Senin, 16 Desember 2019

Creepy kripik(1)



1. Halloween
"Sempurna, " Puji mereka atas riasanku di pesta ini. Beberapa terkejut, ternganga dan ada pula yang tertawa. Ah, sebenarnya aku tak ambil pusing, peduli setan, yang penting bisa ikut pesta tanpa ada perbedaan. Semua baik-baik saja, sampai pada belatung di punggung yang tak bisa kutahan. Kacau, semua berhamburan, kecuali lampu labu di ujung gerbang.


2. Sodako
Kucoba melukis wajah seindah mungkin, termasuk bibir mungil, hidung mancung dan tak lupa mata yang mempesona. Siapa tahu, di kondangan nanti ada pemuda yang kutawan. Usai beranjak dari taksi, naas sekali, hujan mengguyur badan, termasuk riasan. Segeralah orang-orang itu berteriak ketakutan. Kata mereka, mata, mulut dan hidungku hilang.

3. Camping
Udara yang dingin ini, tetap saja tak bisa memejamkan mataku. Ditemani sesama kakak pembina, aku putuskan untuk menyelinap keluar arena perkemahan. Namanya saja kampung, ya jelas saja sepi. Namun, tak jauh dari perkemahan, terlihat rona cahaya. Demi rasa penasaran, kami berjalan mendekat. Benar saja, Ternyata ada pos penjual makanan khas malam hari. “Hmmm....lumayan, buat teman ngemil malam,” pikirku. Dengan uang yang ada di kantong, kami tukarkan sate dan gorengan. Tentu saja, kami bungkus agar bisa berbagi dengan rekan yang lain.
Begitu kembali ke perkemahan, beberapa rekan yang terjaga menanyai kami.
“Ah yang benar saja kamu, mana ada pedagang selarut ini.”Mereka tak percaya dengan cerita kami.
“Dengar, pemukiman warga terdekat dari sini sekitar tiga kilo. Sebelum itu, hanya kebun lebat. Ada sih kompleks terdekat yang hanya berjarak satu kilo, tapi itu kompleks orang mati, alias TPU”,ujar rekan yang lain.
Kami terkejut. Demi meyakinkan mereka, kutunjukkan belanjaan kami. Begitu dibuka, lemas, merinding seketika. Isinya cacing, belatung dan daun kering.

4. Tangsi
Hidup di tangsi militer adalah salah satu konsekuensi yang kuterima setelah bersuamikan tentara. Dengan pangkat suami yang masih rendah, tentulah kami belum mampu untuk membeli rumah sendiri.
"Yah, semalam pas kamu piket, ada orang namanya bu Daud main. Katanya rumahnya di ujung gang. Mau kenalan katanya. Orangnya ramah ya. "
Mendadak raut mukanya agak aneh.
Tanpa kupinta, dia bercerita, "Bu Daud meninggal seminggu yang lalu, ketika kita resepsi di kampungmu."

5. Umroh
Sebagai pembantu yang sudah bertahun-tahun di keluarga ini, pasti aku hafal dengan orang-orang di rumah ini. Juraganku memang baik, suka berbagi. Katanya biar anaknya,sanak saudaranya di akherat terang jalannya. Ya, tiap tahun, ada saja bagian dari keluarga ini yang meninggal, entah anak, cucu ataupun ponakan. Tapi aku tak ambil pusing, toh, aku baik-baik saja di sini.
Seperti biasa, di awal tahun Jawa ini, juragan selalu melakukan perjalanan. Belakangan aku baru tahu, ternyata dia pergi ke gunung Kawi.Namun, dia wanti-wanti untuk tidak menceritakan ke siapapun.
“Sum, Sum, juraganmu ke mana to? Ada acara Muharroman nggak nongol,” tanya tetanggaku, sesama babu.
“Anu Yem, Bapaknya lagi umroh,”
“Rajin amat umrohnya, tiap Suro.”
“ Iya Yem, biar rejekinya lancar,”jawabku sambil ngeloyor pergi. Nggak mungkin kan, kubilang ke gunung Kawi buat semedi.

6. Ojek
Aku cek lagi alamat jemputan, sepertinya tidak asing. Segera kutepis segala sangkaan. Bisa jadi, dia memang sedang butuh bantuan untuk pulang. Ah, sudahlah, barangkali ini rejekiku, rejeki di tengah malam ini. Kupacu kuda besi dengan hati-hati, ke gedung dekat stasiun Cawang itu.
Di menara dengan teras yang eksotis itu, kulihat seorang wanita cantik, putih wajahnya. Tak banyak kata yang keluar dari mulutnya, hingga iseng kucuri pandang lewat spion. Malang tak dapat ditolak, motorku oleng ke pagar warga karena lihat mukanya berubah penuh luka.

7. Sopir
Pukul 3 dini hari. Ah, akhirnya sampai juga.
Aku melaju pelan-pelan, siapa tahu ada petunjuk, bertanya pada orang, misalnya. Tak enak aku bangunkan yang di belakang karena masih terlelap. Yang kutahu, di daerah ini, penduduknya banyak yang memulai hari sebelum shubuh tiba. Iya, jam segini biasa merapat dan memilih hasil tangkapan Ikan untuk dibawa ke pasar.
Di ujung, kulihat ada seseorang duduk terdiam di gapura. Tak ada salahnya kan, jika kutanya.
"Maaf pak, Mau tanya, kediaman pak Sastro di mana ya? ", sambil kusodorkan sebuah alamat.
Dengan suara serak khas kakek-kakek, dia pun menunjukkan alamat yang kumaksud. Sudah dekat rupanya.
Ternyata, sejumlah orang sudah menunggu. Beberapa pasang mata nampak berkaca-kaca.
Begitu pak Sastro diturunkan, aku yang kaget. Wajahnya sama dengan lelaki yang kutanya di gapura tadi. Rasanya ingin berhenti saja jadi sopir ambulans.

9. Sekolah Kuno
Hal yang membanggakan dari diriku adalah belajar di sekolah idaman umat ini. Bangunan khas gaya gothic membuat terlihat angkuh dan elegan, termasuk para penghuninya.

Ya, para penghuninya, termasuk noni Belanda yang kulihat ketika datang kepagian.


Senin, 28 Oktober 2019

Beli Buku Bekas :Tak masalah lama/baru,yang penting kandungan ilmu


Saya, tim pemburu bekas hahahaa.....
Buku lama adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya(Samuel Butler)
Hobi yang universal, bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan posisi bagaimana saja (halah, ini opo to), salah satunya adalah membaca. Tua, muda, di rumah, di dalam  mobil, di hari yang panas, saat hujan, tua, muda, berkacamata, asalkan melek huruf, semua bisa melahapnya. Ya, membaca pun banyak macamnya. Ada yang suka membaca novel, komik, ensiklopedi atau status misalnya...mueheee. Maksud saya, membaca online-online gitu deh, entah melalui wattpad, mojok.co atau platform-platform yang menyediakan bahan bacaan gitu.

Dulu, iya dulu sekali, sebelum status di KTP saya berubah, suka gitu nyambangi toko buku, lapak-lapak, ke perpustakaan ( ini utamanya nyari pendukung skrepsong ding wkkwkwkk).Gayanya, nabung buat beli buku, tapi ya dapet juga sih, meski sudah nggak hits, baru dapat.
Namun, seiring berjalannya waktu, keadaan  mulai berubah (ciaatttt....deziggg). Ya, kebutuhan yang dulu sekunder, jadi tersier. Segala yang namanya kebutuhan anak, mulai susu, baju, gincu (ini emaknya) mulai jadi skala prioritas. Jadi, budget untuk membeli buku agak dikesampingkan jauh. Toh, waktu membaca juga nggak terlalu banyak seperti dulu. Yah, tetap menyalurkan hobi sih, meski sekedar baca tulisan cekak ala-ala hipwee,brillio,detik, sesekali mlipir ke lazada demi menyegarkan mata hahhaaaa.

E tapi, saya masih berusaha spare budget buat buku  loh, meski bukunya baru dibaca dua bulan kemudian. Biasanya sih, untuk mengantisipasi harga buku yang (agak)mahal, saya nyesernya ke lapak buku bekas. Bagi saya, buku bekas tapi ori daripada baru tapi fotocopi hahahaa....Ya memang sih, ketika mencari buku bekas kita juga harus lihai. Diceki-ceki lah ya, apakah halamannya lengkap atau tidak, adakah yang robek, kesiram aer atau  minyak gitu. Banyak juga kok koleksi buku bekas tapi kualitas masih baik. Pengalaman saya sih, beli online second-hand serenade book cukup memuaskan.

Bagi saya sih, beli barang bekas dalam  bentuk buku  itu lebih aman dari yang lain kok. Buku bukan alat-alat untuk dipakai seperti halnya motor,hp,tivi,kulkas,baju dan lain-lain. Selama buku itu masih layak dibaca, ada ilmu yang bisa digali, nggak ada yang namanya kadaluarsa, radiasi tinggi,racun timbal, spoiler gelombang elektromagnetik, ato apalah itu namanya.

Saya sih nggak masalah buku sudah  nggak hits atau  nggak. Menurutku, buku bukan  gaya hidup yang ada kategori trendy,old-fashioned,kuno bahkan  purba sekalipun. tengoklah  di kalimat pembukanya “Buku lama adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya.” Biasanya sih, bikin whistlist dulu atau siapin budget sekian, langsung scrolling buku bekas yang ditawarkan. Kalau cocok, angkut deh.Begitu juga sebaliknya. Apabila koleksi buku sudah menumpuk,sudah dibaca hingga tak ada lagi tempat tersisa, ya dikiloin saja, atau bisa juga sedekah buku untuk orang-orang yang membutuhkan, yeee kan.

Begitulah teman-teman pembaca sekalian. Kalau hobi membaca tapi dompet meronta, tak ada salahnya membeli buku  mantan, eh buku bekas maksudnya. Dibilang, barang bekas yang aman itu ya Cuma buku hahaaaahaaa.




Senin, 14 Oktober 2019

Berbahasa Karena Biasa



"Tidak ada orang pesimis yang pernah menemukan rahasia dari bintang atau berlayar ke pulau baru atau membuka jalan keluar baru bagi jiwa manusia"
(Hellen Keller )
Di salah satu tulisanku yang sebelumnya, ada yang bertemakan “Tak ada ilmu yang sia-sia”. Iye kan ya?  Terus apa hubungannya dengan tulisan yang bakal muncul? Ya, nggak terlalu berkaitan sih, Cuma mengingatkan saja, sudah baca atau belum hahaaaaa....(tertawa jahat).

Ya, masih sedikit-sedikit nyrempet lah ya, yaitu masih tentang belajar. Ya, belajar itu katanya yang lebih afdol itu dengan praktek, tak melulu teori.  Contohnya, belajar masak itu ya ke dapur dengan bahan dan alat, nggak Cuma di buku resep. Belajar komputer itu ya dengan perangkatnya sekalian, nggak Cuma sebatas buku tutorial. Pun sama dengan belajar bahasa, itu dengan ngomong, nggak hanya catatan. Dan memang, karena produk dalam bahasa itu berbicara, ya, tentu saja memerlukan kerjasama. Pliss deh, bahasa, berkomunikasi, itu pada umumnya butuh lawan bicara, kalau monolog itu Cuma di panggung, awokwoooooowwwkk.

Apalagi kalau yang dipelajari itu bahasa asing, bukan bahasa yang sering dituturkan. Tentu lebih butuh effort lebih banyak. Ada yang bilang, language is a habit. Maksudnya ya bisa karena terbiasa. Kenapa anak bule itu lancar sekali ngomong bahasa Inggrisnya? Lha wong tiap hari ngomong Inggris kan ya, begitu juga dengan bahasa lainnya.

Lhah, terus, mungkin nggak ya, belajar bahasa asing? Ya, mungkin-mungkin saja, yang pertama dan utama itu adalah niat. Kemudian dengan menciptakan atmosfer yang baik. Yang dimaksudkan di sini adalah dengan menyamakan niat, membakar semangat. Kalau ada yang mau belajar tapi yang lain mengabaikan, bisa kacau dong. Bahasa itu komunikasi, tidak hanya disimpan dalam catatan. Kalau kita udah yes, cas-cis-cus dengan bahasa asing sementara lawan bicaranya nggak respon, kan tengsin, hahahaa.....Kalau semua merespon dengan baik, ada yang semangat belajar, ada yang jadi role model, itu lebih cepat penyerapannya. Anak-anak artis bisa bicara bahasa asing, Inggris contohnya, pasti di rumah juga dibiasakan untuk itu, dan disekolahkan di lingkungan dengan bahasa Inggris aktif khan. Mbak Nikita Mirzani saja pernah bercakap dengan bahasa campuran dengan anaknya lho, hahaaahaaa...

Nah, setelah mempunyai niat yang lurus, teguhkan komitmen ya. Contohnya ; ada English Day, Arabic Day, English Area de el el, ya harus harus sama sama support. Support bukan Cuma doa ya, tapi tindakan. Inget ya, Allah bisa karena biasa. Belanda itu pergi dari bumi Indonesia karena doa yang dibarengi dengan angkat senjata, halaahhh.....

Sebagai rakyat jelata tapi bukan jelita, tak ada salahnya untuk belajar, lagi-lagi dan lagi. Siapa tahu kita dapat voucher ke Singapore atau Australia misalnya. Ya terima-terima saja kalau orang luar negeri tidak fasih berbahasa Indonesia wong Bahasa Indonesia memang belum jadi Bahasa Internasional. Tapi nggak tahulah tahun depan, ya kali Bahasa Indonesia bisa mengudara di seluruh dunia berawal dari perpres wajib pidato di forum internasional dengan bahasa Indonesia.

Senin, 05 Agustus 2019

Gelora Pemuda







Ini adalah drama musikal yang menggabungkan kemampuan akting, tari dan suara.

Tittle : Gelora Pemuda
Written by : Meiria
Cast :
 Bapak
Ibu
 Adik
 Kyai
Syahril
Alvaro
Daeng Hasan
 Daniel
 Boris
 Rakyat 1
Rakyat 2
Kompeni 1
Kompeni 2
 Teman Siti

(Sound) Indonesia, 1928
Scene 1

Perjuangan belum usai. Perlawanan terhadap penjajah di daerah-daerah belum memberikan hasil yang berarti. Sementara itu, kekejaman kompeni kian menjadi.
Rakyat 1   : Ampun tuan! Kasihani kami tuan!
Kompeni   : Masa bodoh. Serahkan hasil panenmu sekarang juga!
Rakyat 2          : Jangan tuan! Kami hanya penen sedikit.
Kompeni  : Arghhh, aku tak peduli. Opsir, cepat ambil barang-barang itu!
Anak-anak : Hu-hu-hu-hu. Bapak – ibu (sambil menangis)
Kompeni  : Ayo cepat pergi dari sini!
Rakyat 1   : (menatap anak yang menangis) Kalian yang sabar ya, Nak. Nanti bapak carikan
                          ubi di kebun belakang.
Rakyat 2   : Bapak betul, jangan nangis lagi ya!

( Penampilan “Buah Hatiku – Ihsan Idol” by kelas 6)

Scene 2

Seorang pemuda tanggung, Sultan Syahril, begitu menggebu-gebu keinginannya untuk mengusir penjajah di tanah kelahirannya. Menurutnya, pemuda adalah kekuatan penting dalam sebuah perjuangan. ( Penampilan “Masa Muda – Edcoustic” by kelas 1 )
Syahril : Bapak, Syahril ingin penjajah itu pergi.
Bapak : Maksudmu? Kamu ingin ikut perang, Syahril?
Ibu         : Duh, jangan Nak! Nanti terjadi apa-apa padamu. Ibu khawatir.
Siti         : Iya, kakak di sini saja ya, Kak. Siti tidak apa kok kalau harus makan ubi bakar
                           saja.

Syahril : Bukan begitu. Sekarang pemuda-pemudi Indonesia sedang menyusun rencana
                          dengan mengumpulkan pemuda dari berbagai daerah.
Bapak : Kok kamu tahu, Le? Bapakmu ini kan wong ndeso.
Syahril : Dari Pak Kiai, Pak.
Ibu         : Ibumu ga mudeng toh.
Anak-anak : Siti... Siti.. Ayo main!
Siti          : Ayo!

 ( Penampilan “Menthok-Menthok” by kelas 1)
( Penampilan “Gambang Suling” by kelas 1)
( Penampilan Angklung lagu”Turi-Turi Putih” by kelas 1)
( Penampilan “Mbok Jamu” by kelas 1 )
( Penampilan “Cublak-Cublaj Suweng” by kelas 2)

Scene 3

Syahril memantapkan hati untuk mengikuti perkumpulan pemuda yang mana informasinya didapat dari Pak Kiai. Syahril memang pemuda yang berbeda dengan pemuda lain di kampungnya. Ketika yang lain hampir putus asa karena perjuangan seperti jauh panggang dari api, Syahril malah begitu semangat untuk berjuang.
Bapak : Bapak ngga bisa nyangoni banyak, Le.
Ibu         : Betul, Le. Ini Ibu cuma punya kain batik. Dibawa saja, kalau mendesak bisa
                          dijual.
Siti         : Mas Syahril hati-hati, ya!
Pak Kiai         : Maafkan saya, Syahril. Saya tidak dapat ikut.
Syahril : Tidak apa, Pak Kiai. Mohon doanya saja.
Pak Kiai    : Tentu Syahril. Tetap kobarkan semangatmu. Tetaplah berbuat baik.

 ( Penampilan “Berkibarlah bendera negeriku - Gombloh”  by kelas 3)
( Penampilan “Mujahid Setia – Shoutul Haroqah” by kelas 4 )

Scene 4

Jakarta pagi ini.
Suasana di pusat kota masih sepi. Beberapa orang berlalu lalang tapi tidak satupun yang Syahril kenal. Dengan prinsipnya yaitu orang baik akan bertemu dengan orang baik, Syahril memenangkan pikirannya. Di sakunya terdapat kertas kecil yang bertuliskan alamat tujuannya yaitu Jalan Kramat Raya Nomor 6, Jakarta di mana para pemuda dari berbagai daerah berkumpul. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seseorang.
Syahril : Maaf mas, saya Syahril. Saya ingin ke Jalan Kramat Raya Nomor 6, arahnya ke
                          mana ya?
Alvaro : Oh, beta Alvaro Latumenten. Kita sama punya tujuan. Beta dari Maluku, Anda
                           dari mana?
Syahril : Saya dari Jawa. Kalau begitu kita bareng saja.


Alvaro : Baiklah.
Syahril : Maluku jauhkah Alvaro?
Alvaro : Sangat. Beta 2 minggu naik kapal laut untuk sampai di Jakarta.
Syahril : Samakah dengan Jakarta?
Alvaro : Sangat berbeda, kawan. Maluku masih banyak hutan. Bahasa kami sedikit
                           berbeda. Maluku juga kaya rempah-rempah dan seni.
Syahril : Oh ya?
Alvaro : Pasti. Banyak tarian Maluku seperti Cakalele, Poco-Poco, dan juga Lenso. Lagu
                          Rasa Sayange juga berasal dari Maluku, lho,
Syahril : Oh begitu. Baiklah kita sarapan dulu yuk.
Alvaro : Ayo.

( Penampilan “Tari Cakalele” by kelas 2 )
( Penampilan “Rasa Sayange” by kelas 2 )

Scene 5

Lepas dari kedai, mereka melanjutkan perjalanan yang hanya tinggal beberapa langkah. Gedung yang akan mereka tempati untuk bermalam dan menggalang semangat dalam meraih kemerdekaan.
Daeng Hasan : Selamat datang, saudaraku.
Syahril : Salam persaudaraan, bung. Saya Syahril dari Jawa.
Alvaro : Saya Alvaro dari Maluku.
Daeng Hasan : Saya Indonesia, berdarah Makassar.
Syahril : Makassar?
Daeng Hasan : Ya, Makassar ada di Pulau Sulawesi bagian selatan. Kami memberntuk
                           perkumpulan pemuda Jong Celebes.
Alvaro : Makassar punya wilayah yang luas, bukan?
Daeng Hasan : Betul. Nenek moyang kami orang Bugis, terkenal sebagai pelaut hebat. Selain
                          itu, kami juga punya sejumlah kesenian seperti Tari Alosi Ripolo Dua, Tari
                          Mappendendang, Tari Pattennung, dan lagu daerah Angin Mamiri.
Syahril : Wah keren sekali!

( Penampilan “Tari Alosi Ripolo Dua” by kelas 3 )
( Penampilan “Tari Mappendendang” by kelas 4 )
( Penampilan “Tari Pattenung” by kelas 4 )
( Penampilan “Tari Angin Mamiri” by kelas 5 )
( Penampilan “Tari Tulolonna Sulawesi” by kelas 5 )

Scene 6

Akhirnya, Syahril, Alvaro, dan Daeng Hasan tiba di gedung yang dimaksud.
Daniel : Salam merdeka, Saudaraku!
S + DH + A : Salam merdeka, kawan!


Daniel : Saya Daniel dari Jong Minahasa.
Daeng Hasan : Wah, kita dari pulau yang sama.
Syahril : Letaknya berdekatan?
Daniel : Makassar dan Minahasa memang satu pulau, tapi berbeda daerah. Pun dalam
                          budaya. Makassar terkenal dengan suku Bugis sebagai nenek moyangnya.
Alvaro : Minahasa yang kota besarnya Manado itu kan?
Daniel : Benar. Kami juga punya banyak seni budaya baik tarian maupun lagu daerah. O
                           Ina Ni Keke dan Si Patokaan merupakan lagu daerah terkenal dari Minahasa.

( Penampilan “Si Patokaan” by kelas 3 )

Boris : Selamat siang, kawan. Saya Boris wakil dari Sumatra Utara. Semoga cita-cita
                          bangsa ini dengan cepat dapat tercapai.
Alvano : Betul. Bukan saatnya lagi kita berjuang secara kedaerahan.
Syahril : Kita adalah satu tanah air. Kita memang berbeda suku, adat, budaya, dan agama.
                          Tapi hal itu jangan sampai membuat kita terpecah belah.
Boris : Pemikiran yang bagus. Marilah kita berbincang sambil minum teh.
Daniel : Bang Boris, bagaimana dengan perjuangan di Batak sana?
Boris : Belanda masih bercokol di Tanah Batak. Akan tetapi kaum muda sudah mulai
                          menghimpun kekuatan melalui organisasi pemuda.
Daeng Hasan : Batak ada di bumi Sumatra kan ya?
Boris : Betul. Selain Melayu, Sumatra juga ada suku Minang, Batak, dan masih banyak
                          lagi. Saya sendiri dari Batak.
Syahril : Batak?
Boris : Betul. Banyak seni budaya yang bisa kau lihat di sana seperti Tari Tor-Tor dan
                          Sinanggar Tulo.

( Penampilan “Tari Sinanggar Tulo” by kelas 5 )
( Penampilan “Tari Tor-Tor” by kelas 6 )

Daeng Hasan : Kalau perjuangan hanya mengandalkan kekuatan fisik, kemungkinan kecil untuk
                          merdeka.
Daniel : Betul. Maka dari itu, kita di sini ingin menyatukan visi.
Alvaro : Betul. Perjuangan sekarang lebih baik dengan diplomasi karena persatuan harus
                          di atas segalanya.
Boris : Apapun agama, suku, dan bahasa, kita tetap Indonesia karena kita Bhineka Tunggal Ika.

( Penampilan Perkusi by kelas 6 )



Selasa, 16 Juli 2019

Karena Tak Ada Ilmu yang Sia-Sia


“Jadilah baik tanpa menjelekkan orang lain”

Simbah Nelson Mandela pernah berkata bahwa “pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia.” Iya, memang betul, bahwa pendidikan, luasnya pengetahuan bisa mempengaruhi taraf hidup. Beragam ungkapan untuk motivasi menuntut ilmu bertebaran. Dari berbagai sumber menyebutkan bahwa setelah terjadi pengeboman di Jepang, pertanyaan yang terlontar dari kaisar Hirohito adalah berapa jumlah guru yang tersisa.

Ada pepatah menyebutkan “tak ada ilmu yang sia-sia”. Selagi waktu dan usia masih ada, why not? Ilmu agama sangat penting, sebagai bekal kita di akherat, tapi Allah tak pernah melarang untuk mempelajari ilmu yang lain ( eee....tapi bukan ilmu sihir ya, dosa, itu musyrik).

Jadi sangat disayangkan, beberapa waktu yang lalu penulis pernah membaca seperti ini “ jangan sampai anak lebih lancar bahasa Inggris ketimbang bahasa Arab.” Eh, ada lagi orang, padahal guru, beliau bilang “ tar kan di akherat pertanyaannya pake bahasa Arab, bukan bahasa Inggris.”

Marilah tengok sejarah. Bahkan orang Islam dulu pun belajar berbagai ilmu. Ibnu Sina, Al Farabi, Al Biruni, Al Khawarizmi. Siapa itu mereka bu? Ya, mereka adalah ahli kedokteran, musik, Astronomi, matematika dan ilmu lain yang berkaitan. See, Kita sudah dicontohkan para pendahulu kita untuk belajar banyak. Apa ini melupakan ukhrowi? Ah, tentu saja tidak. Dengan keluasan ilmu yang dimiliki, justru harusnya mempertebal iman. Bukankah salah satu cara mengakui dan mengagumi keagungan Yang Maha Kuasa adalah dengan mempelajari semesta? Kalau Nabi Muhammad tak pandai ilmu matematika, mana mungkin ia bisa jadi pedagang yang erat dengan hitung-hitungan? Dengan kemampuan berbahasa Inggris, Ahmad Deedat dan Zakir Naik berdakwah, mengislamkan banyak orang dengan bahasa Inggris.

Dengan lebih mementingkan ilmu dan menjelekkan ilmu yang lain, dampaknya nggak baik lho buat pembelajar cilik. Mereka bisa jadi enggan belajar cabang ilmu yang lain. Gairah ke-ingintahuannya bisa runtuh seketika (halaah, ini lebay). Bukankah Allah mengangkat derajat orang yang berilmu? Teringat teman saya yang umroh, beserta rombongan dan segala perlengkapannya. Nah orang Arab bilang “ Lift, lift”, maksudnya deket situ ada lift, biar cepet. Eh, teman saya ini nangkapnya “leave” suruh pergi. Jadi, tiap kali disuruh naik lift, dia malah kabur, takut diusir, hahahaaa.......(garing yaa).

 Jadi sodara-sodara, kalau ada yang bilang “nggak usah belajar bahasa asing, toh, nanti di akherat pertanyaannya pake bahasa Arab”, dijawab aja sekalian : “ Berarti nggak usah belajar matematika, fisika, IPS  dan segala ilmu duniawi. Toh nanti nggak ditanya rumus segitiga dan ibukota Argentina”

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...