Seiring majunya teknologi, berbagai media mulai menjamur,
terutama media elektronik. Masing-masing berlomba-lomba untuk menambah viewer,
menambah rating. Kalau rating bertambah, biasanya iklan makin banyak, otomatis.
Hal ini menguntungkan medianya ( fee dari pengiklan ) dan pihak pengiklan.
Tentu saja, karena dengan range tayangan iklan lebih sering, diharapkan
penjualan produk bisa meningkat. Oh yeahhhh
J
Ngomong-ngomong soal iklan, akhir-akhir ini dihebohkan
dengan iklan sebuah produk islami. Apa pasal? Karena produk ini menyematkan
embel-embel halal pada produknya. Suasana menjadi riuh karena memang, dari
sekian produk fashion sangat jarang sekali bahkan tidak ada label halal. In my
opinion, mengingat kita hidup dominan muslim, kita husnudzon saja. Toh kalau
produk kain semacam itu, haramnya dari segi mana? Iklan seperti ini bisa
menimbulkan kesimpulan bahwa produk lain itu haram lho, jadi kita rela membeli
fashion halal yang mana...ehm.....harganya juga bikin senyum kecut.
Sebagai konsumen, kita memang harus selektif. Tidak jarang
pihak mengiklan hanya mementingkan terjualnya produk. Ada beberapa iklan yang
saya lihat agak jonggol, eh janggal dan juga nggak baik buat peradaban manusia
( halahhh), diantaranya :
a.
Iklan semprotan nyamuk
Lha
bayangkan saja, kalau kita lihat di tivi, ada orang nyemprotin penakluk nyamuk
di antara banyak orang bahkan di kamar tidur dan ada orang di dalamnya.
Walah....memang nggak pusing tuh kena racun serangga?
b.
Iklan obat
Beberapa
produsen obat memasang dokter sebagai pengiklan. Wahh....pelanggaran nih. Kalau
pengiklannya dokter dan berbusana dokter pulaaa, bisa menggiring opini
masyarakat bahwa produk itu bagus be ge te. Padahal kan belum ada bukti riil
bahwa produk itu memang bagus cocok untuk semua kalangan.
c.
Memakai kata-kata nomor satu, terbaik dan semacamnya
Penggunaan
kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang
otentik.
d.
Iklan produk makanan awetan
Yaaa....ini
nih, beberapa produk makanan awetan menyematkan label vitamin inilah, itulah.
Lha, tetap aja itu produk olahan yang pakai pengawet, belum lagi MSG atau
pemanis buatan. Yang mana gizinya??? Karena label seperti itu, orang awam
mengira bahwa produk itu bisa dikonsumsi sering-sering .
Sebenarnya, memang ada etika dalam beriklan, ada payung
hukumnya. Tapi kadang mereka mengabaikan aturan-aturan itu. Sebagai konsumen
cerdas, kita harus bisa memilah-milah, jangan hanya karena gengsi. Selain itu, suatu
produk itu cocok-cocokan, yang mahal belum tentu cocok ( cocok di kantong
hahahahhaaa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar