Rabu, 04 Januari 2017

Serupa Namun tak Sama




Yey, selamat datang Januari, mari semangatkan hari setelah sekian lama berhibernasi, olalaa. Sebenarnya apa yang akan saya tulis ini sedikit basi karena heboh-hebohnya sudah dari kemarin. Tapi berhubung otak masih berkeinginan untuk menorehkan tulisan, yoweslah ya.

Yup, Desember kemarin cukup berwarna. Duo serupa tapi tak sama turut meramaikan jagad netizen. Ya, sama-sama perempuan dan sama-sama berjilbab. Akan tetapi, mereka berlatar belakang yang sedikit berbeda dan apa yang mereka lontarkan memunculkan komentar yang berkebalikan.

Yang pertama adalah cuitan dari Dwi Estiningsih yang berprofesi seorang guru. Yah, bu guru ini melontarkan (kurang lebih), bahwa sebagian orang kafir adalah pengkhianat sedangkan pahlawan didominasi oleh kaum muslim. What’s up mom? beragam tudingan miring mengarah kepadanya dan berujung dengan laporan kepolisian. Ya iyalah, republik ini memang sedang sensi-sensinya. Apa dipikirnya Adisucipto, Yos Sudarso, Sam Ratulangi dan jenderal-jenderal korban PKI itu pengkhianat bangsa? Apalagi tulisan itu muncul dari seorang pendidik. Walah, bu guru, besok-besok kalau mau mencuit mbok hati-hati. Medsos bisa dibaca sejagad raya dan tak semua berpikiran seperti anda lho. Update status memang adalah hak segala bangsa tapi apa yang kita tulis, apa yang kita share menunjukkan kualitas diri kita. Negeri ini cukup reaktif apabila bersinggungan dengan SARA meski hanya sebatas cuitan.

Yang kedua adalah tulisan dari dek Afi Nihaya Faradisa. Tidak seperti Dwi Esti yang seorang pendididk, Afi muncul dari kalangan penuntut ilmu, masih SMA. Sulit dipercaya bahwa status yang mendapat ribuan like dan share sana sini tersebut berasal dari anak SMA yang mana anak remaja sekarang lebih doyan berselfie alay, emosi labil dan berbagai stigma negatif yang umum melekat pada anak SMA. However, she is different. Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, dek Afi menyindir penduduk Indonesia Raya. Kita diibaratkan sebuah keluarga besar yang tak pernah akur. Hidup di atas bumi pertiwi tapi siapapun yang jadi pemimpin tetap dicaci. Dengan luwesnya Afi berpendapat bahwa dengan hanya berkomentar miring terhadap negeri, tak lantas negeri ini mendadak menjadi baik. Pun ketika ia ditanya cita-cita. Sederhana sekali, cita-citanya ingin menjadi bahagia. Bermacam-macam profesi menurutnya adalah hanya sebuah bungkus untuk mencapai bahagia. Kebahagian itu relatif.

Saya sendiri angkat topi buat dek Afi ini. statusnya seakan-akan membuka mata, menampar orang-orang yang hanya gemar bicara namun sedikit usaha ( ya saya ini). Semoga sukses selalu ya dek dan tetap rendah hati meski gelombang kepopuleran kian naik. Sebagai orang dewasa, mungkin tak ada salahnya mencerna di tiap statusnya yang membangun jiwa. Bukankah kita diajarkan untuk mencerna kata-kata tanpa melihat dari mulut siapa.

Buat bu Dwi, semoga kedepannya lagi lebih berhati-hati dalam berekspresi. Semoga apa yang disangkakan padanya menjadi sebuah pelajaran. Kalau hanya bercuit tapi malah menimbulkan pertengkaran, perdebatan sampah lebih baik dihindari. Kalau tak mau belanja dengan uang kertas baru, bisa tukarkan dengan uang keping atau kartu kredit yang tinggal gesek saja.

4 komentar:

  1. Afi itu pikirannya dewasa yah. Terlihat dari tulisan2nya. Aku lagi menghindari post2 negatif nih, Mba. Apalagi di fb, banyak banget. Soalnya jengah baca2 yg kaya gt. Mending BW ajalah. Biasanya lebih dpt info yg manfaat dari temen2 blogger

    BalasHapus
    Balasan
    1. betuull mbak, fb cari fun, info ringan malah daptnya hoax, adu domba hahahaa

      Hapus
  2. aku sukka banget postingan ini mbak..jadi pelajaran buat kita semua ya..untuk berhati2 dalam bermedsos ria

    BalasHapus

English_6thGrade_#4

  Cross a,b,c or d of the right answer! 1.       Kim :................? Ran: I am twelve a.        How are you                        ...