Minggu, 29 April 2018

Guru ;hidup mulia, menyemai surga




“Pelajarilah adab sebelum ilmu lainnya” (Imam Malik)

Sebagaimana kata-kata bijak di atas, bagi para penuntut ilmu, adab adalah yang lebih dahulu dipentingkan. Ulama Yusuf bin Al Husain pun setali tiga uang dengan menyatakan bahwa dengan adab, orang bisa dengan mudah mempelajari ilmu. Hal ini berarti semakin adab kita kurang, makin sedikit pula ilmu yang kita serap.

Tanpa embel-embel pahlawan tanpa tanda jasa pun, Allah sudah memuliakan guru dengan menjamin pahala yang terus mengalir atas ilmu yang disampaikan meskipun guru sudah tiada. Kata pak guru ketika saya masih di bangku SD, ilmu yang bermanfaat termasuk amal jariyah, sebanding dengan sedekah. Dilogika sajalah, orang-orang boleh bercita-cita sebagai dokter, pengacara atau bahkan presiden. Namun, itu semua mustahil tanpa keberadaan guru.

Sadar akan pentingnya profesi guru, sejumlah negara menempatkan profesi guru sebagai pekerjaan yang bergengsi, tak kalah dari pekerja kantoran. Di negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand, para guru digaji yang cukup untuk kelangsungan hidupnya. Data dari sebuah laman online menyebutkan bahwa gaji di negara-negara tersebut di atas lima juta rupiah. Bahkan, konon di Singapura, tetangga kecil kita, gaji guru bisa mencapai ratusan juta per tahunnya.

Berbeda dengan negara tetangga, kehidupan guru di Indonesia memang kurang memuaskan. Bahkan di sejumlah daerah bisa dikatakan memprihatinkan. Tak jarang kita mendengar berita kerasnya kehidupan guru di pelosok, tantangan alam yang tak sebanding dengan gaji yang ia terima. Tak hanya itu, akhir-akhir ini merebak berita tentaang penganiayaan terhadap guru. Entah itu mengakibatkan cedera raga, masuk penjara bahkan hilang nyawa. Betul juga kata-kata di meme di media sosial “ guru sekarang tak hanya menguasai ilmu pelajaran tapi perlu juga dibekali ilmu hukum dan ilmu bela diri.” Untuk para orang tua, mari panjangkan sumbu, dinginkan kepala, semua pasti ada solusinya".

Di perkotaan sendiri, guru-guru mulai sedemikian kreatifnya dengan sambilan seperti menitipkan snack di kantin, les hingga malam bahkan ada yang nyambi ojek online. Alasannya, sudah tentu karena himpitan ekonomi.

Memang, beberapa sekolah sanggup untuk menggaji guru dengan jumlah yang layak, tapi berapa persen dibandingkan dengan gaji yang menggenaskan tersebut? Selain disibukkan dengan rangkaian tupoksi guru, faktanya, guru juga diribetkan pemberkasan tetek bengek entah itu untuk tunjangan, PPG, UKG , UKG, sertifikasi atau entah itu namanya yang tentu saja syaratnya cukup menguras tenaga dan waktu.

Pemerintah pusat tak sepenuhnya buruk memang. Anggaran pendidikan sudah ketuk palu, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya tapi entahlah, kadang implementasinya sedikit mengecewakan. Nominal sertifikasi dan berbagai tunjangan yang cukup meleleh tapi diimbangi dengan birokrasi yang membuat emosi sunat sana-sunat sini. Selain itu, tidak dapat dipungkiri bahwa anggaran tersebut tidak hanya melulu untuk guru tapi juga berbagi untuk pembangunan infrastruktur juga. Tapi lagi-lagi, soal pelaksanaannya, kadang keinginan yang di atas dan yang di tingkat bawah berbeda. Tak hanya itu, serangan psikis karena perbedaan kasta, antara guru PNS dan honorer kadang muncul. Mentang-mentang honorer kinerjanya harus begini harus begitu, capeknya sama, gaji aduhai tak kunjung tiba.

Kita tidak bisa berharap dengan pemerintah untuk menggaji semua guru dengan jumlah yang sama sementara tanggungan pemerintah begitu beragam. Marilah tetap berjuang, menyuarakan aspirasi dengan aksi yang berkelas juga. Tidak saling merugikan diri sendiri maupun orang lain ( siswa). Mengutip dari nasihat kyai Maimoen Zubair : “ kalau jadi guru, dosen ataupun kyai, kita harus punya usaha lainnya. Dengan adanya usaha sampingan, kita tidak perlu megharap pemberian orang lain”. Aah, ada benarnya juga pak Kyai.

Yah, mau jadi apa kita, itu adalah  pilihan masing-masing. Semua memang ada konsekuensi yang diterima. Berjuang tak mengapa tapi dengan cara yang elegan juga, malu sama ijazah. Orang Jawa bilang, “ guru itu digugu dan ditiru” dipatuhi dan diteladani. Perilaku dan tutur kata dijaga karena menjadi teladan para siswa. Untuk mendapatkan hal yang baik, tentu saja dilakukan dengan cara yang baik pula.

Sahabat guru, jalan di dunia pendidikan memang tak selalu mulus. Bersyukur jika bernaung di sekolah keren atau pegawai negeri sipil. Tetap jaga dalam berperilaku, berbahasa dan berbusana. Adapun saudara-saudara yang masih menempuh jalan terjal berliku, tetaplah semangat. Jadikan pengajaran kita sebagai tabungan amal di surga nanti. Tetap ikhlas dan bersyukur sebagaimana yang telah tertuang di Q.S At thalaq :4 : Barang siapa yang bertakwa, maka Allah akan mudahkan urusannya.” 

Tetaplah menjadi pribadi yang positif sambil berdoa ,” Duh Gusti, paringono sedan. Kalau kekecilan, Alphard pun tak mengapa.”

catatan : tulisan ini pernah diikutsertakan dalam lomba menulis yayasan alfitra Bekasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...