Minggu, 28 Februari 2016

kresek bikin nyesek



Baru-baru ini, bagi yang kurang update berita, mungkin sedikit surprise. Sodara-sodara yang suka silaturahim ke minimarket sampai supermarket, mungkin petuah dari kasir akan bertambah,” sekarang kantong plastiknya berbayar ya bunda”, halah....
Niatnya sih, cinta lingkungan biar sampah plastik tuh nggak menumpuk. Tahu kan kalau plastik itu butuh ratusan tahun untuk bisa terurai. Kalau konsumsi plastik berkurang, kan artinya polutan tanah juga menurun, kalkulasinya sih begitu. Mereka-mereka berharap kalau dengan adanya plastik berbayar itu, mereka jadi enggan untuk beli. Tapi ternyata murah juga yaa...lha wong Cuma 200 perak. Menurut sampeyan, pelanggan akan rela 200 perak atau sengaja bawa shopping bag sendiri?
Itu kresek kan ada tulisan bio-degradable kan yak, yang artinya lebih cepat terurai. Enggak begitu masalah kali yaa, dibanding dengan plastik tebal atau kresek yang hitam-hitam itu. Kalau Cuma 200 perak, saya sendiri mah, mending beli bayar aja. Secara saya kadang belanja tuh unpredictable. Pulang kerja, inget kebutuhan rumah yang habis, ehh...jadi mampir dehke minimarket. Ga seru kan kalau berangkat kerja bawa-bawa shopping bag usang. Apalagi minimarket dan supermarket itu kan memang tempatnya orang yang cari praktis. Konsumennya lebih mentereng lahh...daripada emak-emak berdaster lusuh sambil nggendong balitanya.  Dua ratus perak mah kecil daripada harus berbecek-becek, tawar menawar sambil menutup hidung karena aroma sedap di pasar tradisional. Pihak mini ataupun supermarket sih menyambut baik usulan ini. Lha iya, 200 perak jadi keuntungan dia juga kan, 200 perak per hari dikalikan jumlah pembeli. Belum lagi kalau mborong yang butuh lebih dari satu kresek. Walah...lahan empuk nih. Haisshhh....
Sementara di pasar tradisional yang keuntungannya tak seberapa dan memakai kresek hitam masih menggratiskan kantong kresek itu. Padahal plastik itu kan enggak ada tulisan biodegradable-nya ya. Harusnya kita lebihin 200 perak tuh buat beli, yaa..itung itung bagi rejeki sama abang-mpok penjualnya to??? Jadi ingat dulu waktu kecil, kalau suruh ke pasar, sibuk cari kantong kresek dulu karena biasanya pedagang tidak menyediakan kresek hehehehe....
Apalah arti dua ratus perak buat pembeli yang memang berdompet tebal kecuali kalau kantong kresek itu dibanderol dengan harga yang cukup ng-efek, yaa sekitar goceng atau cemban, kan lumayan berasa tuh. Pembeli jadi enggan untuk membeli. Atau mungkin, kresek-kresek tersebut boleh kita jual kembali gitu, separuh harga, namanya juga barang second. Win-win ah.
Overall...mari peduli lingkungan, kasihan tanah kita ya, udah diinjak-injak, masih juga kita cemari dengan sampah. You can easily skip two hundreds rupiahs only in a second but you need more time to skip hundreds of plastics. Saya sendiri...ehmm....masih dalam belajar untuk menghemat plastik. Kalau belanjanya enggak superwow, ditaruh dalam tas kerja aja ( wong tas kerjanya tas gendong kayak bocah hihiii...) think positively, do positively. Stop hujat, let’s start....:)  

Kamis, 11 Februari 2016

Butuh Belajar Tak Sekedar Wajib Belajar



Ini adalah catatan pendek. Sekedar menuliskan isyarat jiwa ( halahhhh...lebay...)
Ngomongin pendidikan memang tidak ada habisnya. Hampir tiap tahun berubah-ubah entah itu materinya, aturannya sampai hanya istilah pun ikut meramaikan agar pihak yang membawahi kependidikan ini dibilang kerja. Karena tidak ada kekonsistenan dalam dunia edukasi ini, saya meminjam istilah dari Vicky Prasetyo, negara labil pendidikan. Masyarakat kita pun cenderung redaksional, kenapa? Karena terlalu mempermasalahkan istilah padahal Cuma beda tipis wujudnya. Mulai dari EBTANAS, hingga UAN, mulai SIPENMARU sampai SNMPTN, toh intinya sama. Sama-sama ngerjain soal, halah.....stop, stop, jadi ngelantur keluar jalur nih.
Beda generasi, beda istilah ya. Kadang perubahan zaman, rasa dari sebuah kata pun bisa berubah, bahasa inteleknya “pergeseran makna”. Kalau tahun 90an, sering terdengar slogan wajib belajar yang disingkat dengan wajar. Mungkin sekarang, nampaknya kita perlu membudayakan butuh belajar bukan sekedar wajib belajar. Apa pasal? Wajib belajar kayaknya kita disuruh, dipaksa ( wajib militer misalnya). Apa sih hasil dari sesuatu yang disuruh-suruh, bukan karena keinginan kita ?Selain itu, kewajiban membuat kita berhenti ketika kewajiban sudah ditunaikan.
Adapun butuh belajar memang sedikit berbeda makna. Kalau kita butuh, kita yang datang, kita melakukan sesuatu. Kita butuh makan? Ya kerja. Kita butuh kerja? Kita butuh pengetahuan, butuh ketrampilan. Kita butuh ilmu untuk bekerja? Ya belajar dulu, begitulah. Jadi, kita belajar karena kitalah yang butuh. Bukan karena undang-undang. Belajar tidak hanya sekedar mendapat sertifikat.
Jadilah pribadi yang haus akan ilmu. Karena ilmu pulalah kita dihargai apalagi bisa berbagi ilmu, ya kan? Menuntut ilmu sepanjang hayat, tidak melulu di dalam ruang layaknya sekolah. Generasi yang butuh belajar akan tetap humble karena merasa masih kurang. Generasi yang haus akan ilmu tidak pernah takut mencoba dan putus asa karena berkeyakinan ‘kita bisa karena biasa’.
Orang yang sadar akan kebutuhan pengetahuan akan jauh lebih bersemangat dan tidak merasa terbebani. Sebagaimana pepatah “ tuntutlah ilmu sejak dari ayunan hingga liang lahat “. Lifelong education. Orang yang kelak ditinggikan nanti adalah orang-orang berilmu J..........
 “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Q.s. al-Mujadalah : 11)”



Minggu, 07 Februari 2016

Ketika Kenaikan KKM Lebih Mencemaskan Daripada BBM




Image result for gambar sedang ujian
Bagi mereka yang berkecimpung di dunia pendidikan terutama dasar dan menengah, tentu tidak asing lagi dengan yang namanya KKM. Apa sih KKM itu? KKM merupakan singkatan dari Kriteria Ketuntasan Minimal.
 Opo siii??? Memang, kaum 90an tidak mengenal itu, karena itu baru populer sepuluh tahun terakhir (mohon koreksi kalau salahJ). Sederhananya, itu adalah passing grade. Anak dianggap kurang kalau belum mencapai skor tersebut. Anak akan dipush , entah dengan remidial, perbaikan atau entah apa itu namanya. Nilai itu jugalah yang akan muncul di raport meski sebetulnya anak dibawah KKM.

Image result for gambar sedang ujian
Hal tersebut menimbulkan problema tersendiri bagi para pendidik. Ketika pendidikan sudah menjadi lahan industri, yang ada hanya bagaimana supaya sekolah terlihat wah dari luar. Wajar, karena semakin banyak murid, rupiah juga akan meningkat. Bagaimana agar terlihat wow? Ya, salah satunya adalah dengan meninggikan nilai KKM. Nilai tinggi identik siswa pintar. Apabila semua siswa di sekolah tersebut memang cerdas, pandai dalam semua bidang, hal ini tentu tidak menjadi masalah.


 However, in fact, siswa datang dengan sangat beragam dan memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Apakah kita harus memaksakan mereka untuk mendapatkan nilai minimal dalam semua pelajaran???? Wah....guru benar-benar bekerja keras untuk ini. Dibilang munafik??? Bisa jadi. Kalau ternyata dia menetapkan KKM tinggi tapi ada anak yang berada jauh di bawah, maka ia harus mengatrol. Kalau kasih nilai apa adanya??? Siap-siap diprotes, entah itu dari sekolah atau orang tua murid. Nahhh lhooo.....enggak kayak dulu, tinggal kelas yowes, raport kebakaran? Sudah umum.

Please deh, siapapun yang duduk di petinggi kependidikan, dengan adanya KKM itu justru menggiring kepada ketidakjujuran. Mungkin orang tua akan puas, sekolah tersenyum manis dengan melihat nilai anak yang bagus-bagus, nilai yang tidak ada di bawah passing grade. Begitu juga dengan siswanya. kalau dia sudah merasa cukup dengan nilai KKM padahal sebenarnya adalah nilai katrolan, minat belajarnya pun cuma sampai segitu saja. Dibalik semua itu, sebagian guru mungkin menulis nilai dengan migrain, vertigo, menangis dan istighfar ( semoga ini tidak mencemari rejeki para guru).

 Jadi  merasa bersyukur sekolah jaman dulu nih meskipun minim fasilitas hehehhee.....Kalau BBM naik, paling Cuma nambah seribu, tapi KKM naik? Belum tentu kita kasih anak seribu langsung bisa paham materi, remidial yang okeyy.....

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...