Senin, 17 Juli 2017

Liku Cahaya

Darah itu memang mengalir dalam tubuhku. Aaah....lelaki tua itu, entah konvensional atau skeptis, apapun itu, tetap saja, aku adalah bagian cabang rantingnya. “ Kalau bukan kau, siapa lagi?” serunya tiap kali memberi wejangan. Atas perannya, aku digojlog dengan alunan gamelan sementara yang lain diperdengarkan jazz, pop bahkan murottal. Atas usulnya, aku mengambil ekskul karawitan ketika berada di sekolah atas. Ekskul yang sebenarnya kurang diminati termasuk diriku. Nguri-uri budaya jawa, katanya. Dan aku bisa apa. Kedua orangtua pun sama, ibuku adalah seorang sinden dengan suara indahnya. Ayahku? Setali tiga uang. Beliau adalah ahli kriya meski pekerjaan utamanya adalah petani, bukan tepatnya juragan sawah.
Dauroh pertama, Gunung Kendil, Magelang....
Berawal dari penasaran akan akhwat jelita di kampus, aku iseng mengikuti dauroh bersama aktivis dakwah. Yah, itung-itung refresh setelah ujian tengah semester, pun dengan setengah hati aku ikuti. Terang saja, wong ikhwan akhwat ternyata berbeda tempat, mana bisa curi-curi pandang.
Mencari ilmu, begitu alasan yang kusampaikan kepada kakak di atas levelku. Materi pertama adalah akidah. Apapula ini, bukankah dari lahir sudah Islam, aku bisa mengaji, sholat beserta doa-doa sederhana. Yah...keciiilll.

“ Jadi, di sini, kita tak hanya belajar pengetahuan dasar tapi tentang bagaimana amalan itu tak sekedar gestur, tentang amalan yang kaffah, murni.”

 Hah!!! Jadi mereka pikir aku ini hanya jungkit-jungkit, berlapar-lapar namun tak berpahala. Huft.... kalem, ilmu takkan masuk kalau diraih dengan emosi. Kakak tingkat itu melanjutkan ceramahnya. Bahasanya lembut dan tak bernada underestimate sama sekali. Justru dia memberi semangat dalam beribadah. Tapi aku hanya merasa datar, sampai pada materi amalan yang tertolak. What else??? salah satu penyebab amalan tertolak adalah musyrik. Haish.....kemenyan, sajen, adalah salah satunya. Damar, apa yang kau lakukan selama ini??? Tanyaku dalam hati. Mereka memberiku nama Damar, sewangi damar tapi fungsi salah satu damar adalah bahan dupa, penyempurna wewangian dalam sesembahan.
Tak hanya itu, demi mengembalikan akidah tauhid, kakak tingkat juga menyertakan azab-azab bagi pelaku musyrik. Merinding ya Tuhan. Tobat ya Allah, tobat.

Sepulang aku dauroh, lelaki tua itu memanggilku.
Damar, dua minggu lagi Sapto, tetanggamu sunatan. Keluarganya ingin nanggap kuda lumping sebagai hiburan. Siap-siap ya.”
Lidahku kelu, tidak menolak, tidak pula mengiyakan. Antara bakti dan prinsip hidup. Bayang-bayang dauroh itu berkelebat. Harus mempunyai alasan yang logis, pikirku. Malam itu aku keluar dengan memacu kuda besi beserta pikiran yang berkecamuk. Antara sadar atau tidak, melawan kantuk dan lelah hingga truk parkir itu terlewat dari penglihatanku.
Dengan tangan kugendong, rangkaian jadwal terapi pun menanti. Menyesal? Tidak, karena dengan ini aku bisa menghindar dari show yang dua minggu lagi akan ditampilkan. Tarian yang berbau menyan, sesajian yang berujung pada kesurupan. Tak ada yang kecewa, dengan segera kakekku mencari gantinya. Ah, pelan-pelan saja Damar. Mungkin baru dirimu yang menghindar, siapa tahu yang lain menyusul.

You have to endure caterpillars if you want to see butterflies. - Anda harus tahan terhadap ulat jika ingin dapat melihat kupukupu. (Antoine De Saint)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...