“Pelajarilah ilmu karena sesungguhnya belajar semata-mata bagi Allah itu merupakan kebaikan dan mempelajari ilmu merupakan tasbih, membahasnya merupakan jihad, mencarinya merupakan ibadah dan mengajarkannya merupakan sedekah sedangkan menggunakannya bagi orang lain yang membutuhkan merupakan qurbah ( pendekatan diri kepada Allah)”-Riwayat Ibn Majah
Hadist di atas menyampaikan betapa utamanya ilmu, baik kepada
pencari maupun sang guru. Sebetulnya banyak sekali dalil entah bersumber dari
Hadist ataupun AlQuran yang menyampaikan pentingnya ilmu. Maka dari itu,
sebagai muslim dimana AlQuran dan Alhadist sebagai landasannya, seharusnya
menjadi generasi pencari dan penyampai ilmu yang mulia.
Bersyukurlah bagi generasi sekarang, dimana pendidikan dengan mudah
didapat begitu juga dengan fasilitas yang jauh lebih baik. Bagi pendidik di
kota besar misalnya, ketersediaan buku-buku, alat tulis dan segala penunjang
lainnya bisa dengan mudahnya terpenuhi mengingat banyaknya toko buku, fasilitas
cyber untuk memperkaya materi dan sebagainya. Pun begitu juga para siswa yang
dimanjakan dengan berbagai alat tulis yang berwarna-warni.
Akan tetapi, sudah bukan rahasia lagi bahwa kenikmatan itu semua
sebetulnya tidak bisa dipukul rata. Di pelosok jauh di sana masih terdapat
pendidikan yang masih jauh dari layak. Jangankan fasilitas wifi dan seperangkat
eletronik lainnya, mengkondisikan gedung yang permanen, tidak reyot dan bocor
saja sudah alhamdulillah. Namun, siapa sangka, meski dengan fasilitas seadanya,
murid-murid tak patah arang, dengan beralaskan sandal dan tas sederhana mereka
menembus jalan tak beraspal bahkan menerjang arus sungai.
Everyone has their own battle...
Setiap orang memiliki tantangan sendiri, baik yang sudah mengenyam
teknologi modern maupun yang sedang berjuang di lingkungan yang masih jauh dari
modern. Para pendidik diharapkan bisa berdamai dengan keadaan, tidak terlena
dengan mewahnya fasilitas, harus kreatif, tetap berdaya meski lingkungan yang
jauh dari kata maju demi mewujudkan generasi yang tak hanya cerdas tapi juga
berakhlak mulia.
Sahabat pernah berkata,
“didiklah anakmu sesuai dengan zaman mereka bukan zamanmu.” Ini berarti bahwa
dalam mendidik anak tak harus melulu dengan metode yang sama. Zaman kita kecil
tak kenal gadget, tak kenal media sosial, itu bukan berarti bahwa murid kita
juga harus dijauhkan dari segala yang berbau modern. The problem is just how to
manage. Jangan sampai kemajuan teknologi malah menjadi racun. Pun,jika
seandainya kita ditakdirkan di belahan bumi yang masih sepi teknologi, jangan
membuat kita berkecil hati. Tak dapat dipungkiri bahwa di sejumlah daerah
memang masih memiliki kendala tapi jangan sampai menjadi pesimis. Siapa yang
tahu kalau ternyata di antara murid-murid tersebut kelak menjadi orang besar
karena sudah ditempa tantangan sedemikian rupa sedari kecil.
Tetaplah menjadi pendidik yang menginsipirasi dimanapun kita
berkarya. Mungkin di kota, dengan mengandalkan teknologi, materi pelajaran
dengan mudah didapatkan tapi tidak dengan kebutuhan mental mereka. Pendidik
adalah figur yang senantiasa menyemangati, sebagai kontrol dan kendali ketika
konten-konten negatif mulai menyusup. Pendidik can be agent of change, mengubah
pemikiran-pemikiran negatif menuju masyarakat yang beradab dan berakhlak mulia.
Pendidik sebagai pribadi yang kokoh ketika anak muridnya mulai menyurutkan
langkah. Kita, para pendidik, saat ini mungkin kecewa dengan hiruk-pikuk
pemerintahan, mungkin telat menjadikan diri sebagai pejabat yang bernilai
tetapi ingatlah, kita ikut serta dalam menciptakan generasi yang akan datang.
Lakukan yang terbaik, ilmu dan akhlak yang berimbang. Kita tidak tahu, di antara anak didik kita kelak ada yang
menjadi pejabat , pengusaha dan beragam profesi lainnya . Dengan membekali dengan
ilmu, baik duniawi maupun ukhrowi, insya Allah, mereka tak hanya jadi
pejabat/pegawai yang cerdas, tapi juga berakhlak mulia, jauh dari iri, dengki ,
korupsi dan tindak negatif lainnya. Buya Hamka pernah berkata “ iman tanpa ilmu
bagaikan lentera di tangan bayi namun ilmu tanpa iman bagaikan di tangan
pencuri”.
Jangan pernah berkecil hati akan profesi pendidik, sungguh, menjadi
guru adalah profesi yang mulia. Diceritakan bahwa setelah pengeboman Hirosima
Nagasaki, Kaisar Hirohito justru menanyakan jumlah guru yang tersisa karena
menganggap bahwa pendidikanlah yang bisa mengubahnya lebih baik. Bahkan Allah
pun menjaminnya sebagai amalan yang tidak putus pahalanya meski sudah tiada.
Terima kasih sudah menuliskan ulasan ini, Mbak. Semoga para pendidik tetap punya semangat tinggi hingga lahir generasi penerus bangsa yang siap melanjutkan perjuangan para pendahulunya:)
BalasHapussama-sama mbak. makasih juga udah sering comment di tulisan2 aku :)
Hapus