Bulan
Agustus telah tiba. Beragam pernak-pernik bernuansa merah putih menyeruak di
sudut-sudut kota. Kidung nasionalisme berkumandang memuji tanah air dan
pahlawan. Semuanya menyambut gempita kemerdekaan mulai dengan ziarah makam
pahlawan, upacara bendera hingga sejumlah perlombaan yang mengundang tawa.
Masyarakat
terpelajar pun larut dalam diskusi tentang cara mengisi kemerdekaan, memajukan
bangsa hingga nasib akhir hayat pembela bangsa. Segala haru tatkala mendengarkan
kumandang lagu kebangsaan, menyaksikan veteran yang tegak hormat saat upacara
dan semangat adik-adik paskibra dalam mengibarkan sang Saka.
Memang,
kemerdekaan adalah salah satu hal yang patut kita syukuri apalagi dengan
melihat bagaimana usaha para pendahulu
kita dalam memperjuangkannya. Ditambah lagi dengan segala cerita tentang
tragisnya kehidupan di masa penjajahan. Sungguh, kemerdekaan adalah hadiah
terindah setelah sekian ratus tahun tertindas.
Di bulan
Agustus tahun 2018 ini, ternyata tak
hanya menyambut hari kemerdekaan. Khususnya umat Islam, mereka juga menyambut
Hari Raya Idul Adha atau yang lebih populer dengan sebutan hari Raya Kurban.
Mungkinkah ada maksud tersembunyi dengan menakdirkan hari kemerdekaan
beriringan hari Raya Kurban, entahlah. Yang jelas, keduanya memiliki persamaan.
Semuanya tentang ketaatan, ketaatan terhadap pemimpin, ketaatan terhadap Allah
dan Rasulnya. Ya, ketaatan dengan pemimpin yang mencita-citakan kemerdekaan
yang dilandasi keyakinan serta manisnya iman membuat rakyat rela berkorban demi
merebut kemerdekan. Coba kalau tidak taat , mending jadi jongos penjajah, kalau
tidak yakin, tidak usah ikut-ikutan berjuang kalau akhirnya hanya mati
bersimbah darah. Pun dengan ketaatan dan keimanan seorang Ibrahim dan Ismail
yang diuji dengan sebilah pisau yang mana di akhir riwayat diganti dengan
kambing. Kalau mereka tidak beriman, ayah mana yang tega menyembelih anaknya
sendiri, begitu juga dengan Ismail, pasti sudah kabur lebih dulu.
Yah, betul,
akan selalu ada pengorbanan untuk sesuatu yang indah. Mungkin saja di momen
ini, kita diprogram untuk mengingat pengorbanan. Bukan tentang mengungkit jasa
yang berbuah kesombongan, tapi penghargaan atas pengorbanan. Berbagai cerita
veteran para pejuang kemerdekaan yang lebih berurai air mata daripada gelak
tawa. Mereka yang konon berjuang di masa muda tapi terlunta-lunta di hari tua.
Ah, bukankah bangsa yang besar itu adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawan?
Pahlawan pun kini tak hanya didefinisikan mereka yang angkat senjata. Marilah
tengok diri masing-masing, sudahkah menghargai para TKI sebagai pahlawan
devisa, menghargai para guru sebagai pahlawan ilmu, petani sebagai pejuang nasi
dan lain sebagainya?
Semoga di
momen ini, memang sesungguh-sungguhnya kemerdekaan yang kita rayakan. Merdeka
dari segala belenggu, merdeka yang bertanggungjawab, merdeka dengan masih
memperhatikan nilai dan norma yang ada. Begitu pula dengan hari Raya Kurban,
semoga semakin meningkat iman dan Islamnya, saling peduli, saling berbagi dan
saling menghargai. Yah, memang, sesungguhnya, kemerdekaan itu dekat dengan
pengorbanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar