Kamis, 29 September 2016

Srikandi di Negara Adidaya



Subhanallah, hore, alhamdulillah, mmm...apalagi ya yang mau terucap. Bukannya apa-apa, saya turut bersuka cita dengan kabar yang wira-wiri di portal berita. Saya ikut acungi jempol deh mengingat beliau mempunyai kesamaan gender (hihiiii) sama sama perempuan yang berkarya. Bedanya siiih banyak hahahaaa....mulai dari sisi wajah dan kecerdasannya tentu saya harus mendongak memberi hormat dengan wanita istimewa ini. Yaa...seperti yang sudah beredar, nama Nara Rakhmatia (cmiiw) sedang naik daun. Naik daun bukan karena sensasi murahan, tapi ini soal keberaniannya (tak layak kan saya tulis kejantanan hahahaa) berbicara di forum PBB ( tidak seperti saya yang bicara di rapat KKG saja tak bernyali, peace mannn......) Ya,  disaat negeri kita tercinta ini dihujat oleh negara-negara gurem Asia Pasifik karena isu gerakan separatis, gadis cantik ini menangkis tuduhan yang terlontar bak perisai. Ya elah, maklumlah, yang namanya tetangga itu kan tidak serumah,  mereka tidak tahu dapur negara, it’s okey lah. Dengan lantang, alumnus FISIP UI ini berucap kalau negara-negara yang tersebut berupaya mengintervensi . Jebolan St Andrews University ini juga menquote pepatah ketimuran begini :” bila kalian menunjuk sesuatu, maka sebenarnya jari yang lain, yang lebih banyak, justru mengarah ke diri kalian masing-masing. Salut gitu.
Ada lagi woman yang berani berbicara di negeri adidaya, yang sebenarnya wanita ini bukanlah siapa-siapa. Yap, betul sekali, Imamatul Maisaroh. Siapa sih dia? Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, bahwa mbak Ima adalah salah satu korban Human Traficking. Istilah kerennyaa, korban perdagangan manusia. Dia dijadikan asisten rumah tangga tapi majikannya semena-mena. Udah gitu, paspor ditahan pula. Serem ih, di negara adidaya tanpa ada sanak saudara. Karena “kecerdikannya” , perempuan asal Malang itu bisa rescue dari aksi kejahatan tersebut. Langkah cerdasnya itu pula yang akhirnya menjadikan perempuan eksotis ini menjadi aktivis. And you know what, dia didapuk sebagai juru bicara presiden Obama. Two thumbs up deh. Dia berbicara bahasa Inggris dengan fasih dan santun. Hemmm...tidak seperti saya yang kuliah bahasa Inggris empat tahun tapi masih terbata-bata dalam berbicara hahahaaa...Beliau juga tidak menuntut majikannya yang telah berkasus dengannya.
At the end, tetap semangat ya mbak Nara. Berjuang tidak harus mengangkat senjata tapi juga lewat diplomasi dengan lisan kita. Buat mbak Ima, tetap jaya yah, semoga tetap bangga dengan tanah kelahirannya meski menjadi juru bicara di negeri adidaya. Buat adek-adek gemes yang masih hura-hura, tobat-tobat. Untuk meraih goals of life tidak mulus kawan. Contohlah yang baik-baik saja, masih banyak yang berbintang selain mereka berdua. Fokus-fokus! noh lihat, Awkarin sama Gagah Muhammad saja yang katanya goals of relationshipnya joss, putus juga, seperti  yang terjadi juga pada Brad Pitt dan Angelina Jolie (lho lho, nggak nyambung mbakyu)

Selasa, 27 September 2016

Tetaplah Waras Walau Hidup Keras.................



“Hidup itu memang penuh masalah, kalau penuh cucian namanya laundry,”.....ingat banget aku dengan creator meme tersebut. Terdengar lucu tapi nek dipikir lagi yaa memang betul. Setiap orang memang punya masalah, lain orang lain masalah (kayak peribahasa yaa). Naahh....karena masalah itu juga, kita ditimbang-timbang kadar kewarasan kita yang nanti akan bermuara pada surga dan neraka hahahaaaa. Mau yang cepat,lambat, jalan berkelok-kelok atau yang lurus, itu hak pribadi masing-masing. Yang pasti ya kehidupan memang tidak selalu mulus, kalau mau mulus ya lewat jalan tol, cepat sampainya....sampai akhirat wkwkwkkk...

Lanjuttt......,Slruuuppp.....(sambil ngopi), lihat berita tempo hari ada berita yang bikin greget dan geli. Apa yang bikin greget, ya itu, pembunuhan oleh salah satu (pa)ranormal terhadap mantan pengikutnya. Nah yang bikin geli, usut punya usut paranormal tersebut mentahbiskan dirinya bahwa ia bisa menggandakan uang, lha kok ada orang-orang yang percaya gitu lho. Diberitakan bahwa mantan pengikut itu mengetahui kebohongan yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng jadi agar perbuatan jahatnya  tidak berlanjut, ya dibukalah tabir penipuan tersebut. Seperti mafia di tivi-tivi, karena ada orang yang menggoyang bisnisnya itu, jalan keluarnya dihabisi. Walahhh.....berlipat-lipat ini kejahatan yak.
Ngomong-ngomong penggandaan uang, itu kalau dipikir logika bagaimana ya. Difotokopi kah, dikloning kah atau jangan –jangan melibatkan makhluk ghaib seperti Bandung Bondowoso yang membangunkan candi untuk Roro Jonggrang sang pujaan hati. Diperlihatkannya tumpukan duit sampai setinggi orang yang pasti bikin para cabe-cabean dan “tante-tante” senang bukan kepalang. Kalau benar begitu, jangan-jangan uang hasil penggandaan itu akan berubah jadi daun setelah dibelanjakan ( Suzana itu mah ).

Duuhh....pak, buk, om, tante. Kok ya bisa-bisanya percaya pada pembual macam itu yaa. Logikanya , kalau mau dapat duit ya kerja. Dimas Kanjeng memang gila dengan idenya sanggup menggandakan uang tapi para “klien”nya lebih foolish lagi, kok percaya. Istilahnya, Dimas Kanjeng itu kasih jalan kalau sampeyan mau lewat ya monggo ( dengan segala konsekuensinya) mau putar arah ya monggo. Tapi ya tetap jahat sih, karena sudah menghilangkan nyawa (hrrrr...serem).

Jangan sampai karena meningkatnya kebutuhan dan gaya hidup justru mengurangi kadar kewarasan kita. Sudah kita dikibulin ditambah pula kita dicap musyrik sama Yang Maha Agung. Mau duit? Ya kerja keras, memangnya Marx Zuckerberg, Bill Gates, Habibie dan orang-orang sukses itu dapat duit dengan ongkang-ongkang kaki? Meski kelihatan bersenang-senang, otak mereka tetap” on” dong, apalagi kalau lihat perjuangan mereka dari nol, berat bro.

So,.......hidup harus tetap nalar walaupun nanar. Tujuan yang baik juga harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Tetaplah beriman meski dunia makin preman. Harus tetap dinalar ya. Anak-anak saja les matematika dengan metode penalaran, harusnya orang dewasa pakai penalaran juga. Nafkahi si ya nafkahi tapi juga tidak dengan ngibuli orang hahahahaaa......


Senin, 26 September 2016

Balada Ibukota Mencari Papakota



 
Masih fresh sekali yaa....sekarang ini sedang riuh, gegap gempita tentang penetapan calon gubenur Jakarta. Yaa...seperti biasa, karena memang media menyoroti (banget) tentang pilkada ibukota ini, mau tidak mau publik juga terseret (halah) dalam kawah berita ini. Ibukota sedang mencari Papakota. Pilkada yang sebenarnya hidangan masyarakat ibukota kini jadi bahan omongan rakyat se-Indonesia Raya (lebayy makkk).
Udah pada tahu kan ya, siapa calon-calonnya. Koh Ahok, sang petahana, Babah Anies Baswedan yang merupakan tokoh akademisi yang pernah tercatat sebagai rektor Universitas Paramadina dan yang terakhir yaitu mas Agus, seorang anggota TNI yang kinyis-kinyis, rela keluar dari korps tercinta, untuk meraih cita (???)
Seperti pengalaman sebelumnya, ajang pesta demokrasi entah itu lokal ataupun nasional, pasti ada deh itu yang namanya black campaign, kampanye hitam dari segelintir orang yang fanatik sempit namun tak bertanggung jawab itu (ceileee). Biasanya sih, kampanye yang tidak berkualitas itu disampaikan oleh media yang condong ke arah satu calon, entah itu media cetak, elektronik ataupun sosial. Ya....sudah bukan rahasia umum lagi memang, sekarang ini media kebanyakan tidak netral. Maju tak gentar membela yang bayar, aihh....
Siapapun yang jadi jago, bermain yang bersih lah yaa. Publik sudah semakin pintar kok. Mana yang tulus mana yang pencitraan ( lho lhooo....). Yakin deh, kalian itu punya sesuatu yang  bisa “dijual”, something special, something different. Pak Ahok dengan gayanya yang ceplas ceplos tapi cukup membawa perubahan dalam birokrasi, pak Anies yang aduuhh cerdasnya yang memang keturunan pejuang pemrakarsa kemerdekaan RI. Pasti dong tidak diragukan nasionalismenya dan yang terakhir yang masih muda, yang bisa membuat ibu-ibu rontok hatinya, mas Agus dengan segepok pengetahuan kemiliteran dan kecerdasannya.
Tidak perlu saling menjatuhkan meski mereka dari akar yang berbeda. Ahok adalah keturunan China, Anies adalah Arab dan Agus adalah orang Jawa. Monggo, pilih yang mana yang sesuai hati nurani dan kira-kira pantas memegang tampuk kepemimpinan ibukota. Kalau secara wajah, pas lah ya. Wajah mereka yang rupawan semoga membawa kebaikan.
Naiklah tanpa menjatuhkan yang lain, perbaguslah tanpa menjelekkan yang lain. Jadilah pemimpin yang amanah, jangan seperti kisah cinta dedek-dedek gemes yang manis di depan pahit di belakang, ea eaa eaa.... Buat ibu-ibu dan remaja putri yang labil, awas, jangan tertipu tampang lho. Jangan pula bilang yang pas di hati (yang paling dalam hiks hiks hiks) karena mereka sudah punya istri hihiiii.... baper baper deh. Jadilah pemilih yang cerdas ya. Jaman sekarang memang harus melek media agar terhindar dari buruk sangka.
Selamat bersuara ya, saya mah Cuma penggembira saja. Tinggal di DKI ya enggak, KTP Ibukota juga enggak, jadi enggak usah banyak-banyak komennya lah ya. Ngomong-ngomong, mas Agus, kalau tidak terpilih jadi gubenur, jadi artis boleh jadi pilihan tuh. Pesonanya tidak kalah dengan kapten Yoo Si Jin di drama korea Descendant of the Sun itu hehehehee...

Kamis, 22 September 2016

Dress code, Urusan Baju Jangan Sampai Bikin Pilu




Sssttt....jangan-jangan ada yang bertanya-tanya kenapa ada power rangers disini....check it out mas mbak broo.
Sodara-sodara, apakah kalian peggiat event? Suka ikut serta baik dalam acara resmi ataupun enggak resmi? Atau malah selalu didapuk sebagai project officer dari acara??? So pasti riweuh banget kali ya jadi harap maklum kalau sang begawan kadang darting karena yang diurusi mulai dari yang big sampai yang ecek-ecek ( hadeeehh).
Salah satu yang ditangani yaitu urusan kostum. Iya kostum. Entah itu panitia atau peserta. Sometimes it is such complicated stuff. Bisa jadi repot bisa jadi mudah layaknya membalikkan telapak tangan.
Firstly, timbang timbang, seberapa pentingkah dress code itu? Bagaimana batasan dress code? Mmm....maksudnya apakah Cuma jenis baju, warna, atau sekalian aksesoris? Terus tujuannya untuk apa? Supaya mudah mengenali karena takut lepas dari rombongan? Atau hanya sekedar kompak?
Overall, dress code itu penting, tapi juga tidak penting-penting amat. Apalagi kalau acaranya indoors. Masa iya sampai hilang, kecuali anak-anak ya. Ya kalau acara melibatkan anak-anak apalagi outdoor pula memang sebaiknya memakai dress code ya.
However, dress code sebaiknya jangan dibikin ribet ya. Kalau memang ada anggaran, ya dipesankan saja kostum yang sama (tapi beda ukuran) itu. Apalagi kalau acaranya di akhir-akhir bulan. Sebagai pencari money, kadang kelabakan juga kalau suruh cari baju sesuai kehendak maharaja yang unpredictable di awal bulan, hidiiwww.... Sebenarnya, kalau pesertanya orang-orang dewasa. Kekompakan tak hanya melulu dinilai dari kostum. kecuali kalau memang untuk tampil ya. Tapi kalau untuk tampil di panggung biasanya sudah dipersiapkan sebelumnya termasuk dana, namanya juga ada penilaian keindahan. Peace.....
Kadang orang dewasa kan lebih idealis (???)..kalau kebetulan dia tidak punya kostum yang diharapkan dan sedang seret rejekinya, kan kasihan juga kalau dipaksakan ya. Apalagi kalau acaranya Cuma sekedar senang senang tidak resmi sebagaimana protokoler kenegaraan dan kekantoran (idih bahasanya ). Intinya....ya kalau memang dress code itu dipandang penting, ya sebaiknya dianggarkan saja. Itu lebih adil lho atau subsidi silang deh, itu cukup meringankan. Tidak perlu dress code yang ribet, misalnya motif ini, warna itu. Halah, cukup samakan warna  atau model. Kalau perlu menghubungi grosiran yang jatuhnya lebih murah dalam jumlah banyak dan dijamin samaaaa semua hahahahaaa.
Selain itu, kalau hanya untuk mudah dikenali, bisa kan pakai yang lain ( baca : aksesoris). Seperti dengan memakai topi. Topi kan universal, cowok cewek bisa pakai dan ditaruh di paling atas (kepala) jadi mudah kelihatan.
Anyway, beragam itu indah, sejenis itu manis. Apalagi urusan pakaian yang dibikin ribet. Kayak Mark tuhh sehari-harinya begitu, konon katanya orang-orang sukses itu tidak membuang waktunya hanya sekedar memilih kostum hehehehee....tapi kita kan penginnya samaan ya makanya ada couple-an, baju sarimbitan. Biar tidak saltum yang bikin salting, dipertimbangkan dari awal ya. Pastikan semua warga punya, entah dalam warna ataupun corak. Kalau dipandang warganya merasa sedikit keberatan, ya dianggarkan sajalah ya. Kalau kemahalan ya cukup accecorise code sajalah ya seperti topi atau gelang gitu. Eh, jangan lupa kalau acaranya landscape (jiahh) luas aktifkan selalu ponsel hihii....bu ibu, jangan sampai lepas pandangan sama bocah-bocahnya ya. Urusan baju jangan dibikin pilu. One is unity, diversity is pretty.....

Rabu, 21 September 2016

Dear Parents,Sinergi yang Harmoni



Dear parents.......
Pertama-tama, saya akui ( halahhh) sebenarnya saya sendiri bingung mau menjuduli eh, memberi judul tulisan ini apa. Selain itu, masih ragu juga, sebenarnya tulisan ini layak didedikasikan kepada siapa.

Jadi, rangkaian kata ini ( cieee) berawal dari obrolan dengan teman seprofesi. Topiknya sih ringan-ringan saja. Intinya perbedaan dunia pendidikan yang dahulu dan sekarang. Mungkin kalau dulu, teori parenting tidak begitu menggelegar, dunia pendidikan adalah tabu. Pendidikan itu hanya seputar guru, kepala sekolah dan siswa. Sebagai orangtua hanya keluar biaya dan doa. Iya betul, tak sedikit orangtua yang sangat memperhatikan pendidikan anaknya, tapi itu hanya sebatas dukungan moral dan finansial.

However, nowadays, karena pendidikan orangtua yang cukup tinggi, perhatian terhadap anaknya pun mengiringi dengan ekspektasi yang wow gitu. Loh....iya, kadang tanpa selidik kroscek dulu sudah bertingkah. Apalagi dengan banyak teori parenting yang beragam ( yang sebenarnya hasilnya baru kelihatan belasan tahun kemudian), mereka kadang “ikut serta” dalam pendidikan di sekolah yang sebenarnya tidak penting-penting banget.

As for myself, sebelumnya, terima kasih untuk para orang tua yang sudah memperhatikan anaknya dan berperan dalam pendidikannya. Hanya saja, wujud dari perhatiannya sebaiknya tidak terlalu over yang terkesan mencampuri rumah tangga sekolah. Lah kok bisa? Iya, mungkin dari pihak sekolah kurang adanya ketegasan peraturan, terlalu mengutamakan “customer” sehingga sekolah itu sendiri tidak punya power, tidak punya kendali. Walahh....panjang amat yak, contohnya gimana. Sederhananya; misalkan ada orang tua yang complain langsung ke “pemegang saham”, lantas tanpa ba bi bu, kroscek lebih dulu, saudara tersangka yang dicomplain tahu-tahu kena semprot. Dengan tiba-tiba, keputusan yang sudah ketok palu lantas belok 90 derajat hanya karena segelintir oknum. Itu adalah contoh kecil dimana peran sekolah dan orangtua tidak bisa bersinergi (semoga saya terhindar dari orangtua yang banyak complain hihiii....)

Peran orangtua murid ituuu...iya betul, memang diperlukan demi keharmonisan bersama dan eksistensi sekolah di masa depan. Namun, ada baiknya diseimbangkan. Ingat, sekolah tetap punya andil lebih besar. Sekolah merupakan lembaga yang insya Allah diisi dengan orang-orang yang memang dari disiplin ilmu yang dibutuhkan. Itupun mereka ( para guru khususnya) dalam perjalanan kariernya masih ditambah dengan pelatihan, seminar, workshop dan event event lain yang menunjang profesinya. Lantas, yang dimaksud seimbang itu seperti apa siyy?

  •  Biasakan selalu up to date dengan informasi yang diberikan. Sometimes, kita temui orangtua yang tidak membaca informasi tapi entar di belakang komplain. Lho kok begini, kok begitu??? Padahal sebelumnya sudah diberitahu. Apalagi menanyakan hal yang sama berulang kali. Sabarrrr.....
  • Kalau mau complain, mohon alurnya tepat ya parents. Maksudnya ? iya, kalau ada yang mengganjal tentang kehidupan di sekolah (jiahhh) ya sampaikan sama yang berwenang di sekolah, utamanya guru kelasnya dulu. Jadi dari tingkat yang lebih rendah. Kalau di tingkat yang lebih rendah bisa di-clear-kan kenapa harus sampai ujung tombak? Apalagi sampai meluber ke orangtua murid yang lain. Entar malah ujungnya tidak baik. Biasalah ya....orang kan kalau menyampaikan kata-kata ditambah-tambah...hihiii....Nanti jadinya, masalah yang sebenarnya sudah closed, di luar sana ternyata masih berkicau walahhh....

Anyway, teacher is a human too. Nobody’s perfect. Kalau terjadi kekeliruan, silahkeun diluruskan dengan cara yang bijak. Ini bukan untuk orangtua juga lohh, tapi buat rekan senasib sepenanggungan. Ingat mengkritik di depan umum itu justru menjatuhkan sedangkan mengkritik di belakang itu tanda kasih sayang ( cie cieee).

Thanks parents for your support yaa....semoga bisa bersinergi yang sehat okeyyy........

Selasa, 20 September 2016

Bila Balitaku Dijahili Temannya




Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Usianya pun tak bisa ditentukan secara pasti. Bahkan sejak bocil bisa melihat, ia sudah mulai senang digoda. Beranjak sedikit usia, dia mencuri perhatian orang dewasa agar bisa dijadikan teman bermain, yahh....meski ujung-ujungnya Cuma dianggap anak bawang, kata orang jawa “ timun wungkuk jogo imbuh”.
Pun begitu juga dengan si bujang kecil di rumah yang sudah dua tahun lebih. Usia tersebut memang sedang bergairah untuk mengexplore yang ada di sekitarnya termasuk dalam mengenal teman. Tak jarang si bocil waktu istirahatnya terganggu kalau sudah larut bermain, halah. Jadi sok sok tua gitu deh, ada teman tepuk tangan, ikut tepuk tangan, ada yang lari ikutan lari, temannya bersepeda, teriak teriak deh sama orang rumah suruh ngeluarin sepeda roda tiganya.
Beruntunglah kalau teman bermainnya itu bisa “ngemong” , bisa ngasuh. Tidak harus dengan benar—benar orang dewasa sebenarnya. Kadang kita temui anak yang baru TK bisa bersikap ngemong. Biasanya siy, anak tersebut punya adik kecil di rumah jadi terbiasa dengan pemakluman dan mengalah (jangan nyanyi lagu D’Massif ah, lain urusan ini).
Lalu, bagaimana kalau kebetulan teman sebayanya ini lebih agresif? Lebih lincah daripada si kecil?
Mau dilarang bermain kok ya kasihan. Bermain dengan teman itu kan melatih kecerdasan sosial-emosionalnya juga. Ada saat-saat dimana anak bermain dengan temannya. Kalau tiap harinya hanya melulu dengan orangtuanya, kan repot juga. Apalagi kalau nanti pertama masuk sekolah, bawaannya nempel terus sama emak, kan berabe hihihihiiii.
Tidak takut dinakali? Wah....kalau ditabok, didorong itu sebenarnya sudah umum ( pada anak saya lho ya). Tapi sejauh ini masih aman, tidak kriminal yang menggunakan senjata tajam, misalnya. Ya yang namanya anak kecil dimana masih labil emosinya ( what???) penalarannya belum mlethik, ya wajarlah ya. Saling berebut, saling gemes, gregetan itu biasa. Apalagi kalau memang teman sebayanya itu backgroundnya anak yang masih satu-satunya. Jadi biasa apa-apa dituruti gitu. Sebagai orangtua, kalau melihat anak balitanya selisih paham (ceileee), tidak usahlah terlalu baper kali ya. Yakin deh, anak-anak yang masih polos itu tidak ada yang rasanya dendam. Pagi kata-kataan, rebutan mainan, entar sorenya sudah kejar-kejaran ketawa-ketiwi. Justru kalau orangtua terlalu baper, sembuhnya sulit lho. “ Jangan main sama si A ya, nanti kamu bla bla bla...”, hayoo ibu-ibu, pernah enggak keceplosan begitu? Padahal si anak udah akur. Anak sekecil balita itu justru hatinya kuat, tidak mudah sakit hati, berkecil hati, mutung dan sebagainya.
However, kita juga tidak bisa melepas 100% balita kita bermain bersama temannya kecuali kalau ada orang dewasa (lha..kita dong). Intinya, pendampingan itu perlu, ya sesekali lah ya kita tengok si bocil sedang apa. Why?  Karena anak-anak tersebut kan kontrol diri masih acakadut, belum paham bahaya atau tidak.
So parents, protective itu perlu tapi tidak over yaa. Kita sebagai pendamping, penonton cukup mengingatkan kalau ada kekeliruan. Tidak perlu harus baper merembet kemana-mana sampai orang tua tak tegur sapa. Kalau masih dalam batas kewajaran, tidak sampai berdarah-darah, terluka luar dalam, maafkanlah.
Mengutip dari pujangga Khalil Gibran “ anakmu bukan anakmu, mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu ...”

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...