Selasa, 20 September 2016

Bila Balitaku Dijahili Temannya




Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Usianya pun tak bisa ditentukan secara pasti. Bahkan sejak bocil bisa melihat, ia sudah mulai senang digoda. Beranjak sedikit usia, dia mencuri perhatian orang dewasa agar bisa dijadikan teman bermain, yahh....meski ujung-ujungnya Cuma dianggap anak bawang, kata orang jawa “ timun wungkuk jogo imbuh”.
Pun begitu juga dengan si bujang kecil di rumah yang sudah dua tahun lebih. Usia tersebut memang sedang bergairah untuk mengexplore yang ada di sekitarnya termasuk dalam mengenal teman. Tak jarang si bocil waktu istirahatnya terganggu kalau sudah larut bermain, halah. Jadi sok sok tua gitu deh, ada teman tepuk tangan, ikut tepuk tangan, ada yang lari ikutan lari, temannya bersepeda, teriak teriak deh sama orang rumah suruh ngeluarin sepeda roda tiganya.
Beruntunglah kalau teman bermainnya itu bisa “ngemong” , bisa ngasuh. Tidak harus dengan benar—benar orang dewasa sebenarnya. Kadang kita temui anak yang baru TK bisa bersikap ngemong. Biasanya siy, anak tersebut punya adik kecil di rumah jadi terbiasa dengan pemakluman dan mengalah (jangan nyanyi lagu D’Massif ah, lain urusan ini).
Lalu, bagaimana kalau kebetulan teman sebayanya ini lebih agresif? Lebih lincah daripada si kecil?
Mau dilarang bermain kok ya kasihan. Bermain dengan teman itu kan melatih kecerdasan sosial-emosionalnya juga. Ada saat-saat dimana anak bermain dengan temannya. Kalau tiap harinya hanya melulu dengan orangtuanya, kan repot juga. Apalagi kalau nanti pertama masuk sekolah, bawaannya nempel terus sama emak, kan berabe hihihihiiii.
Tidak takut dinakali? Wah....kalau ditabok, didorong itu sebenarnya sudah umum ( pada anak saya lho ya). Tapi sejauh ini masih aman, tidak kriminal yang menggunakan senjata tajam, misalnya. Ya yang namanya anak kecil dimana masih labil emosinya ( what???) penalarannya belum mlethik, ya wajarlah ya. Saling berebut, saling gemes, gregetan itu biasa. Apalagi kalau memang teman sebayanya itu backgroundnya anak yang masih satu-satunya. Jadi biasa apa-apa dituruti gitu. Sebagai orangtua, kalau melihat anak balitanya selisih paham (ceileee), tidak usahlah terlalu baper kali ya. Yakin deh, anak-anak yang masih polos itu tidak ada yang rasanya dendam. Pagi kata-kataan, rebutan mainan, entar sorenya sudah kejar-kejaran ketawa-ketiwi. Justru kalau orangtua terlalu baper, sembuhnya sulit lho. “ Jangan main sama si A ya, nanti kamu bla bla bla...”, hayoo ibu-ibu, pernah enggak keceplosan begitu? Padahal si anak udah akur. Anak sekecil balita itu justru hatinya kuat, tidak mudah sakit hati, berkecil hati, mutung dan sebagainya.
However, kita juga tidak bisa melepas 100% balita kita bermain bersama temannya kecuali kalau ada orang dewasa (lha..kita dong). Intinya, pendampingan itu perlu, ya sesekali lah ya kita tengok si bocil sedang apa. Why?  Karena anak-anak tersebut kan kontrol diri masih acakadut, belum paham bahaya atau tidak.
So parents, protective itu perlu tapi tidak over yaa. Kita sebagai pendamping, penonton cukup mengingatkan kalau ada kekeliruan. Tidak perlu harus baper merembet kemana-mana sampai orang tua tak tegur sapa. Kalau masih dalam batas kewajaran, tidak sampai berdarah-darah, terluka luar dalam, maafkanlah.
Mengutip dari pujangga Khalil Gibran “ anakmu bukan anakmu, mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri Mereka terlahir melalui engkau tapi bukan darimu ...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...