Senin, 24 September 2018

Menetralkan tensi, Gemilang Prestasi


“Tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat”

Ya , hadist di atas menggambarkan betapa luasnya samudra ilmu dan pentingnya belajar. Bukankah kelak derajat kita ditinggikan oleh Allah apabila kita berilmu.

Pun, kita sebagai guru, selain memberi ilmu, hendaknya juga senantiasa mengup-grade pengetahuan kita ( ini bahasa sudah kelihatan intelek belum nih). Yang namanya ilmu pengetahuan itu makin hari makin berkembang, nggak mau juga kan kita dibilang kuper. Contohnya saja, yang dekat dengan dunia pendidikan deh, kurikulum saja berkembang ( atau lebih tepat berganti ya hahhaa....). Bisa jadi begitu kita keluar dari kampus, ternyata kurikulum yang dipakai berbeda, yes..yess..yes....

Tak hanya cukup sekali. hampir di tiap tahun para pendidik diberikan pelatihan kurikulum sepaket dengan administrasinya, itupun kadang tak cukup sekali, dari sumber yang berbeda pula. Pusing? Enggak kok, cuma jadwal piknik kemungkinan nambah hahahaa......

Atau, sebagai alternatif untuk menetralkankan suhu, bisa dipilih dengan pelatihan training yang lain, yang nggak terlalu redaksional, yang tidak njlimet dengan segala berkas seperti kala bimbingan skripsi itu. Yang simpel, tapi ya cukup bermanfaat seperti berikut ini :

    Desain

Hahahaaa....bagi pemilik kecerdasan visual, ini lebih menantang. Kita bisa bermain dengan warna dan gambar. Untuk apa si pelatihan desain? Ya, bagi sekolah yang punya banyak kegiatan seperti sekolah tetangga, kan hampir selalu membuat banner, backdrop atau baliho sekalian. Nah, dengan ketrampilan desain ini, kita bisa unjuk gigi bahwa banner itu bukan monopoli guru seni atau ICT misalnya heheheee......Kan itung-itung mengurangi jasa desain ke percetakan juga. Selain itu, bisa jadi usaha sampingan atau pokok ( kalau sudah tidak ngajar lagi hehehee). Coba, mana yang lebih sering, jasa membuat RPP atau mendesain...hahahaaa.....

   Public Speaking

Beberapa pendidik kadang kurang pede untuk tampil di depan public kecuali siswanya sendiri ( ini saya ding). Tak jarang mengalami demam panggung, keseleo lidah hingga speechless ( sekali lagi, itu menunjuk ke saya hahaaaa). Tentu saja, ini mengurangi performa guru. Apalagi kaum pendidik yang identik dengan segala workshop, seminar dan lain-lain. Itu nilai lebih lho. Berbagai kompetisi selalu berujung pada sebuah presentasi kan...huhuuu........melambaikan tangan......Kalau public speakingnya bagus, ladang kan bisa makin luas, jadi motivator misalnya...ngek-ngok.......

   Menulis/jurnalistik

Nah, ini ni, kata Al Ghozali ( Ulama mas dan mbak, bukan anaknya Dani Maia) “ Kalau kamu bukan siapa-siapa, maka menulislah”. Ya iya, apalagi menulis dibukukan dan laris manis di pasaran, kita mati pun masih dikenang. Yang tadinya Cuma remah rengginang bisa jadi raincake atau brownies Amanda...hahahaha....Apalagi yang namanya pendidik itu kan memang akrab dengan kertas dan pena.

     Berkreasi dalam membuat APE

Nah, ini cucok untuk teman-teman yang cepat bosan dengan kertas dan tulisan. Dengan modal seperti triplek, board, foam atau apalah itu yang bisa untuk alat peraga sederhana. Memang cukup menguras tenaga sih, tapi kan nggak sia-sia juga. Belajar untuk terampil bareng-bareng, siapa tahu bisa jadi pengisi waktu kelak di masa pensiun nanti, bisa membuatkan sesuatu untuk anak cucu nanti.

Humm......Cuma segitu doang? Sebenarnya banyak si, untuk menumbuhkan kecintaan baru, yang ringan-ringan saja seperti knitting, origami ( ini penting nggak sih), bikin kue ( siapa tahu dapat pesanan), tapi itu kan kayaknya sexist yak, cenderung ke female. Atau, mau yang berat dan manly, laki gitu seperti tambal ban, servis tipi, atau servis AC biar kalau error nggak perlu panggil teknisi lagi, lama dan nguras duit hahahaaa......Anyway, itu Cuma ide untuk memperkaya ilmu dan biar nggak terlalu sepanneng, yang penting tupoksinya jalan, Insya Allah.....sik penting yakin 





Kamis, 20 September 2018

Insta: Mengabadikan tak berarti menyebarluaskan


“ Ouh My Gosh.....ternyata dia udah jadian “
“ Errr....tahu dari mana?”
“ Instagram dia.......” Njedhugin kepala ke tembok.

“ Huhuhu...hang out nggak ngajak-ngajak, udah nggak mau jadi temen aku?”
“ Kok tahu?”
“ Ya tahulah, enoh si X post di instastory....?” Ngeloyor, ngegrundel muka asem.

“ Kamu.....Veronica?”
“ Iya, emang kenapa?”
“ Eh, enggak, Cuma.....kok beda dengan yang di foto biasa ya..., “
“ Ah , masa sih, editannya nggak banyak kok”
“Makanya, punya muka dirawat, bukan diedit” ....lelaki itu pun pergi dengan rasa kecewa.

Ya.....begitulah, riset terkini membuktikan bahwa Instagram adalah media sosial paling tidak sehat. Dibalik kata-kata indah “gambar punya berjuta cerita”, ada sisi suram, apalagi orang dengan self-control yang rendah.

Instagram, suatu media sosial yang mengedepankan tentang gambar yang kini laris manis di kalangan muda maupun tua. Bukankah pandangan mata itu selalu lebih menarik, pemilik kecerdasan visual sepertinya lebih banyak daripada yang audio hahaa.....maka dari itu, penikmat pun berlomba-lomba agar terlihat menawan. Berbagai foto selfie yang bisa jadi harus taken berkali-kali untuk bisa diposting, menambahkan ritual memfoto makanan sebelum dimakan ( entah pakai doa atau tidak), atau merekam segala kejadian yang bagi empunya sendiri begitu mengesankan dan menoreh memori.

Kemunculan instagram pun ternyata membawa sejumlah masalah kejiwaan bagi mereka yang lemah syahwat, eh, maksudnya lemah iman. Memang, ia tak langsung membuat manusia berdarah-darah tapi lebih menyerang ke kesehatan mental. Alih-alih menuai pujian dari gambar yang dishare, malah dapatnya bullyian dari para haters. Emang ada mak? Ya adalah, maha benar netizen gitu lho.

Beberapa riset menyebutkan efek terlalu mencintai media sosial ini mulai dari narsistik hingga lupa waktu, depresi, tekanan mental karena perbedaan level ; si A yang travelling kesana kemari, si B yang mengenakan produk branded, sampai dengan Body Dysmorphic Disorder. Apaan si itu yang terakhir??? Ya intinya si sesorang yang berfikiran bahwa ada yang salah dengan tubuhnya, kurang sempurna, kurang tinggi, kurang langsing and nde brew and nde brew.

Bagi pengguna cerdas, instagram bisa menjadi lahan mengais rejeki, seperti jualan barang atau sekedar menerima endorse, bintang iklan dunia maya ( ya ujung-ujungnya jualan juga siyyy).

Ya, memang, setiap hal yang berlebihan itu tidak baik. Beware and be wise dalam menggunakan media sosial. Tidak semua yang kita punya harus dishare. Mengabadikan tak berarti harus menyebarluaskan. Apalagi menyebarluaskan yang masih di awang-awang, abu-abu, fana....contohnya, seperti liburan dengan pacar, hahaaaa........jejak digital itu bisa jadi menyakitkan jenderal!!!

Medsos-medsos gue......hahahaaa....memang betul sih, semua orang bebas mengekspresikan segala hal di medsos masing-masing. Yah, semoga bukan tergolong narsistik yang segalanya harus diposting. Kadang ada suatu masa dimana momen indah itu cukup dikenang dengan orang yang terlibat saja.

Pintar-pintarlah juga dalam menjaga hati dan cerdas dalam mengelola hati, ea.....yang terakhir itu adalah kata lain dari baper. Jagalah kesehatan mentalmu dengan banyak membaca firmanNya, bukan dengan ngulik instagram olshop, selebgram apalagi mantan.  





                                                                                                                     

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...