Aku adalah salah satu dari kumpulan
pecundang. Mereka bilang, aku adalah tumbal sial bagi sekitarku. Dalam hal
apapun, selalu saja minus. Di dalam keluarga pun, adik-adikku sudah lebih dulu
mempersembahkan cucu-cucu imut kepada orangtua. Satu-satunya pembelaanku akan
hal ini adalah karena aku lelaki, lelaki harus punya modal yang banyak.
“Heh Jali, apa tabunganmu belum cukup
untuk melamar? Keburu bujang lapuk!” Tegur Emak dengan logat Betawinya.
Huh, aku hanya mendengus sambil
menstarter motor. Kadang aku berpikir, satu-satunya keberhasilanku adalah
ketika aku jadi sel sperma. Aku yang begitu kuat, bertahan hingga bertemu sel
telur yang pada akhirnya menjadi buah cinta orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar