Selasa, 20 Desember 2016

Wanita yang (tak) pernah jatuh cinta; Part 2




“Lebih baik memantaskan diri daripada menjalani hubungan yang tak pasti...........”
Gadis itu berjalan tanpa ragu. Semester akhir yang cukup menguras waktu. Semester akhir yang ternyata ada mata kuliah yang harus dia ulang. Perfeksionis? Selama masih ada waktu untuk memprbaiki, kenapa tidak? Kalau toh hanya brkutat dngan proyek skripsi pastilah akan jenuh, sepi karena yang berani mengambil skripsi tidak begitu banyak, terutama angkatannnya. Justru yang lebih banyak adalah angkatan kakak kelas. Kakak kelas? Bahkan kakak kelas pun ada yang bertanya kepadanya, membantu mengalihbahasakan mulai dari abstrak sampai kesimpulan. Dosakah, aahhh...entahlah, niatnya hanya membantu.
Daftar aktivitas ia rapikan. Kuliah wajib, skripsi, mengajar kursus, mengaji, have fun dengan maksud keep in touch dengan rekan seangkatan sampai kapan harus bertemu dosen pembimbing, mengingat beliau dosen terbang yang tak bisa ditemui setiap saat. Perlahan ia mengukir masa depan.
Aarrrggghhh........ada yang sedikit mengusik fikiran. Materi kuliah apaan ini, batinnya. Memang sih, dengan pribadi seusia gadis itu cukup pantas untuk membahas masalah ini, Munakahat. Gadis itu menengok kanan kirinya dan tiba-tiba merasa salah tempat duduk. Rekan-rekan di sekitarnya sudah semua menikah. Huftt......pikirannya melayang jauh, hmmm....batang usia yang tak lagi muda. Butuh keseriusan, butuh kepastian bukan kata-kata gombal.
Entah apa yang terjadi dalam dirinya. Seperti ada yang ada ia dambakan tapi tak tahu apa, siapa dan dimana. “Fokus Glad,bukankah kesibukanmu telah banyak menyita waktu” ujarnya dalam hati.
Disela-sela kesibukannya, masih sempat juga baginya untuk membaca. Apa saja yang menurutnya menarik, dari novel hingga buku motivasi. Dan kini giliran karya Faudzil Adhim lah yang nangkring di tangannya.
“Cie....cie, dah siap  nikah nih yeeee,” ledek temannya. Gladia tersenyum tipis sambil menggeser tempat duduknya.
“ah enggak Phi. Cuma nambah ilmu, buat bahan makalah pekan depan.” Makalah??? Hanya itukah??? Sampai sekarang memang belum ada tanda-tanda. “Duh, Gladia, tenang, semua akan menikah pada waktunya”, bisiknya dalam hati.
“Hahaha....Gladia memang suka merendah, tar tahu-tahu bulan depan nyebar undangan lagiii...”, tambah gadis periang itu sambil berlalu. Gladia melanjutkan membaca buku dengan menjaga hati agar tetap netral dan berlogika. Memang, keinginan itu kadang muncul tapi  buru-buru ia tepis. Teringat ia dengan kata salah seorang teman, siapkan diri untuk menjadi pasangan yang baik, bukankah wanita baik untuk laki-laki baik. Baiklah......jadikan puasa sebagai salah satu perisai karena Allah tahu waktu yang tepat.
                        ***
“Nggak ada yang kamu kagumi Glay?”tanya sahabatnya suatu hari.
“Ehm, kalau Cuma kagum si ada. Tapi ya sudahlah, nggak terlalu mikir, entar kalau jodoh juga jadi-jadi aja,”jawabnya santai.
“Gimana kalau sama sepupuku saja,”. Uhuk.....gadis itu kaget. Sepupu yang mana??? Tanpa ditanya, Selma, begitu biasa gadis itu disapa, berbicara panjang lebar. Siapa lagi kalau bukan sepupunya, tentang lelaki itu.
Gadis itu ragu, secepat itukah. Tidak, belum, belum tahu. Mau kemanakah dia? Beberapa rekan dakwahnya berjodoh melalui murobbi tapi ia memutuskan sendiri. Sebagaimana yang ia peroleh dari kuliahnya di tahun terakhir, jika merasa risau, Istikharahlah. Digelarnya sajadah di sepertiga malam mengharapkan kebaikan dari semuanya.
            ***
Perlahan keyakinan itu pasti meski tak pernah bertemu sebelumnya. Semoga ini pertanda baik. Lelaki yang tak pernah dia kenal sebelumnya kini hendak mengetuk pintu hatinya.
Selang beberapa waktu, lelaki itu datang. Mereka berdua bertemu. Entah kenapa, mulutnya terkunci. Tak ada sepatah kata yang keluar. Selma bingung.
“Sel, aku pulang dulu ya, ngaji nih.” Gadis muda itu berpamitan dengan sahabatnya. Tak ada tegur sapa. Begitu juga lelaki asing itu. Dingin, kaku. Sementara Gladia sendiri adalah sosok pemalu yang bermasalah dengan komunikasi verbalnya.
“Menghadaplah ke orangtuaku kalau ingin serius,”.....sebaris pesan itu terkirim ke pemuda asing itu. Sepertinya Gladia memberi lampu hijau. Begitu simpelkah? Gadis itu hampir tak percaya. Bukankah mencari jodoh itu diutamakan lidiniha, baik agamanya yang nanti akan membawa ke kebaikan pula. Dan dia juga tak mau dianggap wanita cela yang menyusahkan dalam pernikahan. Tinggal keputusan di tangan orang tua. Semoga menghasilkan hal yang serupa.
            ***
Semua tinggal menghitung mundur. Meski terpisah jarak, berharap berjalan dengan baik. Gladia menyibukkan dengan kegiatannya dan lelaki itu sibuk dengan pekerjaannya. Tak banyak yang tahu bahkan teman sekampusnya. Toh, akhir-akhir ini memang jarang berinteraksi karena urusan perkuliahan tak begitu padat.
Sementara itu, selepas magrib....Gladia menerima pesan dari orang yang tak biasa. Gadis itu memang jarang berkomunikasi dengan jenis panggilan dan sepertinya teman-teman sekitarnya sudah tahu. Aaah....kakak tingkat yang sekarang jadi dosen bantu di almamaternya. Ada apa gerangan? Dia memang akrab karena sering bertemu tapi hampir tidak pernah berkomunikasi lewat ponsel. Toh, seakrab-akrabnya, ketika ngobrol mesti cari pandangan lain atau berjarak tak boleh kurang dari 1 meter.
Mau menikah denganku? Maaf, lancang, karena saya tahu, kamu tak butuh hubungan seperti yang lain, berpacaran.”
Allahu Akbar....seandainya....seandainya.....Aaargh....sekarang sudah terlambat, kenapa baru sekarang??? Gadis itu tak mau menuai akibat buruk karena membatalkan pernikahan yang sudah direncanakan. Sungguh.....
“maaf kak....saya sudah dijodohkan....”
“Tidak apa-apa, semoga bahagia”
Huft......karena tidak bertemu muka, semoga tidak terlalu kecewa.


optima, 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...