Rabu, 14 Desember 2016

Karena Ada Pelangi Selepas Hujan



“Dan bahkan sesuatu yang diawali dengan istikharah pun tidak menjamin bahwa semuanya akan lurus dan mulus kedepannya. Disinilah kita belajar kata sabar dan iman......”
Perempuan muda itu menderap langkahnya menuju tempat kerja. Sesekali anak didik menyapa yang ia balas dengan senyuman dan mengulurkan tangan tak lupa mengucap salam. Semburat mendung kadang nampak di ronanya tapi dengan begitu rapi, pelan-pelan mendung itu berubah menjadi cerah atau...paling tidak, ia memunculkan rangkaian pelangi di wajahnya.
Begitu tiba di singgasana kerja, seperti biasa, ia menyibukkan diri dengan laptopnya. Entahlah, apakah itu berkas kerja atau hanya akting, nobody knows. Seringkali cletukan-cletukan humor keluar dari bibirnya yang melenturkan kekakuan pagi. Ada saja lelucon yang terlontar yang sanggup memecahkan keheningan. Ya, awali hari dengan tertawa atau sekedar senyuman, semoga hari ini menyenangkan.
“Glad, ngajar berapa kelas hari ini?”. Teman sebelahnya mengajak berbincang ringan, sekedar basa-basi mungkin.
“ Cuma dua kelas beibeh. You know lah, tahun ini banyak jam yang dipangkas. It’s okeylah. Bisa otak-atik blog aku yang masih abal-abal nih sekalian cari banyak referensi buat belajar.”
“ Eh, Glad, akhir pekan ini kita nonton yuk. Ada film baru tuh.”
“Ehm,....gimana ya....aku pikir-pikir dulu ya.”
“Aku bisa tebak, aku paham.Karena bocil kan” tukas temannya. Perempuan muda itu tersenyum tipis. Begitu bel masuk berbunyi tanda kelas dimulai, ia pun beranjak menghilang dengan salam yang sayup-sayup terdengar.
Pun setelah ia mengajar. Jarang dia mengeluhkan peserta didik apalagi dibahas dalam forum. Dia berbagi cerita sebatas hal yang konyol, nggak berbobot dan nggak serius.
                                    ****
Begitulah geliat perempuan muda yang berusia menjelang tiga puluh tahun. Jarang sekali mukanya muram melainkan dengan menyajikan muka cerah tidak ada masalah. Teman-temannya berujar, kalau bercanda dengan perempuan yang bertubuh mungil itu cukup enak. Ya, karena sekencang apapun perkataan orang, ledekan orang, ia hanya akan menganggap seperti angin lalu. Take it easy katanya. Tak mengherankan kalau ia mudah bergaul, easy come, easy go. It seems that she has no enemies. Ya, mungkin karena durasi emosi tidak berlarut-larut atau mungkinkah dia itu pelupa,.....entahlah......karena memang tak seorang pun bisa menebak isi hati. Menebak karakter orang bisa mudah tapi tak begitu dengan urusan hati. Dan aku pun hanya bisa menebak. Tebakan yang cukup aku yang tahu dan aku abaikan karena tidak ada urusan dengan aku.
                                    ****
Pagi yang menyejukkan. Orang bilang ini adalah laut dan akan berlangsung seperti ini hingga akhir tahun nanti. Setidaknya cuaca seperti ini membuat aku lebih bersemangat menempuh jalanan yang begitu hectic. Bersyukurlah, hari ini tidak hujan, batinku. Tiba-tiba suara ponsel berbunyi. Yah,,....pesan....tapi nomernya tidak aku kenal.........
“Sir, can i have talk with you?”....Kujawab dengan bahasa sebisaku. Yah, Cuma bahasa tulis , it’s easy...
“About what?” Kulihat dia pun sedang mengetik. Aku perhatikan nome itu, dan ternyata........dia...orang yang kujumpai selalu tertawa setiap hari.
“Anything. My home was like a hell last night.”
“Okay....”
Kututup ponsel dan segera meluncur ke tempat kerja. Sedikit kupacu sepeda motorku mengingat hari beranjak siang. Jalanan ibukota dan penyangganya memang bisa membuat emosi jiwa. Agar otak ini waras, aku netralisir dengan shalawat. Yah, kalau pun terjadi apa-apa atau terburuk sekalipun, lisan ini berbekas dengan keindahan bukan kata-kata umpatan karena emosi jalanan.
                                    ***
Sedikit berbeda memang. Matanya lebih sipit dari yang sebelumnya. Sedang pilek, begitu ia bilang pada teman-temannya. Bukan....ini bukan sekedar pilek. Semburat pilu bisa kusaksikan tapi tak berani aku ungkapkan. Biarlah dirinya, dari mulutnya yang akan berucap nanti.....Iapun hanya termenung, sendu, syahdu dalam lantunan doa dhuha yang tak pernah bisa aku dengar.....
Hingga menjelang dzuhur aku terima pesan bahwa dia berada di jauh kerumunan.
“Kenapa?” tanyaku. Dia menunduk, terkadang membuang muka. Bukan,bukan karena ia benci tapi menjaga pandangan.
Dia bercerita, panjang kali lebar. Mulai dari temperamen pasangan, mertua yang ngoceh-ngoceh nggak jelas, tekanan batin. Bulir-bulir air itu menetes. Aahh....dasar perempuan, prosentase perasaan lebih banyak daripada akal atau memang aku yang keras. Tidak. Tugasku adalah mendengar dan mengambil posisi netral. Aku tidak perlu mengikuti arus yang menye-menye seperti ini karena aku sudah sering mendengar problematika serupa. Nampak berat baginya, semua sudah kuduga.
“Ratusan alasan untuk meninggalkan tapi sejuta alasan bagiku untuk bertahan. Gladia, begitu orang tuaku memberi nama. Itu agar saya tetap bergembira meski pahit menyapa.” ujarnya lirih.
“Sungguh, Allah tidak akan memberi ujian di luar kemampuan hambaNya. tapi benar lho, rapi sekali dalam bersembunyi.”
“ Cukuplah Allah sebaik-baik penolong. Kalau toh saya cerita ke rekan-rekan, belum tentu dapat titik terang. Makasih buat nasihatnya.” Dia beranjak pergi.....lidahku kelu, tak pantas rasanya kalau harus bersuara keras untuk mengingatkannya. Hanya sebatas tulisan di lini pesan, “Jangan lupa shalawat,Insyirah dan ummul kitab. Semoga menjadi lebih baik.”
            ***




2 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Klo Aq lbih suka pelangi drpd hujan, tp mending hujan drpd petir, lho lhoooo :)

    BalasHapus

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...