? Orang nomor satu di Microsoft ini kabarnya tidak memberikan fasilitas handphone sampai usia anaknya dirasa cukup bijak dalam mengelola. Bisa, hanya saja kebutuhan bermain sang anak juga tercukupi, baik indoor maupun indoor, suasana rumah yang nyaman dan tak lupa juga kasih sayang. Jangan buru-buru menjauhkan smartphone sementara anak-anak hanya dikurung di rumah karena lingkungan yang dianggap tidak begitu bersahabat dengan anak.
Ulasan yang lengkap:)
BalasHapusYang ada, orang tua sering membiarka anak mengeksplor sendiri gadgetnya..sehingga yang dibuka entah apa-apa..Tak ada pendampingan :(
Bener bgt tuw, zaman skrg org lbh takut kehilangan smatmrtphone drpd kehilangan pacar..haha
BalasHapusTp ga dipungkiri dg adanya smart phone mempermudah pemenuhan kbutuhan hidup bahkan berbisnispun lebih asik...aturannya boleh juga diterapkan
makasih kunjungannya teman-teman. :)
BalasHapus