“ Ayo, makan, jangan lupa dihabiskan
ya.”
“ Ah, dikit aja miss.”
“Ah, aku nggak mau ah miss. Nggak enak”
dan bla bla bla masih banyak deretan kata yang lain.
Begitulah suasana ketika jam makan
siang di sekolah kami. Riuh yang
dibarengi nafsu makan yang membuncah atau justru sebaliknya. Selera berkurang
karena menu tak sesuai keinginan. Hati berbinar kalau lihat anak-anak doyan
makan begitu sebaliknya. Guru pun tak henti me-encourage siswa untuk mengisi
perut, tak lupa senantiasa berpesan agar makanan dihabiskan.
Yah, yang namanya orang, apalagi
anak-anak memang gampang-gampang susah. Anak-anak jaman sekarang yang terlahir
memang dari orang tua yang mapan dan mampu menyajikan makanan yang dianggap wah
( padahal seenak, semahal apapun juga ujungnya berakhir di toilet hahahhaaa). Dari
para ahli kita mengenal istilah picky eaters. Yup, mereka itulah yang suka
memilih-memilih makanan dengan alasan klise, enggak enak. Malahan milih tetap
lapar atau jajan yang nggak sehat, nggak mengenyangkan. Kadang disayangkan juga sih, Cuma tinggal
makan, nggak perlu masak, nggak perlu belanja, mikir mau bikin menu apa, kok ya
susahnya bukan main. Toh, kebutuhan makan itu sebetulnya juga bermanfaat bagi
diri mereka masing-masing. lha, sumber tenaga mas, mbak. Katanya logika itu
bergantung pada logistik. Tak hanya itu, afdholnya, makanan itu juga harus
dihabiskan. Siapa coba yang mau makan sisaan orang,? Hohoooo.....
Sebelum menolak atau menyisakan
makanan, ada baiknya memperhatikan hal-hal berikut yang mungkin bisa
mengurungkan niat dalam nyinyirin makanan.
1.
Ingatlah orang-orang yang belum makan
Ya, sebelum berniat untuk
menolak makanan, ingatlah bahwa dibelahan bumi yang lain, sesuap nasi adalah
barang yang mahal. Nggak usah jauh-jauh, di negeri sendiri saja masih ada orang
yang nrimo Cuma makan nasi aking atau sepotong ubi bakar demi mengganjal perut.
Di negeri lain rela antri dan mengandalkan belas kasihan karena peperangan yang
menyebabkan kesulitan makanan. Bersyukurlah
2. Makanan tidak
langsung jatuh dari langit
Untuk mendapatkan makanan
tentu perlu usaha. Orang dewasa bekerja mencari uang untuk beli beras. Sedangkan
pak tani juga mendapakan beras dengan sekian banyak proses mulai dari menabur
benih sampai memanen. It’s not easy beib. Everything needs proccess. Bahkan tukang
sulap, magician pun memperoleh uang dari shownya kemudian dibelanjakan tidak
hanya dengan mengayunkan tongkat lantas muncul makanan kan. Ibu kita dan
ibu-ibu dapur catering rela berpanas-panas agar nasi tak berwujud beras, ikan
bisa dimakan. Hidup ini tak semudah pak Tarno yang bertepuk tangan terus barang
langsung melayang, tak semudah Harry Potter yang mengayun tongkat atau Hermione
yang mengucap mantra. Appreciate for eery their hard work lah yaaa.
3. Travelling jadi
nggak ribet
Yah, dengan kita doyan apa
aja, yang penting halal, ini memudahkan kita saat travelling nanti. Slogan bukan Indonesia kalau nggak makan nasi jelas
tidak berlaku di sini. Lhah, kalau lagi bertualang di pelosok yang Cuma ada ubi
rebus, singkong, roti, oat, sedangkan nasi sulit ditemui, masa iya mau puasa. Atau
bawa beras? Idih ribet amat. Sikaatt aja bro selagi masih halal mah.
4. Bersyukur karena
ada sesuatu untuk dimakan
Intinya, bersyukur. Makanan
itu Allah yang kasih. Adapun dengan bekerja, belanja sampai mengolah adalah
usaha kita. setiap hari berdoa agar dicukupkan giliran diberi rezeki nggak
dicolek, waduh, Yang Maha Kuasa bisa murka.
Di tiap butiran beras, ada tetesan
keringat. Allah menciptakan beragam makanan lho, marilah di icip-icip. Selagi halal
dan tidak ada efek alergi,kenapa harus picky. Makanya memang harusnya dari
kecil dibiasakan makanan yang variatif ya biar enggak melulu sosis dan nugget. Sekali-kali
makan oncom, tahu tempe. Selain itu, kenalilah porsi masing-masing. kan sayang
kalau terbuang. Yang sedang kondangan, ambil porsinya yang pas ya, itu tukang
cuci piringnya kasihan, lihat butiran nasi seperti butiran air mata membasahi
bumi, ea ea, eaaa. Sayangilah makanan dengan tidak menyisakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar