Kamis, 20 September 2018

Insta: Mengabadikan tak berarti menyebarluaskan


“ Ouh My Gosh.....ternyata dia udah jadian “
“ Errr....tahu dari mana?”
“ Instagram dia.......” Njedhugin kepala ke tembok.

“ Huhuhu...hang out nggak ngajak-ngajak, udah nggak mau jadi temen aku?”
“ Kok tahu?”
“ Ya tahulah, enoh si X post di instastory....?” Ngeloyor, ngegrundel muka asem.

“ Kamu.....Veronica?”
“ Iya, emang kenapa?”
“ Eh, enggak, Cuma.....kok beda dengan yang di foto biasa ya..., “
“ Ah , masa sih, editannya nggak banyak kok”
“Makanya, punya muka dirawat, bukan diedit” ....lelaki itu pun pergi dengan rasa kecewa.

Ya.....begitulah, riset terkini membuktikan bahwa Instagram adalah media sosial paling tidak sehat. Dibalik kata-kata indah “gambar punya berjuta cerita”, ada sisi suram, apalagi orang dengan self-control yang rendah.

Instagram, suatu media sosial yang mengedepankan tentang gambar yang kini laris manis di kalangan muda maupun tua. Bukankah pandangan mata itu selalu lebih menarik, pemilik kecerdasan visual sepertinya lebih banyak daripada yang audio hahaa.....maka dari itu, penikmat pun berlomba-lomba agar terlihat menawan. Berbagai foto selfie yang bisa jadi harus taken berkali-kali untuk bisa diposting, menambahkan ritual memfoto makanan sebelum dimakan ( entah pakai doa atau tidak), atau merekam segala kejadian yang bagi empunya sendiri begitu mengesankan dan menoreh memori.

Kemunculan instagram pun ternyata membawa sejumlah masalah kejiwaan bagi mereka yang lemah syahwat, eh, maksudnya lemah iman. Memang, ia tak langsung membuat manusia berdarah-darah tapi lebih menyerang ke kesehatan mental. Alih-alih menuai pujian dari gambar yang dishare, malah dapatnya bullyian dari para haters. Emang ada mak? Ya adalah, maha benar netizen gitu lho.

Beberapa riset menyebutkan efek terlalu mencintai media sosial ini mulai dari narsistik hingga lupa waktu, depresi, tekanan mental karena perbedaan level ; si A yang travelling kesana kemari, si B yang mengenakan produk branded, sampai dengan Body Dysmorphic Disorder. Apaan si itu yang terakhir??? Ya intinya si sesorang yang berfikiran bahwa ada yang salah dengan tubuhnya, kurang sempurna, kurang tinggi, kurang langsing and nde brew and nde brew.

Bagi pengguna cerdas, instagram bisa menjadi lahan mengais rejeki, seperti jualan barang atau sekedar menerima endorse, bintang iklan dunia maya ( ya ujung-ujungnya jualan juga siyyy).

Ya, memang, setiap hal yang berlebihan itu tidak baik. Beware and be wise dalam menggunakan media sosial. Tidak semua yang kita punya harus dishare. Mengabadikan tak berarti harus menyebarluaskan. Apalagi menyebarluaskan yang masih di awang-awang, abu-abu, fana....contohnya, seperti liburan dengan pacar, hahaaaa........jejak digital itu bisa jadi menyakitkan jenderal!!!

Medsos-medsos gue......hahahaaa....memang betul sih, semua orang bebas mengekspresikan segala hal di medsos masing-masing. Yah, semoga bukan tergolong narsistik yang segalanya harus diposting. Kadang ada suatu masa dimana momen indah itu cukup dikenang dengan orang yang terlibat saja.

Pintar-pintarlah juga dalam menjaga hati dan cerdas dalam mengelola hati, ea.....yang terakhir itu adalah kata lain dari baper. Jagalah kesehatan mentalmu dengan banyak membaca firmanNya, bukan dengan ngulik instagram olshop, selebgram apalagi mantan.  





                                                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...