Metode Pembelajaran Alternatif : Metode Sentra
Oahemmm....blog yang mirip kendang, postingnya Cuma di awal
dan akhir, hihihiii...
Jadi gini, kemarin-kemarin penulis masih disibukkan dengan
aktivitas utamanya ( sok yess). Pada bulan Januari lalu, tepatnya tanggal 12,
saya dan teman-teman meluangkan waktu untuk studi banding ke sebuah sekolah,
Batutis namanya. It is located in Pekayon , Bekasi, tepatnya sii enggak tahulah
ya, mungkin teman KEB ada yang tinggal disana???...
Langsung saja yaaa....sekolahnya cukup sederhana, kalo boleh
dibilang. Usut punya usut, ternyata Batutis itu kependekan dari Baca Tulis
Gratis. Yapp....sekolah ini memang dibangun utamanya untuk kaum dhuafa agar
bisa mengenyam pendidikan. Enggak full gratis sih, jadi, semacam subsidi silang
gitu. Pendek kata, bayarannya sesuai kemampuan masing-masing. Ada juga siswa
yang dari kalangan mampu, bayar full sampai menghibahkan beberapa fasilitas,
ada.
Eitttt.....tapi...bukan berarti sekolah murah itu murahan
ya. Begitu sampai disana, kami disambut ramah oleh putri owner yang juga salah
satu pengajarnya. Tanpa banyak ba bi bu, kami menuju” TKP” untuk melakukan
observasi.
Taraaa.....bangunan dua lantai dan bersih. Jangan bayangkan
ruang kelas yang tertutup dilengkapi dengan segala fasillitas. Tidak pemirsa.
Kelas-kelas hanya dipisahkan dengan sekat-sekat. Mau melirik ke kelas sebelah,
bisa saja. Tapi ternyata anak-anak fokus di kelas masing-masing malah, enggak
ada yang thawaf, visit ke kelas lainnya. Memang, ada maksud tertentu dari
settingan kelas seperti ini. Hal ini bertujuan untuk memfokuskan siswa meski
ada “gangguan” dari luar. Yaaa begitulah. Pada beberapa sekolah dengan kelas
yang tertutup, ketika ada orang membuka pintu atau sekedar berlalu di koridor,
anak-anak akan tergugah, kepo, fokus untuk belajar buyar.
Selain ruang kelas, muridnya itu lhooo, small class. Sekelas
cuma sepuluh, sembilan, pokoknya masih di bawah 15 orang. Apabila jumlah
siswanya 20 orang per level, mereka lebih memilih membagi menjadi dua kelas
dengan sepuluh siswa daripada mengajar 20 orang sekaligus. Baiknya, guru jadi
fokus dengan perkembangan siswa-siswanya. Hal ini juga berkaitan nanti dengan
penulisan raport. Kami dengar kalau laporan di sekolah ini puanjang nian
deskripsinya, dijelaskan motorik, kognitif, sosial serta jenis-jenis kecerdasan
lainnya. Bisa gempor tangan gurunya kalau nulis 20 siswa ya.
Dan seperti anjuran yang sedang populer, menghindari kata
“jangan” kepada anak-anak, kita bisa lihat dari ucapan guru dan
peraturan-peraturannya. Terpampang jelas tulisan “BERJALAN” instead of berlari.
Untuk anak kelas tinggi, kontrol suara dan gerak cukup terbina. Suara anak-anak
pelan, tidak ada yang pakai otot. Bahkan, kami sampai mendekat, memicingkan
telinga untuk mendengar komunikasi guru dan siswa. Sejak kelas rendah mereka
terbiasa mendengar guru berucap....” pelan saja nak, ibu bisa mendengar kok...”
Mereka juga tidak ada yang berlari padahal kelas mereka “hanyalah” hall yang
disekat dengan loker, nice.
Budaya mengantripun sudah mengakar kepada mereka, seperti
mengantri untuk berwudlu dan gosok gigi. Oh ya di sekolah ini, tidak ada yang
namanya kantin. Jadi ketika pagi, sekitar jam 9 lebih, ada sesi snack dan saat
siangpun ada makan siang. Guru juga ikut berperan di sesi ini. Guru mengajak
siswa untuk bersyukur dengan rejeki hari ini.selain itu, disampaikan nilai
kesehatan dari makanan tersebut, insha Allah, they consume healthy food, not
junk food. Hal ini juga bertujuan agar siswa mau makan dan tidak menjadi “picky
eater”.
Di sini siswa juga masih menulis, bahkan buku mereka kreasi
sendiri dengan kertas HVS dan kertas buffalo sebagai sampulnya. Rapi juga lho. Kalau
ada yang kesulitan, guru dengan lembut bertanya, apakah ada kesulitan? Perlukah
bantuan?..
Yang jelas, metode sentra ini diberikan sesuai dengan
kebutuhan anak. Masing-masing guru mengenali siswanya, mana yang kurang, mana
yang perlu pengayaan. Disini juga moving class setiap sentra. Jadi, guru mereka
bisa berbeda-beda dan masing-masing guru punya penilaian “setiap” siswa, enggak
cuma walas aja. Di sekolah juga dibiasakan untuk “no tipping”. Ini penting ya
untuk menjaga objektivitas guru terhadap murid. Di sini juga tidak hanya memfokuskan
pada kognitifnya saja, tapi mereka membentuk pribadi manusia yang kokoh, tidak
mudah putus asa( ini bisa dijelaskan saat sentra balok, menyusun balok yang
kokoh, kalau roboh, susun lagi) dan juga berakhlak mulia.
Waduuhhh...banyak juga yaa. Sebenarnya masih banyak yang mau
saya share.....Insha Allah saya sambung kapan-kapan yaa. Feel free to comment
yaaa.....see you.:)
( ckckkk...fotonya boleh kalau pas tidak ada siswa)
picture taken by mbak Taya, daughter of mr @yudhistira Massardi @komunitas Metode Sentra
^^^^
BalasHapus^^^ jugaaa
BalasHapus