Belakangan ini masih anget-angetnya berita tentang perolehan
medali emas yang dipersembahkan oleh atlet badminton di Olimpiade 2016 Brasil.
Uniknya, kebetulan sekali, kemenangan ini pas banget di ulang tahun Indonesia.
Ya...jadi gitu, victory mereka seakan menjadi kado terindah buat negeri ini
yang memang prestasi bidang olahraga tidak begitu tinggi. Yaa.....at least kita
medapat medali emas...jrenggg.....yang bisa
Mereka disanjung, dielu-elukan dari berbagai penjuru. Yeahh.....they deserve it. Mereka pantas mendapatkan itu karena sudah tentu mereka berlatih sekuat tenaga demi mengharumkan nama bangsa.
Karena prestasi itu jugalah, duo Natsir dan Tontowi Yahya, eh salah, Tontowi Ahmad “diarak” dengan bandros dan bonusan dari pemerintah yang tiada tara. Yah....kalau dihitung-hitung bisa untuk “uang panai” gadis Bugis lah, halahhh....Itu duit semua kan bukan daun xixixiiii......
Semoga bonusannya bisa dipergunakan dengan sebaik-baiknya,
difikirkan juga kedepannya. Negeri ini kan manusiawi, kadang ingat, kadang
tidak. Profesi atlet memang tidak sama dengan profesi lainnya. Jika profesi
yang lain masa pensiun sekitar 50an atau bahkan tidak mengenal pensiun seperti
pekerja seni, misalnya. Sebagai atlet, mungkin usia 35an adalah garis merah (
meski ada yang sudah lewat tapi masih kuat). Bibit baru selalu tumbuh,
regenerasinya melesat. Adik-adik seperjuangan tentu fisiknya lebih kuat.
Karena pensiun lebih dini itu pulalah, berfikir sejak dini juga perlu yaitu tentang apa yang bisa dilakukan untuk mengisi masa pensiun. Entah itu membangun bisnis, kursus keahlian lain atau apalah yang penting bisa bertahan ketika tenaga tak lagi dipertahankan. Bagi yang fotogenik dan pandai berakting, mungkin bisa mengikuti jejak Tya Ariestya, Dony Kesuma atau Deny Sumargo menjajal dunia seni peran. Ada lagi yang masih tetap di passion olahraga seperti Susi Susanti yaitu dengan membuat brand perlengkapan olahraga.
Tetap semangat ya atlet atlet Indonesia, tetap berkarya. Begitulah hidup, ada masa di atas ada masa di bawah. Ketika masih di atas, siapkan “parasut” yang apabila kita terjun kebawah tidak bruk terjatuh berdarah-darah , patah tulang dan sebagainya. Negeri ini memang kaya sumber daya tapi juga kaya hutangnya. Perjuangan ketika muda cukup untuk bahan cerita. Ya begitulah, hal yang umum terjadi; ketika menjadi bintang, mendadak semua berteriak kencang, ketika bintang itu redup, mendadak semua tunduk. Belajar dari yang berpengalaman, sepertinya ide bagus membuat plan A plan B dan seterusnya......Keep fighting J
pilihan jadi atlit di negeri ini memang bukan pilihan populer ya berkacadari atlit yang sudah pensiun dan hidupnya kurang sejahtara tapi semoga ke depannya pemerintah aware...
BalasHapusiya mak....kita juga harus bijak dalam mengelola penghasilan. mungkin atlet juga perlu edukasi seperti ini, menyiapkan kesejahteraan setelah bukan atlet lagi.
BalasHapusbener banget lho mbak.. penting nih para atlet diajarkan juga tentang pengelolaan keuangan.. biar prestasi di masa muda, bisa dinikmati buahnya juga di hari tua..
BalasHapusiya mbak, apalagi keuangan negara memang morat marit, jangan nanti di kemudian hari minta minta pemerintah lagi padahal ( kalau )dahulu bonusnya banyak kan lumayan :)
BalasHapusIya mbk, cm kadang terlena, ktika masa jaya dpt bonus gede, tu kemana aja gt, hrs bljr investasi, jd biar ga jd atlet, pundi2 rupiah ttp jalan. Atlet kan pensiunnya cepet gt
BalasHapus