Makna yang Terkandung Tembang Jawa, “ Lir-Ilir”
Ngomong-ngomong , ada yang kenal tembang Jawa yang dimaksud?
Biasanya, tembang ini diajarkan ketika masih di sekolah dasar. Dan ternyata,
ini bukan hanya sekedar tembang biasa, tapi ada nasihat tersembunyi lho.
Tembang ini, menurut sejarah, diciptakan oleh Sunan
Kalijaga. Beliau menciptakan tembang tersebut dalam rangka dakwah.
Yaaa....dakwah beliau lakukan dengan tidak terang-terangan tetapi menggunakan
media seperti tembang dan wayang. Wait...fokus, fokus, topiknya cukup tentang
lir-ilir yaaa. Sebelum capcuz, aku ingatkan lagi liriknya yaaa...
Lir-ilir,
lir-ilir
Tandure
wong sumilir
Tak ijo,
royo-royo
Tak senggo
penganten anyar, tak senggo penganten anyar
Bocah
angon, bocah angon, penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu
penekno, kanggo masuh dodotiro, kanggo masuh dodotiro
Dodotiro-dodotiro,
kumitir bedah ing pinggir
Dondomono,
jlumatono
Kanggo sebo
mengko sore
Kanggo sebo
mengko sore
Mumpung
padhang rembulane, mumpung jembar kalangane
Do surako,
surak iyo...
Ehmm.... yang non-Jawa, mungkin cukup dengerin yaaa ( yang
Jawa saja belum tentu bisa mengerti hehehee)... Puk-puk...aku kasih terjemahannya
dehh, kurang lebih begini :
Sayup-sayup bangun dari tidur,
begitu hijau bagai pengantin baru
Anak gembala-anak gembala,
panjatlah pohon belimbing itu
Meski licin, tetap kau panjat,
untuk mencuci dodot ( baju )
Bajumu bajumu, ada sedikit
kerusakan di pinggir
Jahitlah, perbaikilah, untuk
menghadap nanti sore
Mumpung terang bulan selagi
ada kesempatan yang luas
bersoraklahh
Pada baris pertama, itu dimaksudkan dengan Islam yang mulai
tumbuh ( menghijau). Sedangkan anak gembala, diartikan sebagai raja/pemimpin(
gembala adalah pemimpin bagi ternaknya bukan). Memanjat pohon belimbing
mempunyai makna menuntut ilmu. Meski terdapat kesulitan ( licin), tetaplah menuntut
ilmu, untuk memperbaiki agama ( di sini dilambangkan dengan baju, dodot =
pakaian kebesaran raja Jawa).
Pada baris ke empat, dikatakan bahwa baju ( agama yang ia
anut sebelumnya) terdapat sedikit kekurangan. Maka, perbaikilah, untuk sebagai
bekal menghadap Yang Maha Kuasa, mumpung masih ada kesempatan.
Nahhh....begitulah kira-kira makna yang terkandung dalam
tembang itu. Wahh....mantep juga ya artinya. Demikianlah, usaha Sunan Kalijaga,
atau nama aslinya Raden Rachmat melakukan syiar. Syiar beliau lakukan dengan
perlahan, dan damai.