Selasa, 25 April 2017

Forgive (and) Forget

   “Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.....”
***
“ Kenapa lagi?”
“Aku agak gimana gitu, nggak sreg aja.’
“Ada masalah lagi?”
“Enggak si. Malah belum berinteraksi sama sekali.”
“Yeee.....biasa aja lagi, kalian kan dah bermaaf-maafan.”
“Tapi masih inget aja..”
“Huffttt....”
***
Hayooo....siapa yang punya pengalaman yang sama dengan ilustrasi di atas??? Yaah, adalah manusiawi jika seseorang punya salah. Ada kalanya orang lain berbuat salah terhadap kita yang memicu naiknya tensi, tapi ada saatnya kita berbuat salah, entah itu hanya verbal atau aksi tertentu.
Memaafkan berkaitan dengan kesejahteraan mental. Kalau belum memaafkan, bisa dikatakan bahwa mentalnya masih terbebani. Memaafkan memang nggak mudah, apalagi kalau masih mengandalkan hati daripada logika. Dari ranah religius, sudah banyak tentu terapi untuk mendinginkan pikiran mulai dari dzikir mengingat Allah, sholawat hingga ibadah-ibadah yang lain. Pun agama lain pasti mengajarkan hal yang sama, memaafkan, mengampuni.
Menurut pendapat Doris Donneley dalam Putting Forgiveness into Practice, ada beberapa langkah untuk memaafkan yaitu :mengenali luka batin kita, memutuskan untuk memaafkan, menyadari kesulitan dalam memberi maaf dan memikirkan efek negatif seandainya tidak ada kata maaf.
Sebagaimana firman yang dikutip di awal, bahwa  memaafkan adalah perbuatan yang baik, perbuatan yang diharuskan demi kedamaian semesta. Kalau perkara lupa ingat, itu adalah perkara lain. Apalagi kaum hawa yang dicap sebagai ahli sejarah yang baik (hehehhee). Ada timing yang membuat kita lupa akan kesalahan orang tapi ada momen dimana tiba-tiba kita jadi ingat kesalahan mulai dari kelas teri sampai kakap. Biasanya perlahan lupa ketika berkurangnya waktu dalam berinteraksi, menyibukkan diri dengan kegiatan positif lainnya. Apabila kesalahan orang lain tiba-tiba berkelebat, ingat-ingat kebaikannya. Masa iya orang buruk terus? Masa iya nggak pernah melakukan kebaikan apapun? Bukankah motto di mana-mana nobody’s perfect???
Lha, terus bagaimana kalau kelewat benci??? Hahahaaa,.....maafkan, normalisasi hati,  batasi interaksi, daripada situ baper lagi.....jiahhhh.....huznudzon, tetaplah berprasangka baik lhah yaa..... Kalau memaafkan membuat batin lebih tenang, kenapa tidak? Kalau menyimpan kekesalan itu justru merusakkan sel-sel tubuh, mengurangi imunitas, meredupkan rona dan membekukan hati, kenapa masih saja dipertahankan??? Allah saja maha Pemaaf lho, bahkan pintu maaf Allah itu jauh lebih lebar daripada hambaNya.
“The first to apologize is the bravest. The first to forgive is the strongest. The first to forget is the happiest.”
Aaah, mungkin nggak sih kalau memaafkan dan melupakan itu satu paket???



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...